Beberapa argumentasi ilmiah mendukung pandangan bahwa agama tidak menghambat perkembangan sains. Andika (2021) menjelaskan bahwa agama memberikan landasan etis dan moral yang kuat, yang mendorong ilmuwan untuk melakukan penelitian yang bertanggung jawab. Nilai-nilai agama juga menjadi pemandu bagi manusia untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan demi kebaikan bersama, bukan sekadar kepentingan pribadi atau kelompok (Andika, 2022). Penelitiannya mengungkapkan bahwa Agama dan teknologi ini merupakan dua bagian yang selalu melekat dalam kehidupan manusia. Seiring berjalannya waktu teknologi terus berkembang dengan pesatnya hingga manusia saat berada pada era yang dinamakan era modern. Era modern memberikan dampak yang sangat signifikan dalam kehidupan manusia baik dalam pekerjaan sehari-hari maupun dalam praktek keagamaan. Agama di era modern bukanlah sebuah penghambat kemajuan dan perkembangan teknologi. Agama memberikan manusia secara luas untuk berfikir dalam menciptakan berbagai inovasi terbaru untuk memudahkan kehidupan manusia. Disamping itu, agama memberikan batasan kepada manusia supaya terukur dan terarah dalam menjalani kehidupan serta memanfaatkan berbagai teknologi yang diciptakan manusia. Meskipun di era modern hampir semua kebutuhan manusia bisa dipenuhi dan dipermudah oleh teknologi namun, agama sama sekali tidak bisa dilepaskan dalam kehidupan manusia.
Selain itu, integrasi antara agama dan sains menciptakan pendekatan yang lebih holistik dalam memahami realitas. Sebagaimana dinyatakan dalam Dita Handayani(2021), pendekatan ini memungkinkan penemuan ilmiah dipahami dalam konteks nilai-nilai spiritual, sehingga tidak hanya bermakna secara material tetapi juga secara eksistensial. Hubungan yang harmonis antara sains dan agama harus dibangun tidak hanya teoritis saja tetapi harus ada tindakan konkrit yang mendukungnya. Dengan demikian sains dan agama adalah integrase yang dibangun atas dasar landasan ontologis, epistimologis dan aksiologis atas ilmu. Barbour memberikan dua pendekatan dalam tipologi integritas ini, yang pertama yaitu berangkat dari data ilmiah yang memberikan bukti konkrit sehingga bisa meyakinkan seseorang untuk menyadari akan eksistensi Tuhan. Kedua, adalah menelaah kembali doktrin-doktrin agama yang memiliki relevansi dengan teori-teori ilmiah. Dengan kata lain yaitu keyakinan beragama seseorang diuji kembali dengan kriteria tertentu dan dirumuskan ulang sesuai dengan sains mutakhir. Agama harus bisa diintegrasikan dengan wilayah-wilayah kehidupan manusia, maka agama bisa menjadi rahmat bagi pemeluknya. Integrasi agama dan sains yang dikemukakan Barbour ini merupakan kunci dalam mengkaji kaidah-kaidah Islam dengan bantuan sains (Dita Handayani, 2022).
Sejarah juga mencatat banyak ilmuwan beragama yang berkontribusi besar dalam perkembangan sains. Isaac Newton, misalnya, dikenal sebagai seorang Kristen yang taat, sementara para ilmuwan Muslim pada masa keemasan Islam menjadikan penelitian ilmiah sebagai bagian dari ibadah mereka.
Berdasarkan argumen yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa agama tidak menghambat perkembangan sains. Sebaliknya, agama memberikan landasan moral, motivasi, dan arah yang diperlukan untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan secara bijak. Dialog antara agama dan sains perlu terus dikembangkan untuk mencapai pemahaman yang lebih mendalam tentang realitas, serta menciptakan kemajuan yang membawa manfaat bagi kemanusiaan secara keseluruhan.Â
SIMPULAN
Agama dan sains, meskipun sering dianggap bertentangan, sebenarnya memiliki tujuan yang saling melengkapi, yaitu memahami realitas dan mencari kebenaran. Dalam Islam, integrasi antara agama dan sains terlihat jelas melalui dorongan untuk merenungkan alam sebagai tanda kebesaran Tuhan, sebagaimana ditegaskan oleh Seyyed Hossein Nasr dan Mehdi Golshani. Pendekatan integrasi ini juga didukung oleh Ian G. Barbour dan John F. Haught, yang menyatakan bahwa kolaborasi antara agama dan sains dapat memperkaya perspektif manusia.
Sejarah menunjukkan bahwa harmoni antara agama dan sains pernah tercapai, terutama pada masa keemasan Islam, di mana ilmuwan Muslim seperti Al-Khwarizmi dan Ibn Sina mengembangkan ilmu pengetahuan berdasarkan motivasi religius. Di sisi lain, konflik seperti kasus Galileo di Abad Pertengahan Eropa lebih disebabkan oleh interpretasi dogmatis institusi agama daripada pertentangan esensial.
Agama tidak menghambat perkembangan sains, melainkan memberikan landasan moral dan etis untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan secara bijak. Dengan integrasi yang holistik, sains dan agama dapat saling melengkapi dalam menjawab tantangan global dan membawa manfaat bagi kehidupan manusia. Dialog dan sinergi antara keduanya perlu terus dikembangkan untuk menciptakan pemahaman yang lebih mendalam dan berimbang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H