Mohon tunggu...
Kresna Astraatmadja
Kresna Astraatmadja Mohon Tunggu... -

Still working on it...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Balada Usman dan Harun

15 Februari 2014   03:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:49 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tujuh bulan kemudian, Pengadilan Singapura memutuskan hukuman gantung terhadap Usman dan Harun atas tindakannya membunuh 3 warga sipil dan mencederai 33 warga sipil lainnya. Tentu Pemerintah Indonesia keberatan atas hukuman mati tersebut. Tapi upaya Pemerintah Indonesia untuk meminta pengampunan, setidaknya menjadi hukuman seumur hidup, gagal. Bahkan penundaan hukuman agar keduanya dapat bertemu keluarga juga ditolak. Usman dan Harun tetap dihukum gantung sampai mati di pagi 17 Oktober 1968.

Saya berusaha menggunakan perspektif masa lampau untuk melihat peristiwa ini. Mencoba mengerti situasi politik saat itu, bahwa Presiden Soekarno tak menginginkan Malaysia, negara tetangganya, menjadi boneka imperialis Inggris. Bahwa Malaysia mengingkari perjanjian Manila. Sebab bila perspektif saat ini yang dipakai –sekelompok orang masuk negara lain lalu membuat keonaran yang mengakibatkan kematian— tentu tindakan mereka tak lebih dari terorisme. Pengacau. Tapi saya tak cukup pintar untuk paham. Barangkali, akal sehat orang-orang masa lampau berbeda dengan akal sehat saya sekarang. Bahwa warga sipil harus jadi korban untuk politik.

Adalah hak Pemerintah Indonesia untuk mengelu-elukan Usman dan Harun sebagai pahlawan. Memakai namanya menjadi apa saja, termasuk kapal perang yang akan menjaga kedaulatan kepulauan. Ini urusan dalam negeri yang tak bisa dicampuri negara lain, apalagi negara kecil macam Singapura.

Tapi adalah hak Singapura untuk keberatan. Hak mereka pula untuk menolak kapal ini, atau kapal apapun, masuk perairannya yang cuma secuil.

Saya? Saya tak berpihak pada Singapura. Tapi tak juga kagumi tindakan Usman dan Harun. Saya berpihak pada Elizabeth Choo, Juliet Goh,Mohammed Yasin Kesit, dan korban lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun