Ardan, menceritakan suatu kesenjangan hidup antara warga masyarakat Kwitang dengan warga masyarakat Menteng. Bagaimana kehidupan warga masyarakat di perkampungan kumuh yang becek, kotor dan (terpaksa) terpaksa harus mandi dikali.
Seorang sineas Misbach Yussac Biran pun ikut menanggapi cerita pendeknya MS. Ardan, "Terang Bulan Terang Dikali". Menurutnya, Ardan, sedang berbicara tentang "Harapan" dan "Kenyataan" dalam kehidupan warga masyarakat Jakarta.Â
Memanglah fenomena (relaitas) antara "Harapan" dan "Kenyataan" hidup itu serupa coint dengan dua sisi mata uang yang berbeda, terpisah dan sulit dipertemukan. Apalagi jika dikaitkan dengan politik dan kekuasaan kekinian yang cenderung berwawasan kepada kepentingan segelintir orang, oligarki.Â
Keberadaan oligarki direpublik ini semakin terang benderang saja. Oligarki mampu menentukan kehidupan demokrasi ditanah air, seperti kehidupan dalam berekonomi, berpolitik, hukum dan seterusnya. Apalagi dalam konteks politik. Mereka mampu menentukan siapa yang harus dicalonkan menjadi presiden dan wakil presiden mendatang. Mereka tak memiliki partai politik, tetapi bisa mengendalikan elit partai politik dinegeri ini, untuk menjadikan kader kadernya menjadi Presiden dan wakil presiden, kepala daerah dan wakil kepala daerah. Bahkan bisa mengendalikan para anggota dewan yang terhormat. Sehingga tidak mengherankan, jika publik meragukan integeritas calon presiden dan wakil presiden mendatang, lantaran sejarah (yang berkelindan) menjelaskan, bahwa presiden dan wakil presiden yang terpilih kelak akan kembali menjadi (mainan) boneka boneka oligarki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H