Mohon tunggu...
Astuti -
Astuti - Mohon Tunggu... -

seorang perempuan biasa yang ingin berusaha selalu belajar.seorang ibu bekerja dengan 1 anak.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Perjalanan IV

9 Mei 2011   07:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:55 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Tapi mungkin memang seperti itu. Karena entah mengapa aku merasa ada irama yang lain dalam jantungku. Seperti irama yang membuatku menjadi orang yang bersuara paling merdu bila bersenandung. Irama yang bisa membuat hujan menjadi begitu menggairahkan walau di pagi hari sekalipun. Irama yang membuat kopi pagiku serasa sangat nikmat. Ya, irama yang kurasa sejak Alin ada di ruangan, duduk di seberang meja di kantorku tepatnya.

Perempuan cantik keturunan Yogya-Belanda yang sangat anggun dimataku. Bola matanya yang bulat berbingkai bulu mata yang lentik dihias barisan alis indah. Berambut ikal sebahu dengan tubuh langsing semampai. Begitu sempurna dimataku.
Senyum cerahnya setiap pagi menghiasi hari-hariku belakangan ini. Perhatiannya pada ku tentang hal-hal kecil yang sering terlewatkan membuatku bahagia.

Baru kali ini aku merasakan hal seperti ini. Merasa bahwa setiap hari ada bunga indah yang bersemayam dalam hatiku. Merasakan bau harum yang selalu tercium di sepanjang perjalanan menuju kantor. Bahkan baru kali ini aku merasa harus menyemprotkan pengharum pada tubuhku agar perempuan itu tak mencium bau tak enak saat berdekatan denganku.
Alin bukanlah seorang gadis sendirian. Dia adalah seorang istri dan ibu dari tiga orang anak laki-laki. Suaminya seorang pengusaha yang sering bepergian antar kota antar pulau bahkan hingga ke negeri lain. Semua aku tahu dari cerita-ceritanya saat kami ngobrol di sela-sela makan siang.

Hingga akhirnya Alin menceritakan keluh kesah tentang rumah tangganya. Kesedihannya atas perlakuan suaminya yang membuatku iba. Dan kami pun semakin dekat.

Hingga suatu siang.

Entah bagaimana ceritanya, aku sudah berada di rumahnya yang sepi pada jam istirahat kantor. Makan siang bersamanya dan berlanjut ngobrol ditemani secangkir kopi nikmat buatannya. Dan semua berlanjut hingga tiba-tiba……….

Brak!

Pintu kamar didobrak dari luar. Istriku dan beberapa teman sudah berada disana menemui kami dalam keadaan yang seharusnya tak dilihat orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun