Bagi mereka, menjadi guru bukan hanya pekerjaan, melainkan panggilan hidup. Pengabdian mereka selama puluhan tahun telah membentuk ikatan yang kuat, baik antara mereka sendiri maupun dengan masyarakat yang mereka layani.
Tidak hanya kenangan yang dibagikan, namun juga cerita tentang bagaimana banyak dari teman-teman sejawat mereka telah tiada.
Pembicaraan itu membawa suasana haru, mengingat betapa cepat waktu berlalu dan betapa berharga setiap pertemuan yang masih bisa mereka alami.
Orang tua penulis mengungkapkan rasa syukur karena masih diberi kesempatan untuk bertemu dengan sahabat lamanya, meskipun dalam kondisi sakit.
Akhirnya, ketika malam sudah jauh dan saatnya kami pamit diri untuk pulang ke kediaman kami, dan Om Marten mengajak kami semua untuk berdoa.
Ia memimpin doa dengan penuh penghayatan, memohon kesembuhan bagi orang tua kami dan anak mantunya yang sedang sakit dan mengucap syukur atas pertemuan yang penuh makna ini.
Doa itu menjadi penutup dari pertemuan yang hangat dan penuh kenangan. Setelah doa selesai, kami pun berpamitan.
Sebelum pergi, Om Marten kembali mengucapkan terima kasih atas kunjungan kami, dan kami saling menguatkan dengan harapan agar yang sakit baik bapak dan anak mantunya bisa segera pulih.
Pertemuan yang sederhana namun penuh kenangan ini menyadarkan bahwa persahabatan dan hubungan baik adalah harta yang tak ternilai, terutama ketika kita dihadapkan pada situasi sulit.
Doa bersama di penghujung pertemuan menjadi simbol dari pentingnya kebersamaan dalam iman dan kasih sayang.
Dari cerita ini, penulis menarik suatu kesimpulan bahwa persahabatan sejati tidak akan pernah pudar meskipun waktu dan jarak memisahkan.