Mohon tunggu...
Aten Dhey
Aten Dhey Mohon Tunggu... Penulis - Senyum adalah Literasi Tak Berpena

Penikmat kopi buatan Mama di ujung senja Waelengga. Dari aroma kopi aku ingin memberi keharuman bagi sesama dengan membagikan tulisan dalam semangat literasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Luka dan Senja di Tanjung Bendera Waelenggaku

18 Mei 2019   09:18 Diperbarui: 18 Mei 2019   09:39 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gembala kerbau di padang Sabana Ma'u Sui, Waelengga (Dok. Pian Dona)

"Mengapa mereka tidak percaya dengan kakek?" tanyaku penasaran.

"Pian, dulu pernah ada orang yang menyebarkan berita bohong di kampung. Katanya pondok adat di bawah kaki gunung Komba terbakar. Seluruh warga kampung memercayainya. Sejak berita itu beredar, semua orang beramai-ramai menuju pondok adat itu. Setelah tiba di sana mereka sangat marah," kakek menarik napasnya. 

"Apa yang terjadi?" kejarku sambil mengarahkan kepala kepadanya.

"Mereka telah ditipu. Sejak saat itu, setiap berita yang datang selalu dicermati, dilihat, dan diteliti dengan baik. Mereka tidak percaya pada kakek karena takut ditipu lagi. Mereka tahu kakek masih kecil. Seorang anak kecil tidak mungkin membawa berita besar apalagi berita tentang kapal yang tenggelam. Mustahil bagi mereka untuk percaya," ungkap kakek dengan sedikit marah," ungkapnya datar.

Berita bohong yang sering beredar akan mengaburkan sebuah peristiwa nyata. Kakek merasa bahwa peristiwa yang dia saksikan adalah sebuah khayalan semata. Kakek tidak sedang menonton film Titanic yang memiliki kemiripan kisah dengan kapal Bendera. 

Warga kampung tidak percaya dengan berita yang dia berikan. Belum lagi yang memberi informasi seorang anak kecil. Namun, warga kampung tidak berpikir bahwa seorang anak kecil sangat polos dalam memberi kesaksian. Kejujuran masih terjaga dalam diri seorang anak kecil. Sayangnya, kakek tidak merasakan hal itu.

"Lalu, bagaimana dengan nasib kapal Bendera, kek?" kesalku dalam hati.

"Pian. Aku marah namun kepada siapa. Semua orang tidak percaya. Aku merasa senang ketika seorang tua datang dari padang Ma'u Sui. Dia tidak banyak berbicara. Orang bisa mengerti dari benda yang dibawanya. Dia membawa perkakas rumah tangga. Ada sendok, piring, gelas, periuk dan beberapa mangkok," kisahnya dengan tenang.

"Apa reaksi orang-orang kampung?" aku semakin penasaran.

"Mereka bertanya kepada orang itu," kakek melanjutkan.

"Terus apa jawabannya?" kataku.

"Luka dan senja di Tanjung Bendera Waelenggaku," senyum kakek selepas melontarkan kata-kata itu.

Sekian!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun