Mohon tunggu...
Ataya Sela Callista
Ataya Sela Callista Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

-

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sistem Proporsional Terbuka: Relevansi Yuridis dan Argumentasi Pro Kontra

18 Desember 2024   21:53 Diperbarui: 18 Desember 2024   22:04 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

A. APA YANG MEMBUAT SISTEM PROPORSIONAL TERBUKA RELEVAN DIPILIH 

Secara umum stakeholder dan aspirasi masyarakat yang menginginkan untuk mempertahankan sistem proporsional terbuka berkutat pada esensi demokrasi yang jelas tercerminkan pada sistem proporsional terbuka dan dilegitimasi secara kuat oleh Putusan Perkara No.22-24/PUU-VI/2008 yang mengarahkan pada sistem proporsional terbuka yang lebih sejalan dengan konstitusi. Rel-rel yang diberikan oleh konstitusi juga hadir pada sistem proporsional terbuka walaupun tidak seluruh instrument proporsional terbuka konsekuen dengan konstitusi yang ada. Seperti misalnya pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945 terkait kedaulatan rakyat, pasal 22E ayat 1 terkait asas-asas pemilu, khususnya asas langsung dan adil yang jelas esensinya hanya hadir pada sistem proporsional terbuka bukan pada tertutup, pasal 27 ayat (1) terkait kesamaan kedudukan hukum dan kesempatan yang sama dalam pemerintahan (equality and opportunity before the law), begitu juga dengan pasal 28D ayat (3) yang secara substansi mirip yakni terkait hak kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Pada turunan hukumnya yakni UU No. 7 Tahun 2017 pasal 168 ayat (2) juga secara jelas menyatakan bahwa pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kab/Kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka dan argumen-argumen lainnya. Jadi esensi, semangat, dan intensitas demokrasi yang ada pada sistem proporsional terbuka yang sesuai dengan substansi demokrasi pada dasarnya menjadi basis alasan sistem ini lebih dipilih, ditambah memang negara kita pun mengadopsi sistem demokrasi. Ditambah ketidakmemadaian internal partai politik dan gejala oligarki yang hadir membuat stakeholder dan masyarakat enggan untuk memilih sistem proporsional tertutup yang bagi mereka juga hanya memberikan keuntungan pada kelompok tertentu, khususnya elit partai politik.

Dan jika kita mengacu pada hasil survey dari Indikator Politik Indonesia yang dirilis pada Februari 2023, sebanyak 80% menginginkan sistem proporsional terbuka, dan ini terdiri dari semua demografi yang ada dan konstituen dari partai politik masing-masing.

"Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan, Sekretariat Bersama Kodifikasi UU Pemilu tetap mendorong diterapkannya sistem proporsional terbuka disertai perbaikan dan penguatan instrumen-instrumennya," ujar anggota Sekber yang juga merupakan Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini di Jakarta, Minggu (31/7).

Berikut ini adalah alasan Sekretariat Bersama Kodifikasi UU Pemilu mempertahankan sistem proporsional terbuka.

Meningkatkan keterkaitan hubungan antara caleg dengan pemilih. Dalam sistem proporsional terbuka pemilih dapat langsung memilih caleg sesuai dengan yang diinginkannya tanpa ditentukan dengan partai politik. Artinya hubungan antara caleg dan pemilih akan semakin erat;

Proses rekrutmen caleg di internal partai politik masih bersifat tertutup, jika sistem pemilu yang digunakan adalah sistem proporsional tertutup maka tidak ada ruang bagi pemilih untuk menyeleksi secara langsung caleg yang diinginkannya, sementara dengan sistem proporsional terbuka pemilih dapat memutus oligarki partai tersebut;

Bagi calon legislatif perempuan sistem proporsional terbuka memberikan pembelajaran mengenai bagaimana cara berkompetisi dalam pemilu, jika sistem pemilu diubah maka apa yang selama ini sudah dipelajari oleh para caleg perempuan tersebut akan sia-sia;

Partai politik dituntut untuk melakukan rekrutmen caleg secara demokratis sehingga meskipun sistem pemilu yang digunakan adalah sistem proporsional terbuka bukan caleg yang hanya memiliki popularitas yang tinggi dan memiliki modal besar yang dipilih menjadi caleg tetapi yang memang memiliki dukungan dari grassroot;

Sistem pemilu proposional daftar terbuka memang membawa banyak masalah, mulai dari tuduhan menyuburkan politik uang sampai menghasilkan anggota parlemen kualitas rendah. Namun mengubah sistem pemilu proposional daftar terbuka menjadi sistem proporsional daftar tertutup, bukan memperkuat dan menyuburkan kembali oligarki politik, tetapi juga membunuh partisipasi politik berkualitas yang mulai tumbuh di masyarakat. Oleh karena itu yang perlu dilakukan adalah penyempurnaan sistem pemilu proporsional daftar terbuka;

Penyempurnaan sistem pemilu proporsional daftar terbuka dilakukan dalam dua aspek: sistem dan manajemen. Dalam sistem pemilu: pertama, variabel besaran daerah pemilihan perlu diperkecil menjadi 3-6 kursi agar calon dan pemilih lebih mudah saling mengenali dan saling bertanggungjawab; kedua, variabel metode pencalonan dipertegas, pemilih hanya memilih calon sebab memeilih calon berati memilih partai politik karena calon diajukan partai politik. Kemudahan memilih ini akan membuat pemilih dan calon fokus dalam berkampanye;

Sementara itu dalam aspek manajemen, perbaikan dilakukan terutama dalam metode kampanye. Di sini undang-undang mengharuskan interkasi yang kuat antara pemilih dan calon sehingga mereka tidak hanya saling kenal tetapi juga saling bertanggung jawab, baik pada masa pemilu maupun pasca pemilu;

Sistem pemilu proposional daftar terbuka terbukti mampu meningkatkan jumlah perempuan di parlemen. Lebih dari itu sistem ini telah mendorong perempuan untuk berpolitik praktis di lapangan melalui berbagai kegiatan pemenangan pemilu. Pendewasaan politik perempuan yang dikondisikan oleh sistem pemilu proporsional daftar terbuka ini menjadi modal penting buat gerakan politik perempuan pada masa mendatang;

Upaya menjamin perempuan masuk parlemen melalui pemilu, tidak cukup hanya bersandar pada ketentuan "keterwakilan 30% perempuan dalam daftar calon" dan "sedikitnya satu dari tiga calon adalah perempuan" tetapi juga harus ditambah ketentuan baru "sekurang-kurangnya 30% daerah pemilihan calon perempuan ditempatkan pada nomor urut 1";

Ketentuan ini penting dengan dua pertimbangan: pertama, pengalaman pemilu sebelumnya menunjukkan, calon terpilih 90% berasal dari calon nomor urut 1; kedua, dengan pengecilan besaran daerah pemilihan menjadi 3-6 kursi maka akan semakin banyak jumlah daerah pemilihan, sehingga calon perempuan bernomor urut 1 juga harus tersebar secara secara proposional sesuai prinsip minimal 30% perempuan.

B.  IMPLIKASI IMPLEMENTASI SISTEM PROPORSIONAL TERBUKA

Sistem proporsional terbuka bukanlah sistem yang benar-benar sudah mapan dan solid. Walaupun sistem proporsional terbuka kini sudah diadopsi secara konsisten dari beberapa pemilu terakhir kita, tapi tetap saja sistem proporsional ini tidak lepas dari dampak plus atau minusnya, pro dan kontranya, atau kelebihan dan kekurangannya. Sistem ini masih banyak mendapat sorotan dan kritik dari para banyak ahli sehingga masih perlu penyempurnaan pada beberapa sub-bagiannya.

Kelebihan

  • Dalam sistem ini, rakyat secara direct atau langsung memilih calon yang diusulkan oleh partai politik. Sistem ini meningkatkan akuntabilitas wakil rakyat terhadap konstituennya. Secara konkret, wakil rakyat di suatu daerah pemilihan akan diketahui jelas oleh rakyat di daerah tersebut. Rakyat mengetahui siapa yang mewakili mereka dan siapa yang bertanggungjawab untuk menyuarakan suara mereka di parlemen.
  • Mempunyai derajat keterwakilan yang tinggi serta memiliki tingkat keadilan yang tinggi untuk caleg peserta pemilu.
  • Membuat masyarakat dapat melihat serta menyeleksi secara cermat caleg-caleg yang tampil untuk dipilih oleh masyarakat sehingga dampaknya masyarakat dapat lebih selektif dan rasional di dalam memilih caleg yang didukung Juga meningkatkan partisipasi masyarakat khususnya terkait direct punishment. 
  • Mengurangi nepotisme
  • Menghindari caleg-caleg yang tidak punya andil atau sumbangsih di dapil untuk maju berkontestasi.

Kekurangan

  • Pertarungan menjadi berganda dan kompleks, selain persaingan antar partai politik, sesama caleg dari partai yang sama pun akan bersaing untuk mendapatkan suara terbanyak sehingga setiap calon akan mengeluarkan biaya besar dalam kampanyenya yang berimbas pada ongkos politik yang begitu mahal.
  • Money politics dan KKN akan merajalela
  • Akan melahirkan pemilih yang pragmatis. Para pemilih akan cenderung memilih para calon yang kuat secara finansial
  • Partai-partai cenderung pragmatis, mencari tokoh terkenal dan populer atau vote getter seperti artis dan sebagainya untuk mendulang suara sehingga minim standar kualifikasi pencalonan.
  • Partai akan cenderung kurang dalam menentukan peran, gagasan, dan kaderisasi politik.
  • Kinerja calon anggota legislatif yang terpilih tidak optimal dan maksimal. Mengingat pada saat proses kampanye, caleg tersebut mengeluarkan banyak dana kampanye, maka mereka akan cenderung berpikir agar dana yang telah mereka keluarkan dengan begitu banyak dapat kembali (balik modal).

REFERENSI

Asy'ari, Asnan. Pemilu Proporsional Terbuka Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum Dalam Perspektif Siyasah Dusturiyah. Pekanbaru: Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, 2021.

Mashad, Dhurorudin. Reformasi Sistem Pemilu dan Peran Sospol ABRI. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 1998.

Pratiwi, Diah Ayu. "Sistem Pemilu Daftar Terbuka di Indonesia: Melahirkan Korupsi Politik?", Jurnal Trias Politika Vol. 2 (2018).

Ramdani, Muhammad Doni dan Fahmi Arisandi. "Pengaruh Penggunaan Sistem Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat Proporsional Daftar Terbuka," Jurnal Rechtsvinding Vol. 3 (April 2014).

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. MPR RI, cetakan kesembilanbelas. Tersedia di https://www.mpr.go.id/img/sosialisasi/file/1610334013_file_mpr.pdf

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum. Tersedia di https://www.mkri.id/public/content/pemilu/UU/UU%20No.7%20Tahun%202017.pdf

Mochtar, Zainal Arifin. "Pro Kontra Pemilu Proporsional Terbuka Vs Tertutup," 13 Februari 2023, tersedia di https://www.youtube.com/watch?v=4dYpQoWFCiI

Wulandari, Trisna. "Apa Itu Sistem Pemilu Proporsional Tertutup? Begini Kelebihan dan Kekurangannya," tersedia di https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6505809/apa-itu-sistem-pemilu-proporsional-tertutup-begini-kelebihan--kekurangannya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun