Pada tingkat SMP dan SMA, pengajaran jangan hanya melulu titah mencari ide pokok, topik, atau kalimat utama disaat soal ujian yang keluar kerap meminta analisis, yang mana butuh ditanggulangi oleh materi linguistik seperti tata bahasa, gaya bahasa hingga kalimat rumpang, yang sayangnya susah ditemui di kurikulum. Peran guru juga krusial dalam menggiring keberhasilan siswa menang di ujian bahasa ibunya sendiri. Tingginya daya jual Bahasa Inggris di komunikasi antar siswa, mesti diatasi dengan budidaya kembali Bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai mandat nasional lewat percontohan yang baik dari para guru, pejabat, dan influencer.
Adapun di tingkat perguruan tinggi, Bahasa Indonesia mesti menjadi resep dari kesuksesan karya tulis. Materi tata bahasa Indonesia, penyusunan kalimat, penyusunan paragraf, hingga tugas akhir, mesti diimbangi dengan banyaknya latihan praktik. Sebagai siswa paling sulung, mahasiswa juga harus mampu berkomunikasi paling baik seperti yang diharapkan output pendidikan Bahasa Indonesia. Jika tidak, lantas bagaimana mahasiswa mengemban tugasnya menjadi agen perubahan dan penyambung lidah antara pemerintah dengan masyarakat?
Pemerintah, lembaga pendidikan, dan para civitas akademika perlu bebenah terhadap sistem pengajaran Bahasa Indonesia. Guru mesti melakukan penyegaran belajar dan dosen mesti mengajar dengan kualifikasi, jangan sampai malah terjadi malapraktik. Jangan sampai bahasa ibu yang menjadi primadona di luar negeri justru menjadi kompetitor di negerinya sendiri. Populernya bahasa ibu di negeri lain, hingga menghasilkan kesuksesan bagi warga negara asing, boleh saja membuat kita jumawa, namun apalah jumawa jika situasi dalam negeri justru darurat revisi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H