Mohon tunggu...
atanera de gonsi
atanera de gonsi Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menyanyi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta Lewat Sebuah Gambar

13 Februari 2023   23:24 Diperbarui: 13 Februari 2023   23:54 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerpen oleh Sirilus Gonsi

Hari siang. Sepi, tidak ramai seperti biasanya di Bengkel.  Tidak ada bunyi mesin di Bengkel tersebut. Pemilik bengkel tertidur. Aku sendiri. Pikiranku melayang entah. Aku menunduk. Lama aku bergulat dengan pikiran sendiri.

"Selamat siang".  Seseorang menyapaku. Dia menyerahkan bungkusan padaku. Bungkusan itu berwarna hitam. Di luarnya tertera nama dan alamat tempat tinggalku. Tidak ada nama dan alamat pengirim. Aku penasaran akan isi dari bungkusan itu. Aku ragu-ragu untuk membukanya. Mungkin orang salah mengirim sesuatu padaku. Biasanya siapa yang mengirim barang kepadaku, terdahunya disampaikan melalui pesan WhatsApp.  Kalaupun barangnya untuk dititipkan untuk dikirim dan diantar tetap diawali pesan Whatsapp.

Setelah menerima kiriman itu aku kembali ke rumah. Masih ragu dengan asalnya kiriman itu aku menyimpan saja di atas meja. Pikiranku selalu bertanya siapa yang mengirimkan bungkusan itu. Aku sendiri an dan mencoba menduga-menduga siapa yang mengirimkan bungkusan itu. Aku bertanya pada Lauh temanku melalui pesan whatsapp. Lauh mengaku bukan dia yang mengirimkannya. Kemudian aku menghubungi Osin mantan pacarku, apakah dia ada mengirim sesuatu untukku. Osin menjawab bukan, dan dia mengolokku."kau percaya diri sekali, dan merasa diri inti". Osin mengata-ngataiku dengan omelan yang tidak rasional.

Aku belum menemukan Jawaban pasti akan kiriman itu. Perasaan dan pikiran tidak tenang. Aku minum air putih. Setelah itu aku memberanikan diri membongkar bungkusan itu. Kurobek kresek hitam yang membungkus bagian luarnya. Ada kertas putih yang membungkus bagian dalamnya. Kertas putih itu dilem rekat dan sangat apik.

Pada kertas putih itu juga tidak ditemukan alamat pengirimnya.  Dikertas itu tertera nama dan alamatku sebagai penerima. Apakah ini Surat? Kalaupun surat siapa pengirimnya. Pengirim bungkusan itu sepertinya memberi teka-teki untuk dijawab.  Aku membuka kertas itu. Aku merobeknya pada bagian yang direkatkan dengan lem di ujung atas.  Isi kiriman itu adalah sebuah buku gambar dengan dua buah pensil terang hitam dan terang merah.  Masih belum ditemukan juga siapa pengirimnya.

Melihat isi kiriman itu, aku menggeleng kepala. Apa maksudnya kiriman itu. Aku bukan seorang pelukis. Aku hanyalah tukang ojek yang penghasilannya tidak tentu. Keluargaku tidak ada yang menjadi pelukis. Keluargaku adalah buruh harian yang tidak tetap. Kadang mereka bekerja sebagai pengrajin gula aren dan pengrajin tuak. Keluargaku juga bukan pekerja tukang kayu yang membutuhkan pensil dan kertas untuk gambar dan lostat barang bangunan.
Ahh kiriman ini, apa maksudnya. Hari makin siang, dan aku berkutat dengan pikiranku sendiri. Rasa lapar mulai menyerang. Tiba tiba handphoneku berdering.

"Selamat siang kak. Apa kirimannya sudah diterima?" Suara seorang perempuan yang menelpon. "Sudah". Aku menjawabnya.

"Kalau boleh tau, siapa yang mengirim kiriman ya?" Aku bertanya kepada perempuan penelpon.

Tidak ada jawaban dan telepon dimatikan. Aku menggerutu dan makin penasaran. Handphone berbunyi lagi ada pesan whatsapp masuk.

"Aku Icha kak. Icha yang pernah kakak antar. Itu hadiah valentine untuk kakak. Semoga kakak senang menerimanya."

Rasa penasaranku selesai dan hatiku lega. Bayangan wajah cantik Icha terlintas di benak. Kenangan pengalaman pelukan saat pertemuan tak terduga itu, terbayang. Ahh Icha. Wajah cantikmu penyulut kobaran api rindu yang tak akan usai. Rasa cinta ini memang masih tersimpan untukmu Icha. Aku guman sendiri, kemudian senyum sendiri kayak orang kurang waras.

Buku gambar itu aku buka. Hanya Ada kertas putih. Tidak ada tulisan ucapan selamat valentine day. Ku pegang dua buah pensil yang telah diruncing itu. Aku terdiam. Untuk apa aku mendapatkan hadiah seperti ini. Hadiah ini cocoknya untuk anak sekolah mungkin, sedangkan aku seorang tukang ojek. Hadiah ini nihil manfaat untukku. Adalah bermanfaat jika aku diberi hadiah helm misalnya, atau jeket. Pokoknya lebih bermanfaat bila seorang tukang ojek dihadiahi barang-barang untuk keperluan ojek.

Hari menjelang petang. Aku kembali ke bengkel berharap ada penumpang ojek. Di bengkel masih sepi dan pemilik bengkel sibuk dengan mencuci motornya sendiri. Aku duduk di bangku yang pernah Icha duduk. Kenangan pertemuan pertama dengannya terlintas di benak. Aku duduk sambil merokok. Pikiranku berpusat pada jenis hadiah valentine yang aku terima. Adakah maksud di balik hadiah itu? Bagaimana aku menggunakan dan memanfaatkan hadiah itu? Berlaksa-laksa pertanyaan terkait hadiah itu silih berganti di kepalaku. Pikirankupun penat.

"Minum kopi Kak" istri pemilik bengkel menghidangkan kopi. Aku minum kopi sambil merokok. Asap rokok kuhembuskan menuju cakarawala. Asap rokok itu mengepul beterbangan bersama angin petang hari itu. Saat tegukan terakhir aku telan, aku teringat sebuah tulisan yang ditempelkan pada spakbor motor temanku yaitu sebatang rokok dan secangkir kopi, inspirasi.

Hari itu tak satupun penumpang ojek. Hari  sudah petang dan aku kembali ke rumah. Kuambil kiriman tadi. Buku gambar aku posisikan di depanku. Aku ambil pensil terang hitam. Kumulai memggambar. Aku menggambar hati manusia. Gambar itu aku jiplak dari sehelai koran pembungkus sepatu yang kudapatkan dari kardus sepatu. Gambar itu agak besar seukuran kertas A4.  Selesai menciplak bagian luarnya, gambar itu aku warnai dengan pensil terang merah sesuai gambar yang aku lihat di kertas koran. Selesai mewarnai, aku menggambar anak panah menempel pada gambar hati itu. Hasilnya seperti gambar hati yang dilukai. Agak sempurna.

Gambar hati yang dilukai itu aku simpan di atas meja tepat di depanku. Kupandangi gambar itu, sambil berguman aku mencintaimu Icha. Aku tambahkan namaku  dan nama Icha pada gambar hati itu. Kemudian aku ambil handphone dan memfoto gambar hati itu.  Setelahnya aku mengirimkan gambar itu ke Icha melalui pesan whatsapp. Lalu aku mengirimkan pesan whatsapp berikutnya pada Icha. "Cha terimalah hadiah valentine ini. Ini adalah hadiah terindah untukmu".
"Aku mencintaimu juga" balas Icha dibarengi dengan emot love.  Hari mengendap dalam petang. Malam sebentar lagi hadir menemani kayalan manisku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun