Mohon tunggu...
Astri Syafitri
Astri Syafitri Mohon Tunggu... Insinyur - Aku mencoba

Suka membaca, dan berusaha menjadi penulis agar disukai para pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Apakah Aku Layak Menjadi Pemimpin?

1 September 2018   22:39 Diperbarui: 1 September 2018   23:00 1241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Usia muda menjadi pemimpin. Sepertinya membanggakan sekali menyandang predikat pemimpin. Tidak peduli hanya punya satu, lima atau dua puluh bawahan, tetap aja berhak dipanggil Bos.

Mengapa seorang muda bisa menjadi Bos? Bisa jadi karena prestasinya, atau karena sikapnya atau karena kedekatannya dengan bos besar. Tidak bisa dipungkiri jika sosok bos sering menjadi alasan utama bagi para karyawan untuk mencintai atau membenci pekerjaannya. 

Sebenarnya bos adalah sosok bertalenta yang dibutuhkan perusahaan untuk menggerakan jalannya roda perusahaan. Umpama rangkaian kereta, bos adalah lokomotifnya. Di dalam pelayaran, seorang nahkoda adalah bos yang akan memimpin pergerakan kapal menuju tujuannya. Sebuah orkestra pastinya tidak akan bisa mempertunjukkan suatu pagelaran seni musik yang indah jika tidak ada seorang konduktor yang memimpinnya.

Di dalam sebuah orkestra, semua orang punya kompetensi masing-masing, ada yang mahir memainkan biola, ada yang terampil membetot bas, meniup terompet atau mengalunkan nada indah dari pianonya, tapi kehebatan masing-masing tidak akan ada artinya jika tidak ada sosok konduktor yang mengarahkan dan menyelaraskan semuanya. 

"Ahhh dia sih pinter buat dirinya sendiri saja, tapi ngga bisa jadi bos tuh." Atau "Bos saya itu kerjanya cuma bisa nyuruh-nyuruh sambil marah-marah saja, tapi ngga bisa kasih contoh buat anak buahnya." "Kakunya kayak kanebo kering tuh si Bos, nyapa aja ngga pernah, boro-boro nanya kabar." 

Terasa familiar keluhan ini di setiap perusahaan. Tidak pernah ada atasan yang sempurna di mata bawahannya. Seorang pemimpin harusnya memiliki tiga sifat yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara : Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani.

Ing Ngarso Sun Tulodo  artinya Ing ngarso itu didepan / dimuka, Sun berasal dari kata Ingsun yang artinya saya, Tulodo berarti teladan. Seorang pemimpin hendaknya berada di depan memberikan teladan dan contoh bagi orang -- orang disekitarnya.

Tidak bisa seorang atasan memaksa bawahannya untuk masuk kerja tepat waktu, jika dia saja datangnya terlambat setiap hari. Atau mengharapkan bawahannya untuk bersikap sopan, sedangkan dirinya sendiri acap kali berlaku kasar.

Seperti mengajarkan anak di rumah agar tidak merokok, tapi orang tuanya tanpa ragu merokok depan anak-anaknya di rumah, bisa dipastikan si anak mungkin tidak merokok di rumah, tapi merokok di luar rumah tanpa dilihat orang tuanya. 

Ing Madyo Mangun Karso, Ing Madyo artinya di tengah-tengah, Mangun berarti membangkitan dan Karso adalah kemauan atau niat. Seorang atasan harus mampu membangkitkan semangat para bawahannya. Memberikan perhatian sewajarnya kepada bawahan akan bisa menyentuh kedekatan yang akan membuahkan loyalitas tentunya. Seperti menanyakan kabar keluarganya, memberikan penghiburan jika ada kedukaan ataupun ikut bersuka jika ada momen kebahagiaan bawahan yang dirayakan.

Seorang atasan yang mampu menciptakan suasana kerja yang kondusif dan nyaman untuk timnya, memberikan pengaruh positif kepada bawahan untuk bekerja seproduktif mungkin guna mencapai target. Menciptakan jarak yang lebar antara atasan dan bawahan, akan menjadikan banyak informasi berguna tidak tersampaikan dari bawahan kepada atasan.

Tut Wuri Handayani, Tut Wuri artinya mengikuti dari belakang dan handayani merujuk usaha memberikan dorongan moral atau dorongan semangat. Setelah memberikan contoh di depan memotivasi selama proses, terakhir seorang atasan harus mampu memberikan dorongan semangat atau memotivasi bawahannya. Motivasi internal untuk bekerja optimal dari diri masing-masing karyawan yang harus diperkuat guna bersama mencapai target perusahaan. 

Menjadi bos yang dicintai bawahan mungkin mimpi sebagian orang. Berada di tengah-tengah kepentingan para pemilik perusahaan dan para pekerja, seorang atasan harus mampu :

1. Menentukan tujuan yang jelas

Seorang pemimpin harus bisa mendeskripsikan tujuan perusahaan yang ingin dicapai kepada timnya dan kontribusi kerja dari masing-masing orang. Para karyawan diberikan kepercayaan untuk mengeksekusi dan berproses untuk mencapai target.

2.Mengambil keputusan

Semua keputusan yang diambil oleh seorang atasan pasti akan ada konsekuensinya, bahkan jika seorang atasan tidak berani mengambil keputusan pun pasti akan ada konsekuensinya. Berani mengambil keputusan dengan mempertimbangkan banyak hal, mutlak dilakukan oleh seorang atasan. Jika konsekuensinya ternyata berdampak tidak sesuai harapan, jangan menyalahkan bawahan atau orang lain karena ini. Pahami bahwa keberanian memutuskan adalah bagian dari tanggung jawab sebagai seorang atasan.

3. Menghargai setiap usaha dari para karyawan

Jangan pelit untuk memberikan pujian kepada para bawahan. Sejatinya seorang manusia suka untuk dipuji. Pujian bisa memberikan motivasi lebih kepada karyawan untuk memberikan hasil yang lebih baik bagi perusahaan. Jangan terpancing untuk menyalahkan personal, bersikap lebih bijak untuk mencari penyebab masalah itu sebagai satu kesatuan sistem yang bisa diperbaiki. 

4. Mengenal para karyawannya

Seperti kata pepatah tak kenal maka tak sayang. Kepedulian atasan kepada bawahannya, akan menumbuhkan komitmen lebih karyawan terhadap pekerjaannya. Tidak sedikit karyawan yang rela bekerja lembur tanpa dibayar hanya karena sungkan kepada atasannya yang terlampau baik. 

5. Mengembangkan potensi dari para karyawan

Seorang atasan memiliki helicopter view untuk melihat potensi dari masing-masing karyawan. Menempatkan seorang karyawan pada satu posisi sesuai talentanya, diharapkan akan semakin mendekatkan organisasi terhadap target yang sudah ditentukan. The right man on the right place.

6. Mau mendengarkan dan memberikan umpan balik 

Tuhan memberikan dua telinga dan satu mulut untuk kita, dengan maksud kita harus lebih mau mendengarkan daripada mengutamakan berbicara. Sebagai atasan perlu menyiapkan waktu dan diri untuk mendengarkan masukan atau keluhan dari bawahan. Terhadap pekerjaan yang telah dilakukan oleh para karyawannya, hendaknya diberikan umpan balik, guna meningkatkan kualitas si karyawan. Umpan balik berupa pengadaan pelatihan atau training untuk meningkatkan kompetensi karyawan juga bisa dilakukan. 

7. Tidak perlu bersikap kasar

Kewibawaan seorang atasan tidak bisa didapat cuma-cuma hanya karena menyandang title sebagai atasan. Bersikap otoriter atau membangun image dengan sikap bossy bukanlah jawaban untuk menaikkan wibawa dihadapan karyawan. Bertutur kasar hanya untuk memperlihatkan arogansi tidaklah diperlukan.

8. Komunikasi yang terbuka dan jujur

Jangan ada dusta di antara kita, di antara atasan dan bawah. Suasana kerja yang terbuka, akan memancing kontribusi lebih karyawan kepada perusahaan. Banyak ide-ide brilian yang disembunyikan di kedalaman benak seorang karyawan, dan tidak tereksplor hanya karena suasana kerja yang tertutup dan berjarak.

Apakah harus tua dulu untuk bisa menjadi pemimpin yang memiliki sifat Ing Ngarsa Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani? Tentu tidak. Sekarang saatnya kaum milineal menjadi pemimpin. Bersikap otoriter, kasar dan menggurui tidak akan mendekatkan atasan kepada target. Jadilah pemimpin yang membangun wibawanya dengan sikap yang baik, intelektual yang mumpuni, dan kecerdasan emosional yang terbangun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun