Tidak hanya dalam hitungan puluhan menit, jama'ah sudah mengisi shaf shaf yang telah ditentukan. Hadir bapak bapak, ibu ibu, anak muda, remaja, dan bahkan anak anak.Â
Mereka datang dari latar belakang sosial yang berbeda, seperti pengepul barang bekas, penyapu jalanan, penjaja kopi keliling, karyawan swasta, pegawai negeri sipil dan seterusnya.Â
Kontras. Disebelah kiri saya, tampak seorang yang berpenampilan yang lumayan sangat menarik, dan jauh dari anggapan status sosial rendahan. Sementara disebalah kanan, terlihat penampilannya yang lusuh dan kotor pakaiannya.Â
Saya pun lumayan usil untuk pengen tahu atas latar belakang sosial kedua orang tersebut. Tidak sia sia usaha keusilan itu, kedua orang itu pun menanggapinya dengan ramah dan antusias. Bahkan akrab, Â memgurai canda dan tawa.Â
Orang yang disebelah kiri saya adalah seorang manager disalah satu perusahaan asing. Sementara disebelah kanan, adalah seorang pengepul botol plastik. Masing masing memiliki cerita yang berbeda tentang pengalaman yang diajalaninya.Â
Dari pelesiran itu, saya menemukan kemajemukan dari individu individu yang larut dalam kegiatan acara berbuka puasa bersama didalam masjid. Saya dapat lebih mengenal jiwa masing masing individu didalamnya (secara tidak langsung).Â
Ruang peristiwa berbuka puasa itu, telah menghdirkan fakultas sosial baru. Dan tidak dikenakan biaya sepeser pun, atau gratis untuk mendapatkan ilmu sosial keagamaan didalamnya, lanataran fakuktas itu lahir setiap tahunnya dibulan suci Ramadhan.Â
Pertanyaannya : Siapakah pengajarnya? Dan siapakah pula murid muridnya? Pengajar adalah kita masing masing individu (peritiwa). Sementara murid muridnya adalah kita masing masing individu didalamnya. Dengan kata lain, dosen atau guru dan murid adalah identik didalam fakultas Ramadhan-perstiwa berbuka puasa bersama.Â
Terkait dengan hal itu, adalah sangat menarik untuk membaca dan memahami pesan Kanjeng Rasulullah saw : "Ummat Islam itu serupa gigi sisir". Tak ada perbedaan dalam status sosial kemanusiaannya (budak, tuan, tukang sapu, direktur, dan seterusnya).Â
Perbedaan itu hanya tampak pada aspek ketakwaan atau kebaikan sesorang dalam menjalani hubungan kehidupan dengan Tuhan, sesama manusia dan alam lingkungan sekitarnya.
"Berapa banyak orang yang berpuasa. Namun, hanya rasa lapar dan haus yang didapatkannya". (Hadits)Â