Ibu, Ayah di mana?
Kakiku merintih di tanah ini
Tanah yang kata nenek moyang kita penuh dengan kedamaian
Selepas melangkah jauh meninggalkan waktu kulirik dia jua merangkak
Lyan yang sama keluar dari rahim yang berbeda
Ibu, Ayah di mana?
Selepas meneguk sinar dan menelan udara aku merasa sepi
Sepi bukan karena terlahir tanpa cacat fisik atau penyakit
Dia sang sumber sepi tak kulihat selepas selaput mataku kering
Aku bertanya dalam tangis menanti tepukan manja darinya
Ibu, Ayah di mana?
Dari sahabatku mereka berkisah tentang Majapahit dan Sriwijaya
Dua kerajaan yang pernah jaya di masa sejarah
Apakah ayah gugur dalam perang yang diadu mereka sang pencari rempah
Apakah ayah pergi ke tempat yang lebih indah dari pondok kita yang tercerai berai ini
Ibu, Ayah di mana?
Air susu ibu tumpah mengisi kemerdekaan kita
Air mata ibu keluar dihisap oleh sedih yang tergeletak tak bernyawa
Air liur ibu jatuh mengikis harapan tuk bangun
Air ketuban ibu jangan lagi pecah agar tidak ada tanya: Ibu, Ayah di mana?
Ibu, Ayah di mana?
Jangan lagi mengandung
Jangan lagi menikah
Jangan lagi melirik
Jangan lagi menerima lalu bercinta
Ibu, Ayah di mana?
Jangan lagi kau buang aku ke tubir pertanyaan akan keberadaan Ayah
Jangan lagi membuatku tertawa dan menangis bersamaan
Jangan lagi mengisahkan dia yang tidak mampu merawat aku
Jangan lagi memisahkan aku dengan Ibu seperti yang Ayah lakukan
Ibu, Ayah di mana?
Aku tak peduli
Tetaplah menjadi ibuku
Tetaplah menjadi Pertiwiku
Tetaplah menjadi Ayah untukku
Tetaplah mengisi kerinduanku memanggil nama Ayah dalam diri Ibu
Salam In Corde Matris
Kamar 079, 10.36
Yogyakarta, Kamis 10 Januari 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H