Selasa pagi, tampak anak-anak sedang membuat beberapa karya untuk memeriahkan acara hari Anak Indonesia, diantaranya sebuah lukisan yang di buat oleh salah satu siswa SMP kelas 2 yah...Manto namanya, sungguh indah lukisannya, “Anak ini berbakat, “kata pak Yul guru Seni. “To, sejak kapan kamu melukis, tanya pak Yul pada Manto
“tiap hari pak, orang saya mending nglukis dari pada belajar matematika, jawabanya sambil tersenyum”
“ Bagus kembangkan potensimu, kelak jadi pelukis ternama” kata Pak Yul dengan penuh semangat sambil meneput bahu Harmanto.
Semua anak sibuk dengan kegiatannya masing – masing tak terkecuali Sheila yang sedang membuat gradasi warna di kanvasnya, sedang temannya Ical, Yani, Mawar dan si mata elang sibuk dengan kegiatannya sendiri, mereka mempunyai topik masing – masing dalam berkarya. Waktupun usai, saatnya memberikan hasil karyanya pada Pak Yul dan akan dinilai oleh beliau siapa yang berhak mewakili sekolah menuju tingkat berikutnya yaitu kabupaten. Satu persatu lukisan itupun dinilai, ketika Pak Yul melihat lukisan Manto beliau tercengang Subhanallah, bagus sekali seperti lukisan Efendi sang maestro. Beberapa lukisan terbaik ia kumpulkan untuk ditempel di Mading Sekolah sebagai penghargaan terhadap anak-anak yang sudah membuat karyanya, termasuk lukisan yang menggambarkan sebuah persahabatan dua anak manusia yang dilukis dengan sepenuh hati oleh si mata elang.
Riuh dan sorak sorai anak-anak saat melihat lukisan itu dipasang dimading, dengan menyelidik Sheila menghambur ke arahmading yang terdapat dikoridor pintu masuk sekolah. Yah papan kaca yang lebar dengan hiasan dindingnya yang menawan, sangat menarik pembaca serta mengundang tanya sehingga akan selalu mampir di mading itu.
“Ada kabar baru ya..?” tanya Sheila pada Sony yang berdiri di depan mading bergerombol dan ramai membicarakan sesuatu. Tiba-tiba muncul si mata elang mengagetkannya. “Hai Sheil..mau lihat lukisanku ya....?
“Coba deh kamu tebak aku melukis apa ? “
Sheila mencoba melongok kearah papan itu dan deg..ternyata gambarnya ada di sana bergandengan dengan seorang anak lelaki yang tak lain adalah dia si mata elang.
“hei itu kan gambarku, kok kamu bisa gambar kaya gitu sih ...? “ “bikin malu aja “ dengan kesal Sheila melangkahkan kakinya menuju kelas dan ia taruh tasnya di atas meja lalu ia telungkupkan kepalanya diantara tangan-tangannya.
“Sheil maaf ya kalo gambarku membuatmu tidak senang, habis aku bingung mau gambar apa, yang ada dipikiranku kamu yau udah aku gambar kamu aja..akhirnya” Si mata elang menarik bangku dan duduk didepan Sheila yang masih juga menunduk menyembunyikan wajahnya .
Si mata elang dengan setia menunggu Sheila bicara, namun tak ada katapun dari Sheila hanya rona merah dipipinya yang menggambarkan ia tampak geram melihat tingkahnya.
“ Sheil aku minta maaf ya....” pintanya dengan penuh harap. Dengan hati luluh lantah Sheila akhirnya memaafkannya. “ Iya aku maafkan kamu, Hen “ .Tapi janji ya..tidak mengulanginya lagi, akhirnya kedua sahabat itupun semakin erat dalam menjalin persahabatnnya.
Sheila, Mawar, dan Yani adalah sehabat sejati, sementara si mata elang dan ical adalah dua sahabat yang selalu kemana-mana bersama, kekantin mba Yam, olahraga bahkan mengintip orang senampun selalu bersama. Itulah kelakuan mereka yang tertangkap basah oleh guru matematika, “ Hen, Cal ,sednag apa di sini ? “ tanya Pak guru dengan nada menyelidik. “Emmm anu.... anu.... Pak maaf duduk aja , hampir bersamaan mereka berkata dnegan nada gugup karena terkejut tiba- tiba ada yang tahu tempat persembunyiannya.
Pak guru pun tak segan memberinya saksi karena mereka tidak mengikuti senam bersama hanya bermain – main saja, sehingga mereka mendapat di minta untuk membersihkan kamar mandi.
Yang namanya Ical dengan Hendrik memang dua sahabat yang sejati, suka dan duka ia rasakan bersama, sampai mereka membersihkan kamar mandipun penuh dengan tawa meski bau tak sedap menyeruakdi hidungnya.
“Hen, kok tadi pak Na tau ya kita di situ?”
“ Iya aku juga bingung Cal, tiba – tiba badanku di tepuk dari belakang waktu aku sedang mengamati Sheila senam di lapangan tadi, e...aku menoleh masyaallah ternyata pak Na yang dibelakangku”
“Cepat Cal , kita bersihkan, nanti malu kalau ketahuan Trio Wek Wek, mau ditaruh dimana muka kita Cal,” ajak Hendrik pada Ical sahabatnya, dengan sigapnya Icalpun mengguyur lantai kamar mandi dengan air sehingga tampak bersih.
Selesai membersihkan kamar mandi mereka menuju warung mbak Yam, disana anak-anak sudah penuh karena habis senam mereka haus dan lapar. “Kita beli bakwan sepuluh mbak”, kata si mata elang sambil menerobos dalam kerumunan anak-anak lain. Setelah mendapatkan 10 buah bakwannya Hendrik pun menuju tempat Ical menunggunya, mereka makan berdua, sesuai bagian masing – masing, Ical 4 Hendrik 6 dan sebaliknya jika Ical 6 maka Hendrik 4, sungguh sebuah persahabatan yang sejati kala itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H