.
Ada yang tak dipunyai mentari saat musim yang cerahÂ
Adalah bahasa yang tak dikenali oleh indra daun yang senantiasa menciumÂ
Nafas bumi yang kian terhimpit dan langit yang kini kian menyerah,
Melihat kehilangan dan perampasan yang kian menguap dalam dentum
.
Suara pertama lahir dari rahim bahasaÂ
Yang kian terjamah oleh puing-puingÂ
Dan kini ia kehilangan salah satu indraÂ
Yang perlahan memuai dalam rentang dan denting
.
Ada yang terekam dalam benak suaraÂ
Memuat kehilangan-kehilangan dalam rekaman diorama
.
Yang tak terhitung oleh beban ituÂ
Adalah diriku dan piluÂ
Merebak dalam inti ruangan dalam paruÂ
Yang bergetar dan melambat seiring waktu
.
Suara kedua berisi nyanyian puingÂ
Yang berserak bersama kerinduan dinding
Pada batas-batas yang tak berhenti berdenging
Membiru dalam waktu dan irama yang hening
.
Yang kutulis hanya beberapa kalimatÂ
Setelah mendengarkan beberapa suara yang mendekat
.
Serasa telinga dan jemari yang menariÂ
Menghilang bersamaaan mengikuti kontur bunyi
Memuat dan kerap ikut meredamÂ
Semua sisa-sisa luka yang lebam
.
Suara ketiga berisi ingatan yang tak kunjung berhentiÂ
Mengingat setiap gerak langit dan rasi bintang mati
Menunggu suara bulan yang berhenti berbunyiÂ
Untuk pulang dan mendendangkan sunyiÂ
.
Bait ketiga dari masa silamÂ
Adalah petuah pertama yang diikuti ruamÂ
Memanggil setiap sisi lain dalam relung malam
Ketika detik waktu telah lelah memutari ruangan dan jam
.
Suara suara dari dalam ituÂ
Kadang berbicara akan ruang tunggu
Yang berisi nama-nama dan waktu
Pada hikayat puisi-puisi rinduÂ
.
Dan riuh adalah sisi yang menyepi
Memuat kehilangan diantara rimbun intisariÂ
Dan kamus waktu takkan berhenti mengejaÂ
Setiap ruangan yang dihafal oleh cahaya
.
Bunyi adalah selaksa nafasÂ
Yang menghitung kesunyian dalam tempo yang keras
Serta misteri yang diceritakan oleh mimpiÂ
Memuat ruangan yang penuh akan teka-teki
.
Dan suara suara dari dalamÂ
Mengisahkan kekurangan dan ketabahan
Dalam waktu yang terlipat di ujung malamÂ
Dari kesaksian yang berisikan kompartemen kehidupan
.
Hanya mereka yang mengenal trauma, mereka yang pernah dicakar sejarah, tahu benar bagaimana menerima kedahsyatan dan keterbatasan yang bernama manusia
Goenawan Mohamad, Catatan Pinggir 4 : 1994
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI