Mohon tunggu...
Astri Puspita
Astri Puspita Mohon Tunggu... Lainnya - Life at insurance industry, mom of two and a simple wife

Life style, wealth management, and priority of life.

Selanjutnya

Tutup

Money

Belajar Memahami Prioritas Finansial dengan Syariah

15 Februari 2018   20:19 Diperbarui: 15 Februari 2018   20:34 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gajian merupakan hari yang sangat membahagiakan bagi para karyawan dan karyawati. Namun hal ini didasari atas sikap konsumtif. Contohnya, baru saja gaji diterima kita sering mendengar "yah...gaji hanya lewat", "waduh minus deh bulan ini". Apakah hal ini akan terus terjadi? Tentu hal ini sudah bosan kita dengar. Dan bagaimana mengatasinya?. Rasullah saw selalu berdoa kepada Allah swt untuk dapat menghindari dirinya dan keluarganya dari hutang. Akan tetapi, jika kita ukur biaya kehidupan saat ini, apakah kita bisa menghidari hutang konsumtif? (diluar dari hutang produktif dan konsumtif pokok). Apa salahnya jika kita coba jalani :

Ukur yang paling penting

Mengukur kepentingan sebuah kebutuhan tentulah hal yang sangat penting. Contohnya pada saat kita memiliki uang lebih seperti hasil dari investasi syariah dan kita belum memiliki rumah dan kendaraan, utamakan terlebih dahulu rumah. Ingat ya...rumah bernilai meningkat setiap tahunnya, sedangkan nilai  kendaraan turun setiap tahunnya. Lagipula, jika kita menelaah ke laporan keuangan (neraca) asset tetap selalu berada diurutan pertama sebelum aset - aset lainnya tertulis.

Kendalikan emosi dan keinginan

Saya sering menemukan orang -- orang yang tidak mau ketinggalan dengan hal -- hal konsumtif yang terbaru. Contoh, belum ada 5 tahun umur kendaraan dan masih mulus sudah mau ditukar tambah, rela membeli gadget terbaru sampai memutuskan untuk mencicil, padahal gadget sebelumnya baru dipakai kurang dari 1 tahun. Mungkin hal ini sudah sering terjadi, namun perlu diingat, jika kita memiliki uang lebih dan seluruh kebutuhan pokok (asset tetap dan kebutuhan sehari -- hari) telah kita miliki, hal ini mungkin lumrah untuk dibeli. Namun, bagaimana dengan yang belum ? Utamakan yang penting! gadget dan kendaraan terbaru akan terus bergulir dan justru membuat kita pusing.

Perlu kita ingat bahwa dalam hal konsumsi, Islam mengajarkan sangat moderat dan sederhana, tidak berlebihan, tidak boros dan tidak kekurangan karena pemborosan adalah saudara -- saudara setan :"Sesungguhnya pemboros -- pemboros itu adalah saudara -- saudara setan dan setan itu adalah ingkar terhadap Tuhannya" QS. Al -- Isra , 17 :27.

Mencoba membiasakan diri menabung

Jaman sekarang, tabungan bisa berupa apa saja. Tidak hanya tabungan yang bersifat konvensional akan tetapi ada tabungan berupa saham syariah,reksadana syariah, tabungan rencana iB, tabungan pensiun atau biasa disebut DPLK iB, bahkan di dunia asuransi kita sudah mengenal unitlink syariah (proteksi sekaligus investasi syariah). Semuanya bisa kita lakukan secara autodebet (otomatis terpotong dari tabungan konvensional kita). Mungkin cukup berat untuk diawalnya, namun pada periode pecairannya ada kenyamanan dan keuntungan tersendiri yang kita dapat. Dan tentu saja kita dapat belajar lebih menghargai uang hasil jerih payah yang kita kumpulkan selama ini.

Sesuai dengan hadis : Rasullah bersabda " Barang siapa menjual rumah dan tidak menjadikan harganya yang serupa maka tidak akan mendapat berkah " Ibnu Majah.

Artinya, Islam melarang konsumsi yang berlebihan dan penimbunan kekayaan, karenanya dana perlu diorganisasi dengan cara yang baik agar terus berkembang dan berkelanjutan. Aset tidak boleh habis dikonsumsi tetapi harus ditabung atau diinvestasikan.

Catat pengeluaran dan rencanakan

Setiap bulan sebaiknya kita catat apa saja yang telah kita konsumsi dan keluarkan sebagai kewajiban kita sebagai seorang muslim dan warga Negara yang baik (zakat dan pajak). Selain mencatat pengeluaran, tidak ada salahnya untuk mencatat rencana pembelian konsumtif kita ke depan. Disarankan untuk membeli barang secara periodik. Jika kita ingin membeli barang yang cukup mahal, berikan jeda pembelian antara barang yang satu dengan yang lainnya.

Sesuai dengan hadis : Rasullah bersabda " Di antara baiknya, indahnya keislaman seseorang adalah meninggalkan perbuatan yang tidak bermanfaat" Turmudzi.

Artinya, perbuatan yang tidak ada manfaatnya adalah sama dengan perbuatan yang tidak pernah direncanakan. Jika perbuatan itu tidak direncanakan, maka tidak termasuk dalam kategori yang baik. Hadis tersebut dapat menjadi salah satu pedoman dalam konsumsi yang lebih terencana dan terkontrol. Hal ini agar cashflowpribadi kita tetap terjaga.

Keempat hal tersebut bisa kita coba secara bertahap. Jika dilihat, semuanya tergantung bagaimana kita mengubah pola pikir yang selama ini "beli dulu, pikir nanti" tapi menjadi "pikir dulu, baru beli". Pengelolaan yang baik dan memahami prioritas akan memberikan ketenangan dan kenyamanan dalam hidup kita.

Astri P.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun