Adanya keterikatan emosional antara terduga pelaku dan korban juga termasuk ke dalam faktor psikologis. Memiliki hubungan pertemanan, pernah bermitra, hingga satu kampus tentu dapat mendorong para korban untuk masuk ke dalam lingkaran lelang arisan.Â
Finansial juga menjadi faktor mendasar bagi para korban untuk masuk ke dalam sistem arisan yang tidak masuk akal. Diimingi keuntungan yang menggiurkan dalam waktu cepat, di tengah situasi perekonomian yang mungkin sedang membutuhkan uang. Situasi tersebut membuat seseorang lebih rentan terhadap tawaran yang berujung penipuan. Lelang arisan sekan menjadi solusi alternatif untuk meningkatkan pemasukan.Â
Budaya konsumtif yang ada di tengah masyarakat menjadikan individu ingin mendapatkan uang dengan cepat. Bukan hanya menjadi korban arisan, tetapi individu turut menjadi korban dari sistem gaya hidup. Demi mendapatkan keuntungan agar terlihat kaya dan sukses, lelang arisan seperti pilihan untuk memenuhi pikiran konsumtif tersebut.Â
Para pelaku melihat fenomena ini sebagai strategi yang dapat dicoba untuk menarik perhatian calon korban. Harapan bahwa calon korban akan mengabaikan keraguan dan resiko yang akan dihadapi. Padahal, pelaku sendiri juga akan menjadi korban ketidaktahuan atas sistem yang ia tawarkan.Â
Ketidakjelasan dari mekanisme serta aturan hukum arisan online membawa resiko besar bagi korban maupun pelaku. Perlu adanya peningkatan literasi finansial agar kita mampu mengidentifikasi potensi penipuan dan risiko finansial jika terlibat dalam arisan online. Jika penipuan sudah terjadi, banyak pihak yang turut andil dalam penanganannya.Â
Pada kasus penipuan lelang arisan JZF, beberapa pihak ikut mengawal penyelesaian kasus tersebut. Berstatus sebagai mahasiswa Universitas Islam Bandung (UNISBA), pihak kampus turut menangani dan membantu jalannya kasus yang ikut menyeret nama kampus ini.Â
Saat ditemui (22/11) Kepala Bagian Humas UNISBA Firmansyah menyampaikan bahawa pihak kampus menawarkan perlindungan kepada korban maupun terduga pelaku. Tetapi, terduga pelaku sudah memiliki pengacara pribadi.Â
Pihak kampus juga mencoba untuk mengadvokasi kasus ini agar tidak memasuki ranah hukum. Langkah yang diambil oleh pihak UNISBA adalah memberi ruang mediasi antara korban dan terduga pelaku. Para korban yang berasal dari UNISBA mendapatkan tawaran untuk membuat surat pernyataan apakah korban mau dibantu atau tidak. Jadi, segala keputusan tetap dikembalikan kepada korban.Â
Adanya posko pengaduan juga menjadi fasilitas yang diberikan Pusat Bantuan dan Konsultasi Hukum (PBKH) UNISBA bagi para korban yang merupakan mahasiswa UNISBA. PBKH juga melakukan pendataan korban yang mengadu beserta dengan jumlah kerugiannya.Â
Bukan hanya pihak kampus, tentu kepolisian turut andil dalam kasus ini. Pihak Polrestabes Kota Bandung Aipda Yuni Hermanto menjelaskan, kasus penipuan lelang arisan ini disangkakan pada dugaan penipuan. Pasal yang didugakan adalah KUHP dan UU ITE jika menggunakan transaksi elektronik. Terduga pelaku dapat dikenakan pasal 378 terkait dugaan penipuan atau pasal 372 tentang penggelapan.Â
Yuni turut menyampaikan adanya kesamaan penyebab korban mengikuti lelang arisan. Pola tersebut tidak jauh dari keberhasilan yang menimbulkan rasa percaya dan keuntungan yang dijanjikan.Â