Kemarin sore, 25 Agustus 2024, terjadinya kecelakaan ringan (motor tumbang), namun tidak menyebabkan cidera parah, di pertigaan menuju rumah penulis.
Kesaksian orang tuanya (dibonceng), sudah memberikan aba-aba agar dia menurunkan persneling gigi motor ke nomor satu, namun tidak digubris anak tersebut, mengakibatkan kendaraannya rebah.
Akan tetapi, bukannya menyadari kesalahannya sendiri, dia malah menyalahkan seekor anjing yang sedang beristirahat di tepi jalan.
Meskipun anjing tersebut sama sekali tidak menyebabkan kecelakaan, remaja tersebut tetap merasa bahwa kesalahan ada pada anjing tersebut.
Perilaku menyalahkan orang lain atau bahkan benda mati atas kesalahan atau kegagalan yang kita alami bukanlah hal baru dalam masyarakat.
Ini adalah refleksi dari pola asuh dan pembelajaran yang diterima sejak kecil. Seringkali, tanpa disadari, anak-anak diajarkan untuk mencari kambing hitam atas masalah yang mereka hadapi, daripada melihat ke dalam diri dan merenungi apa yang salah dari tindakan mereka sendiri.
Dalam kasus kecelakaan ini, sang remaja lebih memilih untuk mencari alasan eksternal daripada mengevaluasi kemampuannya dalam mengendarai sepeda motor.
Pola pikir seperti ini, di mana seseorang selalu mencari kesalahan pada faktor eksternal, sebenarnya sangat merugikan.
Tidak hanya menghambat perkembangan pribadi, tetapi juga dapat menciptakan sikap apatis dan tidak bertanggung jawab.
Anak-anak yang tumbuh dengan keyakinan bahwa mereka selalu benar, dan bahwa segala sesuatu yang salah harus disebabkan oleh orang lain, akan kesulitan menghadapi realitas kehidupan yang penuh dengan tantangan dan tanggung jawab.