"Aku lihat dari kehidupan dia, dia juga punya usaha, kehidupannya juga mewah. Jadi aku mikir kalau hal kaya gini terjadi, ya dia bisa ganti. Ya salah sih karena aku percaya" ungkap A, salah satu korban penipuan lelang arisan JZF di Kota Bandung.Â
Tidak masuk akal, tapi tetap memakan korban. Kasus penipuan arisan online dengan modus lelang arisan seakan tidak memberi efek jera bagi pelaku maupun korban. Arisan yang semula berfungsi sebagai pengumpulan dana bersama dan mempererat hubungan baik, justru menjadi mimpi buruk bagi sebagian orang.Â
Seperti kasus penipuan lelang arisan yang terjadi di Kota Bandung. Kasus ini terungkap setelah cuitan X @d**pzly pada awal November ramai diperbincangkan publik. Akun tersebut mengunggah dugaan penipuan lelang arisan yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Islam Bandung (UNISBA) berinisial JZF.Â
Semua berjalan tanpa masalah saat JZF menjadi admin arisan dengan sistem menabung. Namun, kasus penipuan mulai terjadi saat terduga pelaku menawarkan arisan dengan sistem lelang. Sistem arisan yang ditawarkan berupa arisan berbunga dengan keuntungan lebih besar dalam jangka waktu yang cepat. Terduga pelaku akan menentukan jumlah dan waktu penerimaan uangnya, sehingga korban cukup membeli arisan yang sudah disediakan.Â
Darimana keuntungan yang ditawarkan terduga pelaku kepada para korban? Terduga pelaku seperti berusaha memutarkan uang yang diberikan oleh para anggota arisan sebagai modal awal. Ketidaktahuan tentang sistem ekonomi justru membuat JZF terjebak dalam lingkaran yang ia bentuk sendiri.Â
Pola penipuan pada lelang arisan JZF tidak jauh berbeda dengan deretan kasus penipuan arisan lainnya. Korban akan berhasil mendapatkan keuntungan di awal. Setelah itu, terduga pelaku akan kembali menawarkan lelang di hari dan jumlah yang berbeda. Memasuki lelang arisan berikutnya, uang yang dijanjikan tidak kunjung dibayarkan. Terduga pelaku akan mulai menghilang hingga para korban menyadari bahwa mereka adalah korban penipuan.Â
Faktor yang mendorong para korban untuk mengikuti lelang arisan cukup beragam. Faktor terbesar datang dari psikologis dan finansial.Â
Dalam kasus penipuan lelang arisan JZF, faktor A sebagai korban memutuskan untuk mengikuti lelang arisan adalah rasa percaya. Tidak ada masalah saat mengikuti arisan menabung dan ditawari keuntungan jika mengikuti lelang arisan mampu meyakinkan A.Â
Rasa percaya terhadap terduga pelaku semakin kuat dengan adanya faktor kedekatan. Berasal dari kampus yang sama serta beberapa kali membeli barang usaha milik terduga pelaku turut menjadi alasan yang meyakinkan. Selain itu, branding gaya hidup mewah dan memiliki bisnis sukses seringkali dipamerkan JZF di media sosial.Â
Beberapa alasan di atas dapat dikatakan berasal dari faktor psikologis yang dimiliki korban. Optimisme yang berlebihan dan berharap mendapatkan hasil positif justru menjebak korban. Keberhasilan orang disekitar korban yang mengikuti lelang arisan yang sama turut memotivasi korban untuk ikut. Seakan terhipnotis dengan rasa percaya dan keuntungan yang ditawarkan, para korban seakan buta akan resiko yang bisa dialami.Â
Adanya keterikatan emosional antara terduga pelaku dan korban juga termasuk ke dalam faktor psikologis. Memiliki hubungan pertemanan, pernah bermitra, hingga satu kampus tentu dapat mendorong para korban untuk masuk ke dalam lingkaran lelang arisan.Â
Finansial juga menjadi faktor mendasar bagi para korban untuk masuk ke dalam sistem arisan yang tidak masuk akal. Diimingi keuntungan yang menggiurkan dalam waktu cepat, di tengah situasi perekonomian yang mungkin sedang membutuhkan uang. Situasi tersebut membuat seseorang lebih rentan terhadap tawaran yang berujung penipuan. Lelang arisan sekan menjadi solusi alternatif untuk meningkatkan pemasukan.Â
Budaya konsumtif yang ada di tengah masyarakat menjadikan individu ingin mendapatkan uang dengan cepat. Bukan hanya menjadi korban arisan, tetapi individu turut menjadi korban dari sistem gaya hidup. Demi mendapatkan keuntungan agar terlihat kaya dan sukses, lelang arisan seperti pilihan untuk memenuhi pikiran konsumtif tersebut.Â
Para pelaku melihat fenomena ini sebagai strategi yang dapat dicoba untuk menarik perhatian calon korban. Harapan bahwa calon korban akan mengabaikan keraguan dan resiko yang akan dihadapi. Padahal, pelaku sendiri juga akan menjadi korban ketidaktahuan atas sistem yang ia tawarkan.Â
Ketidakjelasan dari mekanisme serta aturan hukum arisan online membawa resiko besar bagi korban maupun pelaku. Perlu adanya peningkatan literasi finansial agar kita mampu mengidentifikasi potensi penipuan dan risiko finansial jika terlibat dalam arisan online. Jika penipuan sudah terjadi, banyak pihak yang turut andil dalam penanganannya.Â
Pada kasus penipuan lelang arisan JZF, beberapa pihak ikut mengawal penyelesaian kasus tersebut. Berstatus sebagai mahasiswa Universitas Islam Bandung (UNISBA), pihak kampus turut menangani dan membantu jalannya kasus yang ikut menyeret nama kampus ini.Â
Saat ditemui (22/11) Kepala Bagian Humas UNISBA Firmansyah menyampaikan bahawa pihak kampus menawarkan perlindungan kepada korban maupun terduga pelaku. Tetapi, terduga pelaku sudah memiliki pengacara pribadi.Â
Pihak kampus juga mencoba untuk mengadvokasi kasus ini agar tidak memasuki ranah hukum. Langkah yang diambil oleh pihak UNISBA adalah memberi ruang mediasi antara korban dan terduga pelaku. Para korban yang berasal dari UNISBA mendapatkan tawaran untuk membuat surat pernyataan apakah korban mau dibantu atau tidak. Jadi, segala keputusan tetap dikembalikan kepada korban.Â
Adanya posko pengaduan juga menjadi fasilitas yang diberikan Pusat Bantuan dan Konsultasi Hukum (PBKH) UNISBA bagi para korban yang merupakan mahasiswa UNISBA. PBKH juga melakukan pendataan korban yang mengadu beserta dengan jumlah kerugiannya.Â
Bukan hanya pihak kampus, tentu kepolisian turut andil dalam kasus ini. Pihak Polrestabes Kota Bandung Aipda Yuni Hermanto menjelaskan, kasus penipuan lelang arisan ini disangkakan pada dugaan penipuan. Pasal yang didugakan adalah KUHP dan UU ITE jika menggunakan transaksi elektronik. Terduga pelaku dapat dikenakan pasal 378 terkait dugaan penipuan atau pasal 372 tentang penggelapan.Â
Yuni turut menyampaikan adanya kesamaan penyebab korban mengikuti lelang arisan. Pola tersebut tidak jauh dari keberhasilan yang menimbulkan rasa percaya dan keuntungan yang dijanjikan.Â
Para korban percaya untuk mengikuti arisan disebabkan oleh berbagai faktor. Hal ini menjadi bukti bahwa masih kurang kesadaran masyarakat akan resiko dari arisan yang tidak memiliki sistem dan aturan hukum yang jelas. Dengan kemajuan teknologi, para pelaku justru melihat celah untuk melakukan penipuan. Menanggapi fenomena ini, masyarakat harus lebih bijak dan skeptis dalam mengambil keputusan terkait transaksi dan perjanjian.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H