Oleh Sirilus Gonsi
Apa itu filsafat? Ada bervariasi jawaban untuk pertanyaan ini. Filsafat bisa dimengerti sebagai sebuah ilmu yang melatih untuk berpikir kritis. Ilmu filsafat juga mengajarkan tentang kebenaran. Melalui ilmu filsafat manusia bisa memikirkan secara rasional tentang realitas hidup, berbicara tentang dirinya sendiri, tentang lingkungannya juga berbicara tentang Tuhan.
Menurut asal katanya filsafat berasal dari kata bahasa Yunani yaitu Philia yang berarti cinta, dan sophia yang berarti kebijaksanaan, kebenaran atau pengetahuan. Filsafat berarti cinta akan kebijaksanaan. Dr. Kondrad Kebung dalam bukunya filsafat itu indah mengatakan bahwa kebijaksanaan yang selalu melekat pada filsafat haruslah dilihat secara universal sebagai suatu kesatuan dan pemahaman yang menyeluruh. Plato, filsuf asal Yunani menjelaskan bahwa kebijaksanaan itu selalu dipengaruhi oleh karya akal yakni kapasitas intelektual untuk melihat kebenaran. Kebijaksanaan yang berisikan intelek dan kebenaran menolong manusia untuk membina hidup yang baik. Ini berarti melalui kebijaksanaan manusia berpartisipasi dalam kebaikan sebagai forma tertinggi.
Setiap orang memiliki filsafat berpikir atau pandangan hidupnya tersendiri sesuai dengan latar belakang hidup, sejarah, pendidikan dan kebudayaannya. Demikian juga dengan orang manggarai yang terletak di Flores Barat. Sebagai sebuah suku yang menghidupkan kebudayaannya ata manggarai (sebutan untuk orang manggarai) memiliki pandangan hidup atau filsafat berpikirnya sendiri. Salah satu yang akan dijelaskan di sini adalah filsafat tentang bagaimana menghargai hidup untuk menunjang kebersamaan dalam eksistensi manusia. Sikap hiang (menghargai, menghormati) merupakan sebuah kebijaksanaan tentang betapa pentingnya menghargai dan menghormati orang lain dalam kehidupan bersama atau co-existensi.
Hiang merupakan suatu kebijaksanaan hidup yang paling tinggi bagi ata manggarai. Hiang  adalah sebuah proses partisipasi orang manggarai dalam proses kehidupan untuk mencapai dan membina hidup yang baik. Hiang merupakan kebijaksanaan hidup untuk mengharhai kehidupan manusia itu sendiri, membina hidup yang baik untuk kebaikan bersama. Hiang adalah kebijaksanaan untuk melestarikan kehidupan itu sendiri.
Secara sosioantropologi, sebutan orang Manggarai adalah sebutan untuk orang-orang yang mendiami wilayah manggarai bagian Flores Barat. Orang Manggarai adalah suku bangsa yang tinggal di Manggarai dengan bahasa aslinya adalah bahasa manggarai. Orang manggarai adalah salah satu suku bangsa yang menghargai hidup itu sendiri. Penghargaan untuk kehidupan itu sendiri melalui kepercayaannya pada Tuhan (imbi Mori). Selain itu mereka juga memiliki berbagai kearifan lokal dan kebijaksanaan hidup untuk menunjang keberlangsungan hidup sukunya.
Secara sosiologis, orang manggarai memiliki kebijaksanaan hidup untuk ada bersama dengan yang lain. Hiang adalah kebijaksanaan hidup untuk kehidupan bersama yang harmonis dan menghindari konflik. Hiang adalah filsafat hidup damai. Jadi Hiang adalah cara pandang tentang hidup, supaya hidup teratur, harmonis, damai, demokratis, dan menghindari konflik dalam keluarga, konflik dengan orang yang meninggal, dan konflik dengan sesama manusia.
Hiang adalah suatu proses kebijaksanaan dan keterlibatan dalam hidup. Hiang, adalah cara hidup dalam konteks ada bersama dengan yang lain juga dengan eksistensi diri sendiri dan keterjalinan hidup dengan Tuhan. Bagi orang Manggarai Hiang adalah filsafat untuk menghargai kehidupan bersama.
Hiang sebagai filsafat hidup tentunya diimplementasikan dalam berbagai jalinan hubungan hidup manusia untuk menjamin eksistensi dirinya dan juga eksistensi hidup orang lain serta keterjalinan hidupnya dengan Tuhan. Sikap Hiang ini dipraktikkan dalam berbagai jenis relasi manusia itu sendiri. Sikap hiang dipraktikkan dalam keterjalinan hidupnya dengan Tuhan, keterjalinan hidupnya dengan orang yang sudah meninggal, keterjalinan hidup dalam keluarga, masyarakat dan juga dengan tamu.
Hiang mori kraeng (Menghargai dan menghormati Tuhan)
Orang manggarai percaya bahwa kehidupan itu berasal dari Tuhan. Manusia, alam beserta isinya diciptakan oleh Tuhan. Mereka percaya juga bahwa hidup dan mati ditentukan oleh Tuhan. Karena itu orang manggarai mesti menghargai, menghormati bahkan menyembah Tuhan. Orang manggarai percaya akan eksistensi Tuhan. Tuhan itu disebut dengan Mori Kraeng (Tuan di atas tuan). Untuk eksistensi Tuhan ini diyakini dengan sebutan Mori ata ngaran, ata jari agu ata dedek (Tuhan itu pemilik, penyelenggara dan pencipta kehidupan). Selain itu Tuhan dilihat sebagai perwujudan persatuan alam semesta dengan sebutan par awo kolep hale, tana wa awang eta. Tuhan sebagai penyelenggara kehidup mesti dihormati dan dihargai supaya kehidupan di bumi ini terus berlanjut.
Hiang ata mata (Menghargai dan menghormati orang yang sudah meninggal)
Orang Manggarai percaya bahwa ketika seorang meninggal, badannya saja yang mati, sementara jiwanya tetap hidup. Karena itu sebutan untuk orang yang telah meninggal ini adalah ata pa'ang ble (orang yang hidup di seberang). Orang manggarai percaya bahwa orang yang telah meninggal memiliki kehidupan baru setelah kematian. Mereka yakin bahwa orang yang sudah meninggal hidup bersama Tuhan. Karena orang yang telah mati hidup bersama Tuhan, mereka diyakini memiliki peran untuk kehidupan orang yang masih hidup. Orang yang sudah meninggal masih memiliki tanggung jawab untuk orang yang masih hidup. Masih ada relasi antara orang yang hidup dengan orang yang sudah meninggal. Atas alasan ini, sehingga perlu memiliki sikap hiang untuk orang yang sudah meninggal. Bentuk hiang ini berupa pemberian sesajian untuk orang yang meninggal melaui teing hang kolang (beri makan untuk orang yang sudah meninggal).
Â
Hiang Ende agu Ema Kudut Lewe Mose One Lino (menghargai dan menghormati mama dan bapa/orang tua supaya lama hidup di bumi)
Hiang ende agu ema merupakan suatu keutamaan dalam kehidupan, sebab orang manggarai percaya bahwa orang tua merupakan wakil Tuhan di bumi. Hal ini mengindikasikan peran orang tua dalam menunjang kelangsungan hidup anak-anaknya dan meneruskan keturunan. Orang tua dianggap sebagai "pencipta" karena memberikan kelanjutan keturunan di bumi dalam hal berkembang biaknya manusia.
Hiang Hae Ata (menghargai dan menghormati orang lain)
Hae ata dari kata hae dan ata. Hae artinya teman atau sahabat. Ata artinya orang lain seperti tamu, orang lain). Hae ata artinya orang lain seperti teman, sahabat, tamu bahkan orang yang baru saja berkenalan. Bagi orang manggarai hae ata mesti dihargai dan dihormati supaya terjadi kedamaian dan keharmonisan dalam berinteraksi sosial. Orang lain diharhai supaya tidak terjadi konflik. Karena itu proses penghargaan terhadap kehadiran orang lain menjadi pilihan keutamaan dalam hidup. Perlakukanlah orang lain sebagaimana anda ingin diperlakukan adalah filsafat hidup yang terus diperjuangkan untuk kebaikan dalam eksistensi manusia. Hiang hae ata cama neho hiang weki ru (hormatilah sesamamu sama seperti engkau menghormati dirimu sendiri).
Hiang Weki Ru (Menghargai dan menghormati diri sendiri)
Diri sendiri juga perlu dihargai. Be yourself (kenalilah diri anda sendiri) adalah sebuah ungkapan untuk proses kesadaran diri sendiri. Diri sendiri adalah dasar untuk bertindak. Supaya diri sendiri dihargai mesti menghargai orang lain. Ini adalah relasi timbal balik demi menunjang  dan menghargai hidup itu sendiri.
Hiang mesti dipraktikkan dalam hidup sehari-hari. Ketika proses hiang tidak dilaksanakan yang terjadi adalah konflik dan tidak mengenal diri sendiri. Sikap hiang adalah sebuah keutamaan dalam hidup bersama demi menunjang eksistensi hidup manusia. Ketika sikap hiang dipraktikkan dengan baik, ada penghargaannya berupa naring (apresiasi untuk suatu perbuatan yang baik).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H