Gedung Teater Besar, menghadirkan suatu pertunjukkan teater sejarah politik dan kekuasaan. Begitulah yang terungkap dalam sebuah pertunjukkan Teater Kembang Batavia, dengan mengambil tajuk pertunjukkan "Terang Bulan Terang Dikali".Â
Pertunjukkan Terang Bulan Terang Dikali yang disutradarai oleh Tutur Denes itu, mengambil latar sejarah kehidupan sosial-politik masyarakat Jakarta, dengan menghadirkan tokoh betawi MH. Thamrin, atau yang lebih akrab disapa dengan nama Mat Seni. Seorang pemuda berdarah Belanda yang memiliki pemikiran besar dan kecenderungannya berpihak pada kehidupan rakyat kecil, terutama masyarakat Jakarta. Inlander.Â
Dalam pertunjukkan Teater Kembang Batavia yang mengambil Tema Terang Bulan Terang Dikali itu, tampak turut terlibat mantan Pangdam Jaya dan juga Gubernur DKI Jakarta, Purnawirawan jenderal Sutiyoso.
KESENJANGAN KEBANGSAANÂ
Fenomena kebangsaan dalam diri seorang Mat Seni, semakin menggeliat kuat kepermukaan politik dan kekuasaan, sehingga ia membuat suatu wadah pergerakan politik untuk dapat melakukan pencerahan sosial politik kebangsaan yang semakin senjang dalam kehidupan. Ia pun bersama kawan kawannya mendirikan suatu wadah Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI), pada tahun 1927.
Pergerakan seorang anak muda itu pun diintip atau diawasi oleh pihak kepentingan politik kekuasaan Belanda, lantaran dianggap dapat membahayakan politik dan kekuasaan status quo nya di Indonesia, khusunya ditanah Batavia, yang kini dikenal dengan Jakarta. Seperti halnya Soekarno dan Hatta, Mat Seni (MH. Husni Thamrin) pun termasuk yang tak larut dan terlena dalam kemapanan hidupnya.Â
Meskipun kehidupannya terbilang sudah mapan atau berkecukupan, Mat Seni, senantiasa mengalami kegelisahan bathin menyaksikan realitas kehidupan masyarakat yang kian terpuruk dan miskin. Semangat untuk memperjuangkan masyarakat dari cengkeraman politik dan kekuasaan Belanda pun semakin meledak ledak dan tak tertahankan.Â
Penguasa Belanda, Â menganggap sepak terjang Mat Seni, sudah dianggap sebagai pembangkang kekuasaan dan harus segera dihentikan pergerakannya. Belanda pun berhasil menangkap Mat Seni, dan dirinya dijadiakan tahanan rumah hingga meninggal dunia.
Ketika menyaksikan pertunjukkan teater Kembang Batavia Lenong Denes dengan Tema Terang Bulan Terang Dikali, seketika teringan dengan tulisan seorang MS. Ardan.Â
Pria kelahiran Sumatera itu, pernah membuat cerita pendek berjudul Terang Bulan Terang Dikali. Ceritanya itu pun mendapatkan apresiasi yang luar biasa dari publik. Karena MS. Ardan, mampu menangkap realitas kehidupan masyarakat Jakarta dengan mata tajamnya.Â
Ardan, menceritakan suatu kesenjangan hidup antara warga masyarakat Kwitang dengan warga masyarakat Menteng. Bagaimana kehidupan warga masyarakat di perkampungan kumuh yang becek, kotor dan (terpaksa) terpaksa harus mandi dikali.
Seorang sineas Misbach Yussac Biran pun ikut menanggapi cerita pendeknya MS. Ardan, "Terang Bulan Terang Dikali". Menurutnya, Ardan, sedang berbicara tentang "Harapan" dan "Kenyataan" dalam kehidupan warga masyarakat Jakarta.Â
Memanglah fenomena (relaitas) antara "Harapan" dan "Kenyataan" hidup itu serupa coint dengan dua sisi mata uang yang berbeda, terpisah dan sulit dipertemukan. Apalagi jika dikaitkan dengan politik dan kekuasaan kekinian yang cenderung berwawasan kepada kepentingan segelintir orang, oligarki.Â
Keberadaan oligarki direpublik ini semakin terang benderang saja. Oligarki mampu menentukan kehidupan demokrasi ditanah air, seperti kehidupan dalam berekonomi, berpolitik, hukum dan seterusnya. Apalagi dalam konteks politik. Mereka mampu menentukan siapa yang harus dicalonkan menjadi presiden dan wakil presiden mendatang. Mereka tak memiliki partai politik, tetapi bisa mengendalikan elit partai politik dinegeri ini, untuk menjadikan kader kadernya menjadi Presiden dan wakil presiden, kepala daerah dan wakil kepala daerah. Bahkan bisa mengendalikan para anggota dewan yang terhormat. Sehingga tidak mengherankan, jika publik meragukan integeritas calon presiden dan wakil presiden mendatang, lantaran sejarah (yang berkelindan) menjelaskan, bahwa presiden dan wakil presiden yang terpilih kelak akan kembali menjadi (mainan) boneka boneka oligarki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H