Mohon tunggu...
Aswin
Aswin Mohon Tunggu... Lainnya - Setiap waktu adalah kata

Berusaha menjadi penulis yang baik

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Perempuan Bersenjata Mengidentifikasi Hukum Sambo

26 Oktober 2022   16:02 Diperbarui: 27 Oktober 2022   02:15 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Design@asof12/Ilustrasi

Curiga. Apakah publik salah jika mencurigai bahwa kehadiran perempuan bersenjata dengan lenggang mengitari ruangan sensitif, istana negara itu adalah suatu upaya design? "Upaya menjadikan cacing menjadi naga. Dan sebaliknya, suatu upaya menjadikan naga menjadi cacing, " demikian ungkap seorang ahli IT,  Mustofa N, diruang publik, stasiun TVOne. 

Di republik ini, terlanjur banyak kasus hukum yang belum dapat diungkap keruang publik. Terkesan disembunyikan. Sebuah kasus besar yang sedang berkelindan dan mendapatkan sorotan publik, tiba tiba saja menjadi kecil, lantaran muncul kasus baru kepermukaan publik. Fenomena cacing-naga yang disampaikan oleh seorang Mustofa, (relatif) sangat relevan dan aktual untuk melihat wajah ibu pertiwi. 

Apakah kehadiran perempuan berhijab membawa senjata untuk masuk kedalam istana itu adakah suatu upaya untuk memghadirkan bingkai pemikiran baru, dan (diduga) dikaitkan dengan fenomena politik identitas. Bahwa politik identitas itu adalah sangat berbahaya. 

Jika hal itu benar terungkap, tentu saja akan merugikan ummat Islam, dan merendahkan ajaran Islam yang mewajibkan seorang muslimah yang beriman menggunakan pakaian berhijab (jilbab). Apakah hal itu merupakan suatu gejala menguatnya phobia terhadap Islam, sehingga simbol simbol keagamaan dalam Islam harus dilecehkan dan dihancurkan diruang publik? 

Lumrah jika publik meragukan dan mencurigai terhadap fenomena yang berkelindan dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara. Apalagi pasca runtuhnya rezim orde baru. Orde reformasi yang dibangun belum juga mampu mewujudkan tatanannya. "Reformasi yang tidak reformatif, " demikian nyanyian politik presiden Gus Dur. 

Pasca reformasi, Indonesia hanya (sebatas) mampu membangun citra citra : Citra kepolisian, Citra Kejaksaan, dan seterusnya. Sementara keadilan dan demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara telah dikorup dan dikelola untuk kepentingan segelintir orang, oligarki. 

Dan publik pun merdeka untuk mempersepsikannya : Bahwa ada suatu usaha untuk mengaburkan persoalan besar dan bernuansa kemanusiaan dalam sidang kasus Duren Tiga, di Jakarta Selatan. Sebagaimana diketahui, kekuatan dan pengaruh Eks Kadiv Provam Polri itu tidaklah berdiri sendiri, melainkan (diduga) terkait dengan kekuatan dan pengaruh lain yang melekat. 

Bagaimana bisa uang milyaran, dan bahkan trilyunan bisa keluar masuk dalam tubuh polri, dengan proyek proyek haram,  narkoba dan perjudian online. Publik mengapresiasi kinerja seorang Sigit, Kapolri, dalam upaya mengembalikan marwah kepolisian dari oknum oknum kepolisian yang telah mencorengnya, dan membuat kepercayaan publik terhadap institusi Polri menjadi semakin rendah. "Percuma lapor polisi, "demikian publik menyanyikan kekecewaannya. 

Mudah mudahan institusi penegak hukum, seperti kepolisian, kejaksaan dan kehakiman mampu mengangkat kembali citra hukum dimata publik luas ditanah air, terutama dalam mengungkap kasus (dugaan) pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, oleh Sambo CS, yang tengah berproses diruang pengadilan, yakni dalam proses pembuktian dan hukumannya, sehingga kenyamana dalam kehidupan berbangsa dan bernegara pun dapat dirasakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun