Orientalis yang merupakan sebuah studi yang berfokus pada Timur dengan segala ke eksotikan hingga peradabannya. Namun demikian yang menjadi sorot utama dari tokoh Barat ini ialah perkembangan dari dunia Islam terlebih khusus dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan.
Hal ini tidak terlepas dari masa kejayaan Islam yang telah mengahsilkan peradaban serta kemajuan ilmu pengetahuan di berbagai bidang baik itu pengetahuan Agama maupun ilmu pengetahuan umum. Seiring perkembangannya zaman, Barat yang saat itu di dominasi oleh Kristen mengalami banyak kekalahan terhadap Islam dalam perang salib.
Sehingga dengan demikian upaya mempelajari keilmuan yang di hasilkan islam pada akhirnya di intenskan agar dapat terpacunya kejayaan Islam saat itu. Seperti Islam yang sebelumnya menerjemahkan teks-teks dari Yunani Kuno menjadi bahasa Arab, orang-orang Eropa pada akhirnya gencar melakukan penerjemahan kembali pada berbagai ilmu pengetahuan dari Bahasa Arab menjadi Bahasa Latin.
Penerjemahan dan pembelajaran tersebut dilakukan di perguruan tinggi Islam yang maju dan memiliki banyak kitab di perpustakaannya. Seperti di Baghdad berdiri salah satu perguruan tertua yang bernama Nizhamiyah, disini saat Abbasiyah menjadi kejayaannya menjadikan Universitas ini sebagai pusat ilmu pengetahuan Agama terkhusus Sunni bahkan ilmu kedkyeran, botani, bahkan filsafat juga dipelajari.
Madrasah Nizhamiyah adalah madrasah yang pertamakali muncul dalam sejarah pendidikan Islam yang berbentuk lembaga pendidikan dasar sampai perguruan tinggi yang dikelola oleh pemerintah. Secara garis besar latar belakang pendirian madrasah ini dikarenakan adanya upaya mengambil kembali dominasi ajaran Syiah yang sebelumnya dibawa oleh pengaruh Dinasti Buwaihi. Maka dari itu Pemerintah bersama Ulama memfokuskan kembali pada pengajaran yang berfokus pada paham Sunni.
 Yang mana secara teologi mengikuti aliran yang dirumuskan oleh Asy‘ariyah dan Maturidiyah sedangkan pada pembahasan Fiqh melalui Aliran Hanafiyah, Malikiyah, SyafiÃyyah, dan Hanabilah. Salah satu tokoh tereknal yang pernah belajar dan kemudian menjadi pengajar utama di Madrasah ini ialah Al-Ghazali.
Kemudian ada al-azhar yang masih eksis hingga saat ini, juga memiliki pelajaran yang kuat dan menjadi persentuhan antara keilmuan Islam dan barat yang mana posisinya yang strategis di Mesir. Perguruan Tinggi Al-Azhar merupakan salah satu perguruan yang didirikan di zaman dinasti Fathimiyah tepatnya pada tahun 970 M di Kairo Mesir. Pada awal pendiriannya al-Azhar ini dipengaruhi oleh Syiah hingga kemudian dizaman Shalahuddin Al-Ayyubi dialihkan menjadi salah satu pusat pendidikan Islam bermazhab Sunni.
Pada awalnya Al-Azhar hanya focus pada pendidikan agama baik itu Aqidah, Syariah (Fiqh), dan bahasa Arab. Namun seiring perkembangan zaman Kampus Al-Azhar juga mendaopsi focus pendidikan seperti kedokteran, sains, hingga teknik. Hingga saat ini Al-azhar telah mengembangkan pengaruhnya di seluruh dunia terkhusus wilayah dengan mayoritas Islam seperti Indonesia.
Bahkan setiap tahunnya ada ribuan mahasiswa yang pergi menuntut ilmu di kampus ini. Adapun persentuhan barat dengan perguruan Tinggi Islam Al Azhar ini melalui aspirasi beberapa tokoh. Salah satu tokoh tamatan dari Al-Azhar yang memiliki pengaruh kuat terhadap Islam dan dunia barat bernama At-Tahtawi.
Ialah dijuluki Imam mahasiswa di zaman itu, sehingga ia dikirim oleh Muhammad Ali Pasha ke Prancis untuk mempelajari ilmu Alam. Ia berhasil menerjemahkan 12 buku dari bahasa Prancis setelah lima tahun lamanya di sana.
Pengaruhnya sangat besar dalam aspirasi akan hak untuk perempuan mendapatkan pendidikan yang setara dengan Laki-laki. Adapun Muhammad Abduh memperjuangkan agar masuknya ilmu pengetahuan umum di Al-Azhar karna menurutnya ilmu ini berasal dari Sunnatullah dan tidak bertentangan dengan hukum Allah, selain itu iya berupaya mengembalikan kedaultan rasional ketimbang taklid
 Adapun di Afrika Utara terdapat Perguruan Tinggi Cordoba dan Kairwan. Cordoba yang didirikan oleh keturunan dari dinasti Umayyah di Damaskus mencapai masa kejayaannya dengan menjadi pusat transformasi ilmu pengetahuan ke eropa dengan pluralism yang ada. Cordoba merupakan salah Perguruan Tinggi Islam yang didirikan oleh Abdurrahman Ad-Dakhil (Abdurrahman I) yang merupakan keturunan dari dinasti Umayyah I yang berpusat di Damaskus. Ia melarikan diri melalui sungai Eifrat setelah adanya invansi besar-besaran oleh Dinasti Abbasiyah yang saat itu bersaing. Perguruan Cordoba ini terletak di Andalusia (yang saat ini Eropa).Â
Dengan pengaruhnya yang besar Abdurrahman I selain mendirikan dinasti Umayyah II ia juga mendirikan Pusat Studi Keilmuan Islam dan Pengetahuan umum yang bernama Cordoba ini di tahun 756 M. Dengan letak strategis diatara benua Afrika dan Eropa, Cordoba telah mengahsilkan peradaban yang maju dalam dunia ilmu pengetahuan baik itu astronomi, kedokteran, anatomi, optik, farmakologi, psikologi, ilmu bedah, zoologi, biologi, botani, mineralogi, metalurgi, sosiologi, hidrostatik, filsafat, puisi, musik, navigasi,sejarah, arsitektur, geografi, fisika, matematika hingga kimia.
Bahkan perpustakaan di Cordoba ini mencapai 70 gedung lebih kurang 400.000 pengunjung di setiap tahunnya. Uniknya dengan letak strategis dari Cordoba ini, masyarakat saat itu terdiri dari tiga agama besar yaitu Islam, Kristen, dan yahudi hidup secara berdampingan dan penuh toleransi. Meski khalifah menjamin keamanan setiap warga dengan agama apapun, namun khalifah tetap menerapkan sistem pajak.
 Pengaruh Universitas Cordoba ini begitu signifikan terhadap ilmu pengetahuan di eropa pada saat itu, Masjid Cordoba merupakan sebagai salah satu tempat pembelajaran. Salah satu tokoh yang berpengaruh ialah Ibnu Rusyd yang berfokus pada filsafat Yunani dengan pendalaman Aristoteles, yang mana kelak karyanya menjadi rujukan di zaman Renainsans di Eropa. Selain Ibnu Rusyd, Ibnu Hazm juga memiliki pengaruh kuat dari karyanya di bidang teologi, hukum dan masih banyak lagi. Â
Terakhir Perguruan Tinggi Kairwan juga menjadi pusat pendidikan dan ilmu pengetahuan juga menjadi sumber bagi bangsa barat di kala itu. Perguruan Tinggi Kairwan (Kairouan) atau saat ini lebih dikenal dengan Universitas Zaituna didirikan di Tunisia (Afrika Barat) pada abad 9 masehi. Pada mulanya pembelajaran pada Perguruan Tinggi ini hanya di Masjidnya yang bernama Masjid Agung Kairwan atau biasa dikenal dengan masjid Uqba.
Masjid ini merupakan salah satu masjid tertua dan terbesar di Afrika Utara. Masjid Uqba menjadi tempat di mana pengajaran agama, tafsir Al-Qur’an, hadis, dan hukum Islam berlangsung. Sarjana terkenal dalam bidang fiqh, tafsir, dan ilmu lainnya sering mengajar di sini.
Mazhab Maliki dalam hukum Islam, yang berkembang di Kairwan, juga berpengaruh di Al-Andalus dan Afrika Utara. Pemikiran ini tidak langsung memengaruhi hukum Eropa, tetapi tradisi intelektual yang berkembang di Kairwan mendorong pertukaran gagasan antara dunia Islam dan Barat, terutama di Spanyol.
Pengaruh tersebut terlihat dalam cara hukum dan etika dipelajari dan dikodifikasikan di universitas-universitas Eropa.[1]Meski dalam pengajaran agama hanya terfokus pada Mazhab Maliki, Kairwan juga mempelajari ilmu-ilmu lain seperti halnya kedokteran, sains, Filsafat, sastra dan masih banyak lagi.Â
Â
Diantara tokoh yang memiliki pengaruh paling kauat ialah Ishaq Ibn Imran yang menjadi rujukan dalam dunia kedokteran, juga Az-Zahrawi dalam bidang bedah juga memiliki Ensiklopedia yang nantinya menjadi rujukan bagi masyrakat dan universitas di Eropa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H