Wawasan Nusantara di TMII
Dalam perjalan berikutnya, kami menyusuri kolam nusantara di bagian tengah TMII. Melihat gambaran besar kepulauan Indonesia dalam danau buatan. Saya takjub, merasa keheranan, bagaimana mungkin di dalam kolam yang besar ada pulau-pulau rumput yang indah. Hehehe.. Namanya juga bocah bodoh.
Bahkan sampai hari ini, saya baru singgah di tiga pulau besar Indonesia. Pulau Kalimantan, Sulawesi, Jawa. Sementara Sumatera dan  Papua. Saya belum pernah mengunjunginya. Ternyata Indonesia itu luas, besar, dan dalam waktu yang tersisa ini. Saya belum sempat mengunjungi pulau-pulau kecil lainnya.
Perjalanan ke TMII membentuk persepsi tentang Indonesia. Tidak sempurna memang, tapi setidaknya membantu untuk ukuran kami keluarga kecil yang baru saja kredit mobil. Tiket pesawat mahal pada jaman itu, dan akses informasi sangat minim. Hanya mengandalkan koran dan televisi saja, berbeda dengan sekarang. Saat jaman internet dan mudahnya akses informasi lewat internet diperoleh.
TMII menawarkan wisata edukasi, pengetahuan antropologi, geografi, sekaligus sosial yang lengkap. Kami pun jadi tahu (walau belum paham benar) perbedaaan suku-suku di Indonesia. Lewat corak budaya, bahasa, kebiasaan, arsitektur dan itu bisa dilihat sekali jalan. Jalan ke TMII.
Maka tercapai jualah cita-cita visioner mendiang Ibu Tien saat membangun TMII. Suatu tempat dimana keluarga bisa bercengkrama bersama sambil menikmati indahnya nusantara 'mini'. Saat kembali menelusuri kenangan-kenangan itu, saya disadarkan akan kekayaan sejati bangsa Indonesia.
Bahwa pelajaran sekolah mengajarkan bahwa kita adalah negara yang berlimpah sumber daya alam, manusianya banyak, dan alamnya indah. Itu adalah kekayaan. Benar. Tapi ketika mengingat kembali TMII, saya teringat bahwa persepsi tentang kekayaan bangsa terletak pada keragaman budaya dan multikulturalisme.
Multikulturalisme adalah suatu paham yang terus-menerus berkembang sesuai jaman namun tak pernah lekang oleh waktu. Dalam tahap-tahap awal itu TMII sudah berhasil membangun citra itu pada masyarakat Indonesia.
Tantangan 40 Tahun TMII
Jaman sudah berganti, tunas-tunas baru bermunculan.Kelompak bunga dan angin perubahan sudah mekar. Ketika TMII sudah semakin tua dan regenerasi kepemimpinan negeri hadir. Maka TMII harus kembali menemukan jati dirinya yang baru. Mendefinisikan kembali makna TMII baik secara kultural, ekonomis, maupun sosial.
TMII bukan hanya menjadi wahana kongkret pemersatu bangsa. Namun perlu juga dipikirkan tentang aspek-aspek manajemen modern di dalamnya. Ketika properti-properti baru dibangun, disewakan, dan dikembangkan untuk kegiatan yang bernilai ekonomi, harus ada kesadaran lain tentang identitas TMII.