Mohon tunggu...
Astralastra
Astralastra Mohon Tunggu... Lainnya - Daur baur

Manusia merdeka

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Montase Cahaya Bulan

16 Januari 2025   23:51 Diperbarui: 16 Januari 2025   23:51 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.pexels.com/id-id/foto/gelap-kelam-hitam-malam-9214136/

.

Sembilan menit lagi langit akan menjadi lingsir 

Adakah derita dan suara bergegas pulang menyisir?

Seperti itik yang mengenal malam dan ibu

Seperti ruang bercahaya yang menangkap hadirmu

.

Adakah masa silam berisikan ruang tunggu?

Memberi titik jeda antara detik dan rindu

Untuk saling mengikhlaskan sebuah perasaan 

Dan tak membebankan sepenuhnya pada keadaan

.

Seperti redam yang dilafalkan oleh waktu 

Seperti temaram dalam pangkuan haribaan rindu

.

Adapun sebingkai penuh bunga yang tak tertanam di lanskap taman 

Mengingatkan diriku pada memori yang silam 

Maka senantiasa ditulis dunia pada wujud cerita roman 

Mengisahkan tentang teka teki akan warna ruam

.

Dan dunia ini selalu tak pernah selesai untuk diukur

Acapkali langit dan tanah mengingatkan diriku akan irama

Seperti suara yang merambat diantara telinga ketika tertidur 

Tanpa sadar kita tak pernah selesai dalam perihal menerima 

.

Sepertinya kehilangan itu memuat suara 

Dengan perlahan hati merangkum itu semua 

Seperti transkrip dalam buku-buku cerita

Yang tak pernah selesai untuk memuat prasangka

.

Seperti ilalang yang dibakar kemarau 

Kekurangan akan melahirkan beberapa fase lampau

Entah dalam wujud yang tak mampu dibaca dunia 

Atau tak pandai diterima indera manusia

.

Dalam hari yang berakhir seperti pekan yang penat itu

Suara akan terbiasa menangkap cahaya dirimu 

Seperti menghafalkan sebuah rute yang berliku dan panjang 

Menuju bait-bait yang tak mudah ditafsirkan oleh bulan terang

.

Kehidupan ini seimbang, Tuan. Barangsiapa hanya memandang pada keceriaannya saja, dia orang gila. Barangsiapa memandang pada penderitaannya saja, dia sakit                   Pramudya Ananta Toer. Anak Semua Bangsa. 1975

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun