Sebagian kalangan LSM, Ormas, organisasi mahasiswa dan pemuda nampak semakin intens mendesak DPR RI untuk menghentikan pembahasan RUU Cipta Kerja yang berlangsung mulai 14 April 2020. Mereka menuntut DPR cukup fokus serta memaksimalkan fungsi anggaran dan pengawasan pada penanganan wabah Covid-19.Â
Pasalnya wabah Covid-19 dinilai mereka menyebabkan banyak masyarakat kesulitan bekerja bahkan berhenti bekerja. Sejak awal, RUU Cipta Kerja memang sudah menuai kritik dari berbagai elemen buruh dan masyarakat dan dianggap bermasalah secara substansi maupun formil. Salah satu contoh permasalahan substansi dalam RUU Cipta Kerja yang diungkapkan mereka adalah kemudahan dan fasilitasi investasi yang dilakukan dengan menghilangkan partisipasi dan consent petani dan masyarakat adat akan berdampak pada meningkatnya diskriminasi hak-hak petani dan masyarakat adat. Selain itu, RUU Cipta Kerja juga dinilai berpotensi menghilangkan hak-hak buruh atas masa depan, upah dan jaminan yang layak atas keberlangsungan hidupnya.
Karenanya kalangan antipati RUU Cipta Kerja ini menuntut Presiden Joko Widodo menunda pembahasan RUU Cipta Kerja yang dimulai pada 14 April 2020 dengan agenda Rapat Kerja DPR dengan Pemerintah.Â
Selain itu mereka bersikeras menuntut pemerintah menarik Surat Presiden (Supres), Draf, dan Naskah Akademik RUU Cipta Kerja untuk disempurnakan dengan menghilangkan pasal-pasal kontroversial yang dinilai mereka bertentangan dengan prinsip negara hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Padahal jika kita mengkaji dan menganalisis secara objektif dan jernih, maka justru keberadaan RUU Cipta Kerja yang saat ini sedang dibahas oleh DPR diharapkan dapat mengatasi berbagai dampak pandemi Covid-19 terhadap berbagai sektor perekonomian nasional, seperti pariwisata dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Pada sektor pariwisata, kita tahu sebagian besar hotel sudah tidak beroperasi atau tutup, bahkan hotel bintang 3 hingga bintang 5 di beberapa kota wisata seperti Bali sudah mulai dijual karena para pengusaha perhotelah terbebani beban bunga dari pinjaman Bank.Â
Sedangkan pada sektor UMKM, beberapa industri rumahan hingga pedagang mengalami kesulitan bahan baku serta penurunan penjualan. Apalagi, data Kemnaker menunjukkan jumlah pekerja yang sudah terkena PHK mencapai 1,1 juta serta pekerja dirumahkan tanpa dibayar justru lebih banyak, sedangkan data Kadin menunjukkan jumlah PHK dan pekerja dirumahkan sudah mencapai lebih dari 2 juta orang.Â
Sehingga dengan demikian, justru pembahasan RUU Cipta Kerja diharapkan dapat memberikan harapan terhadap perbaikan ekonomi Indonesia kedepan, sehingga kelompok antipati terhadap kebijakan tersebut seharusnya dapat menyadari kondisi tersebut serta mendukung kebijakan pemerintah dalam proses perumusan Omnibus Law RUU Cipta Kerja di Indonesia. Jika ada substansi RUU Cipta Kerja yang dinilai tidak pas maka mereka harus manfaatkan sebesar-besarnya ruang dialog dan komunikasi publik dalam pembahasan RUU Cipta Kerja di parlemen.
Bagaimanapun juga langkah melanjutkan proses perumusan RUU Cipta Kerja oleh DPR menjadi bentuk upaya DPR memenuhi tanggung jawab legislasi serta tetap produktif dalam masa pendemi Covid-19 di Indonesia. Namun langkah tersebut tetap harus disertai dengan keterbukaan informasi dan ruang diskusi bagi setiap elemen masyarakat untuk memahami materi RUU Cipta Kerja serta menyampaikan aspirasi dan masukan dalam proses pematangan draft RUU, sehingga lebih bersifat produktif dan konstruktif dibandingkan dengan aksi-aksi pengerahan massa ditengah pandemi Covid-19 yang akan semakin mengancam stabilitas perekonomian negara dan kesehatan masyarakat.
Ancaman Covid-19 yang semakin masif sangat berdampak terhadap berbagai lini ekonomi Indonesia seperti pariwisata, industri, serta UMKM, sehingga menciptakan tingginya potensi PHK serta lonjakan angka pengguran di dalam negeri. Kondisi tersebut menuntut berbagai intervensi pemerintah melalui perumusan regulasi serta kebijakan strategis dalam pemulihan perekonomian nasional nantinya, salah satunya melalui RUU Cipta Kerja di Indonesia.Â
Proses pembahasan materi RUU Cipta Kerja di tingkat DPR diharapkan dapat lebih optimal dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat mulai dari serikat pekerja / buruh hingga pakar dan akademisi sehingga dapat menghasilkan aturan perundang-undangan yang objektif dan optimal dalam percepatan pemulihan perekonomian nasional pasca pandemi Covid-19 di Indonesia.
Desakan-desakan dari berbagai kalangan untuk menunda pembahasan RUU Cipta Kerja boleh saja terus bergulir dilakukan segelintir elemen masyarakat. Namun mereka bukanlah presentasi dari rakyat yang sesungguhnya. Alasan utama mereka tidak pas bahwa situasi bencanan Non Alam penyebaran Covid-19 perlu diprioritaskan, sehingga seluruh fokus dari lembaga negara agar di arahkan ke penanganan Covid-19.Â