Pada saat menulis tulisan tentang: Kesiapan Menikah, Menata Masa Depan dengan Bijaksana, penulis teringat akan pengalaman penulis saat menikah secara adat dengan istri.
Saat itu, memasuki sesi nasihat pernikahan, dalam nasihat tersebut ada yang mengungkapkan: "kalian menikah ini statusnya sudah berubah, anak jadi menantu, menantu jadi anak."
Kurang lebih seperti itu ungkapan yang diutarakan oleh salah satu orang tua yang memberikan nasihat pernikahan, baik kepada kami atau kepada orang tua kami masing-masing.
Dan bahkan, ketika penulis sering juga memberikan nasihat pernikahan kepada adik, saudara dan handai taulan lainnya, dengan mengungkapkan falsafah pernikahan tersebut yang pernah penulis dengar, dan berusaha penulis dan istri terapkan dalam rumah tangga kami hingga saat ini.
Dalam tulisan: Kesiapan Menikah, Menata Masa Depan dengan Bijaksana, bagian keempat, penulis menuliskan bahwa: "pernikahan bukan hanya tentang menyatukan dua individu, tetapi juga tentang menyatukan dua keluarga dan lingkungan sosial yang berbeda."
Lingkungan sosial yang berbeda ini, pasti akan membawa suatu dampak dalam pernikahan tersebut, yaitu konflik rumah tangga yang akan diarungi menuju dermaga tujuan hidup yang penuh dengan ombak dan badai berbahaya.
Untuk itu, penulis berusaha mengungkapkan makna dari falsafah dalam pernikahan yang pernah penulis dengar dalam tulisan ini.
Mungkin bisa membantu mengispirasi bagi para orang tua yang memiliki anak, dan bagi pasangan yang sudah menikah, maupun yang akan mempersiapkan pernikahan.
Ungkapan "anak jadi menantu, menantu jadi anak" mengandung makna yang sangat mendalam mengenai dinamika hubungan keluarga dalam pernikahan.