Sektor pendidikan juga memiliki peran penting dalam hal ini. Pendidikan tentang gizi dan kesehatan sejak dini akan memengaruhi kebiasaan pola makan dan gaya hidup anak-anak di masa depan. Oleh karena itu, sinergi antara sektor kesehatan, pendidikan, ketahanan pangan, dan sosial sangat penting dalam mengatasi stunting secara komprehensif.
6. Penguatan Sistem Pemantauan dan Data
Pemantauan yang sistematis dan pengumpulan data yang akurat menjadi sangat penting dalam menanggulangi stunting. Dengan data yang tepat, pemerintah bisa mengetahui dengan jelas daerah-daerah yang paling membutuhkan intervensi lebih lanjut. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) telah mengembangkan sistem pemantauan status gizi yang dapat memberikan informasi terkini mengenai kondisi gizi ibu hamil dan balita di seluruh Indonesia.
Data yang terkumpul juga mempermudah dalam merencanakan kebijakan dan program intervensi yang lebih tepat sasaran. Pemerintah berkomitmen untuk terus memperbarui dan meningkatkan kualitas data terkait status gizi dan kesehatan ibu serta anak, sehingga upaya penanggulangan stunting dapat lebih terarah dan efektif.
Tantangan dan Harapan ke Depan
Meski banyak strategi yang sudah dijalankan, tantangan besar tetap ada, seperti masih tingginya angka kemiskinan, rendahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya gizi, serta masalah distribusi pangan yang tidak merata di seluruh wilayah Indonesia. Banyak daerah terpencil yang masih sulit dijangkau dan kurang mendapat perhatian dalam hal pelayanan kesehatan dan pangan. Oleh karena itu, diperlukan peran aktif dari masyarakat, sektor swasta, serta organisasi masyarakat sipil dalam mendukung program pemerintah untuk mengatasi stunting.
Dengan terus meningkatkan upaya intervensi berbasis data, memperkuat kolaborasi antar sektor, serta meningkatkan partisipasi masyarakat, diharapkan Indonesia dapat mencapai target pengurangan stunting sesuai dengan komitmen global dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya menurunkan angka stunting hingga di bawah 20% pada tahun 2024.
Menurut Prof. Fasli Jalal, pakar gizi masyarakat, pendekatan multisektoral sangat penting dalam penanganan stunting. Ia menekankan bahwa stunting bukan hanya soal makanan, tetapi juga melibatkan peningkatan sanitasi, pemberdayaan ekonomi, dan akses pendidikan. Hal ini sejalan dengan laporan UNICEF Indonesia, yang menyoroti pentingnya peran masyarakat lokal dalam mengubah pola asuh dan kebiasaan yang mendukung tumbuh kembang anak. Meski begitu, program pemerintah masih menghadapi tantangan besar, seperti koordinasi antarlembaga yang belum optimal, infrastruktur yang terbatas di daerah terpencil, dan anggaran yang masih belum memadai untuk menjangkau seluruh keluarga sasaran.
Penanganan stunting telah menunjukkan hasil positif. Berdasarkan laporan Riskesdas, prevalensi stunting menurun secara bertahap setiap tahun. Namun, untuk mencapai target 14% pada 2024, diperlukan langkah strategis tambahan. Pemerintah perlu memperkuat sinergi lintas sektor, meningkatkan alokasi anggaran, dan memanfaatkan teknologi untuk memantau perkembangan anak secara lebih akurat. Dengan komitmen yang kuat, Indonesia memiliki peluang besar untuk menciptakan generasi yang lebih sehat, produktif, dan mampu bersaing secara global, sehingga berkontribusi pada pencapaian visi Indonesia Emas 2045.
Kesimpulan
Stunting adalah masalah serius yang membutuhkan perhatian dan tindakan cepat. Melalui berbagai program yang melibatkan sektor kesehatan, pendidikan, pemberdayaan masyarakat, dan infrastruktur dasar seperti sanitasi, pemerintah Indonesia berupaya keras untuk menurunkan angka stunting. Keberhasilan dalam mengurangi stunting memerlukan kerjasama yang solid antara pemerintah, masyarakat, dan seluruh pihak terkait. Dengan kebijakan yang tepat dan partisipasi aktif dari semua elemen, Indonesia dapat berharap untuk mencapai masa depan yang lebih sehat dan produktif.