Bagiku dunia ini bak rumah kosong yang tak berpenghuni sama sekali dan aku berada di dalamnya. Sepi. Gelap menyelimuti semua dinding ini. Tak ada yang peduli denganku. Entahlah berada dimanakah aku sekarang.
Aku benci sendiri. Aku benci sepi. Aku benci kemewahan. Aku tak butuh semua barang berharga ini. Aku hanya butuh kawan. Aku hanya butuh tempat untuk mencurahkan segala keluh kesahku setiap hari. Hanya itu. Tak lebih.
Orang  - orang menganggapku gadis remaja yang misterius dan aneh. Mungkin karena aku tumbuh menjadi remaja yang pendiam dan tak suka bergaul dengan sebayaku. Mereka salah paham semuanya. Aku bukan tak suka bergaul, melainkan mereka yang tak mau bergaul denganku. Mungkin mereka takut tertular dengan penyakit diamku. Biarlah aku tak peduli.
Namaku Cahaya Dinar. Sekarang aku duduk di bangku kelas 12. Aku anak tunggal yang kesepian. Orangtuaku sibuk dengan bisnisnya di Negeri Kincir Angin. Tak pernah pulang ke Indonesia. Hanya uangnya saja yang datang menjengukku. Entahlah, mungkin mereka tak pernah merasa rindu sepertiku. Namaku memang aneh katanya. "Cahaya" bukankah hidupku selalu gelap dan sepi? Lantas mengapa namaku tak memberikanku penerang? Entahlah.
Hari ini aku pergi ke sekolah berjalan kaki. Aku lebih suka berjalan kaki dibanding membawa mobil ke sekolah. Toh, aku tak butuh mobil sebenarnya. Hanya orang tuaku yang membeli nya sekitar 2 tahun yang lalu saat mereka tahu jika aku akan masuk SMA. Tak butuh aku mobil ini. Aku butuh kawan!
"BRAAAAK" buku buku tebal itu tiba tiba jatuh di depan kakiku. Sontak aku bertekuk lutut mengambilnya. Ternyata yang membawa seorang laku laki memakai seragam SMA sepertiku. "Terima kasih telah membantuku"ucapnya, tak ku pedulikan langsung saja aku jalan. Toh, tak ada lagi yang harus ku lakukan. Membantunya sudah kan?
"Hei kau tunggu,aku tau raut wajahmu menyimpan keanehan,aku tau kau kesepian nona,bolehkah aku kenal denganmu,aku ingin menjadi sahabatmu nona"teriaknya. Apa yang kau inginkan sebenarnya. Ku bantu sudah.
Dia mengejarku. Langkahku pun terhenti. "Siapa namamu"tanyanya, "Dinar"jawabku, "aku ingin menjadi kawanmu"pintanya, "tunggu aku di depan stasiun Pondok Cina pukul 14.00 nanti jika kau memang berniat untuk menjadi kawanku"jawabku dengan ketus, "baiklah"jawabnya.
Aku pun mengikuti kegiatan di sekolah seperti biasanya. Tak ku pikirkan kembali pertemuan itu. Paling dia tidak akan datang. Tetapi, ada yang berbeda pada diriku. Aku penasaran sekali apakah ia akan menepati syaratku.
Bel pulang berdenting dengan lantang. Murid - murid berhamburan keluar gerbang sekolah. Aku pun ikut bergegas pergi menuju stasiun. Tak sabar ingin membuktikan syaratku itu.
***