Memahami ruang berarti memahami setiap peristiwa didalamnya, tanpa terkecuali. "Tak ada ruang kosong didalam alam semesta ini, " demikian nyanyian para ilmuwan.Â
Ruang dan peristiwa (waktu) adalah suatu hal yang mustahil dipisahkan didalam kehidupan kita ummat manusia. Inheren. Â Sehingga tidak mengherankan, jika Tuhan Ber-Tutur dalam Surat Cinta-Nya, "Demi Waktu! Sesunggugnya, manusia itu benar benar dalam keadaan merugi, kecuali orang orang yang beriman dan beramal shaleh... ." (Quran).
Dalam upaya memahami ruang dan peristiwa itu, saya pun melakukan pelesiran ke beberapa Masjid di Jakarta, menjelang maghrib, untuk dapat melakukan berbuka puasa bersama didalamnya. Dan diketahui, setiap masjid memiliki pola yang berbeda dalam menyelenggarakan kegiatan berbuka puasa bersama dibulan Ramadhan.Â
(Mungkin) terkait dengan kemampuan finansial kas masjid yang dimilikinya, atau jumlah donatur (pemberi makanan berbuka puasa-ta'jil), dan wilayah lingkungan sekitar masyarakat yang beragam : Masyarakat sekitar adalah masyarakat atas, menengah, dan bawah. Hal itu, tercermin jelas, dari sejumlah makanan berbuka puasa yang tersajikan.
Namun bukan persoalan menu berbuka puasa yang disajikan oleh (panitia) pengurus masjid untuk jama'ah, melainkan motivasi para jama'ah yang menghadiri kegiatan berbuka puasa bersama.Â
Dan yang lebih penting lagi ialah sejauh mana kita dapat membaca dan memahami peristiwa-kegiatan berbuka puasa yang terselenggara didalamnya Karena mereka tidak ujuk ujuk hadir didalam ruangan itu, melainkan ada sesuatu yang mendorongnya untuk melangkahkan kakinya menghadiri kegiatan berbuka puasa bersama dalam satu ruangan, masjid. . Lalu apa motif atau niatnya? Entahlah. Hanya Tuhan saja yang mengetahuinya.Â
Dan saya hanya berupaya untuk membaca dan memahami dari peristiwa peristiwa yang berkelindan dalam kegiatan berbuka puasa bersama dari satu masjid ke masjid lainnya, sesuai dengan kemampuan pikir dan dan rasa.
MANUSIA SISIR
Panitia penyelenggara berbuka puasa bersama di masjid, terungkap sedang mempersiapkan gelaran acara berbuka, mulai dari memasang karpet, menyusun shaf, dan hingga makanan berbuka puasa.Â
Panitia, mempersilahkan dan mengarahkan para jama'ah untuk masuk dan mengisi shaf shaf (barisan) yang telah ditentukan oleh panitia, biar berjalan lancar sesuai harapan.Â
Tidak hanya dalam hitungan puluhan menit, jama'ah sudah mengisi shaf shaf yang telah ditentukan. Hadir bapak bapak, ibu ibu, anak muda, remaja, dan bahkan anak anak.Â
Mereka datang dari latar belakang sosial yang berbeda, seperti pengepul barang bekas, penyapu jalanan, penjaja kopi keliling, karyawan swasta, pegawai negeri sipil dan seterusnya.Â
Kontras. Disebelah kiri saya, tampak seorang yang berpenampilan yang lumayan sangat menarik, dan jauh dari anggapan status sosial rendahan. Sementara disebalah kanan, terlihat penampilannya yang lusuh dan kotor pakaiannya.Â
Saya pun lumayan usil untuk pengen tahu atas latar belakang sosial kedua orang tersebut. Tidak sia sia usaha keusilan itu, kedua orang itu pun menanggapinya dengan ramah dan antusias. Bahkan akrab, Â memgurai canda dan tawa.Â
Orang yang disebelah kiri saya adalah seorang manager disalah satu perusahaan asing. Sementara disebelah kanan, adalah seorang pengepul botol plastik. Masing masing memiliki cerita yang berbeda tentang pengalaman yang diajalaninya.Â
Dari pelesiran itu, saya menemukan kemajemukan dari individu individu yang larut dalam kegiatan acara berbuka puasa bersama didalam masjid. Saya dapat lebih mengenal jiwa masing masing individu didalamnya (secara tidak langsung).Â
Ruang peristiwa berbuka puasa itu, telah menghdirkan fakultas sosial baru. Dan tidak dikenakan biaya sepeser pun, atau gratis untuk mendapatkan ilmu sosial keagamaan didalamnya, lanataran fakuktas itu lahir setiap tahunnya dibulan suci Ramadhan.Â
Pertanyaannya : Siapakah pengajarnya? Dan siapakah pula murid muridnya? Pengajar adalah kita masing masing individu (peritiwa). Sementara murid muridnya adalah kita masing masing individu didalamnya. Dengan kata lain, dosen atau guru dan murid adalah identik didalam fakultas Ramadhan-perstiwa berbuka puasa bersama.Â
Terkait dengan hal itu, adalah sangat menarik untuk membaca dan memahami pesan Kanjeng Rasulullah saw : "Ummat Islam itu serupa gigi sisir". Tak ada perbedaan dalam status sosial kemanusiaannya (budak, tuan, tukang sapu, direktur, dan seterusnya).Â
Perbedaan itu hanya tampak pada aspek ketakwaan atau kebaikan sesorang dalam menjalani hubungan kehidupan dengan Tuhan, sesama manusia dan alam lingkungan sekitarnya.
"Berapa banyak orang yang berpuasa. Namun, hanya rasa lapar dan haus yang didapatkannya". (Hadits)Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H