.
Kumpulan kata kini tersusun sunyi
Sinarnya terangkai semakin meramai
Meletakan perspektif lain, pada jalan ceritaÂ
Adalah sia-sia, kau hanya membukukan dunia
.
Pasalnya, derita kadang sebanding dengan kemenangan
Jangan terlalu menangis, dan terlalu bersenang
Persis hikayat lama, tentang batuan-batuan kering di romawiÂ
Datanglah dan pergi seperti filosofiÂ
.
Dunia mumgkin tak memerlukan hujanÂ
Untuk melupakan detik yang kau simpanÂ
Di dalam botol yang penuh dengan pasirÂ
Dimana kecemasan dan kehilangan itu lahir?
.
Demi kota tua, sebelah jalan raya yang ramaiÂ
Kampung tersisih dan daerah masih perlu subsidiÂ
Fanatik bukanlah hal yg begitu romantikÂ
Mengurai langitmu, menghilangkan suaramuÂ
.
Sebelah jalan raya, setelah kota tuaÂ
Jangan kau harapkan hujan jatuh diantara riuhÂ
Sebelum kau kecup dan letakan payungÂ
Pada rangkai mawar yang digunting mendungÂ
.
Musim pancaroba setelah ini akan berselangÂ
Dan tanggal dan waktu akan selalu diperbaruhiÂ
Pukul duabelas akan berganti dan pulang
Diam-diam rakyat kecil kini disisihkan lagi
.
Semacam kliseÂ
Yang terulang dan tak kunjung hilangÂ
Dan teguhkan pada hatimu
Jangan menyerah kepada ketidakberdayaan
.
Jangan kering kekuatan hatiÂ
Jangan kering hati nurani
"Lalu apa perasaan tak terhitung ini yang menghilangkan pikiran dari tidur yang diperlukan untuk hidupnya? Dunia yang bisa dijelaskan bahkan dengan alasan yang salah adalah dunia yang akrab. Namun sebaliknya, di alam semesta yang tiba-tiba kehilangan ilusi dan pencerahan, manusia merasa dirinya sebagai orang asing" Â Â Â Â Â Â Â Albert Camus, Le Mythe de Sisyphe (1942)