Mengubah Rasa Kerawanan Menjadi Program dimulai dengan mengupas Kerawanan untuk memperoleh kesadaran dan kebijakan optimal dalam bertindak.  Dengan mengupas menguliti gejala kerawanan kita bisa lebih baik mensikapinya. Sebab kerawanan memang belum suatu kejadian yang lengkap dapat ditangkap secara  nyata inderawi penuh seperti kekecewaan.(*) Maka perlu menangkapnya lebih cerdas.
Berfikir untuk berbicara apa lagi menulis sebaiknya berangkat dari kejadian nyata sebagai jaminan obyektivitas. Tentu tak ada tabunya mulai dari konsep-konsep prinsip, paradigma, ajaran agama dsb. Meskipun itupun dalam praktek memiliki kerawanan. Kerawanan adalah titik-titik kritis, dimana suatu arah hingga peristiwa berikutnya bisa tidak seperti yang diharapkan sebelumnya.
Seperti tulis Yth Kompasianer Zabidi Mutiullah menulis : "Menilik perjalanan, ada kesamaan dan perbedaan yang bisa dijadikan tolok ukur akan seperti apa nasib Nasdem dan PDIP kedepan. Baik ditinjau dari segi kelembagan maupun situasi yang saat ini sedang dihadapi"Â
Sosiolog dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIPOL) Universitas Gadjah Mada (UGM), Arie Sujito, mengungkapkan bahwa saat ini sudah mulai muncul gejala pengulangan narasi politik berbasis kebencian seperti yang dipertontonkan pada 2 kali pilpres sebelumnya.Â
Pembelahan sosial dengan konstruksi stereotype sebuah kelompok ini dilakukan menggunakan narasi agama, etnis, dan golongan sebagai komoditas politik dukung mendukung. "Di WhatsApp group, di timeline Facebook, di hampir semua media sosial bahkan di beberapa media mulai muncul narasi yang lagi-lagi basisnya adalah konstruksi stereotype.Â
Umpat-umpatan, hate speech, hoax, mulai deras mengalir ke percakapan sehari-hari kita lewat online maupun offline," kata Arie kepada media di Yogya, Jumat (4/11).(Sosiolog UGM: Sudah Muncul Gejala Pengulangan Narasi Politik Berbasis Kebencian (msn.com)
Belum lama ini aku mendapat tamu seorang pria. Masuk rumahku tertatih-tatih dan tremor.Tetapi dia datang sendirian dan naik sepeda motor. Mengaku berusia 67 tahun. Â Dan kondisi tremornya katanya kerena terakhir sakit gula darahnya diatas 500.
Aku sedikit saja tahu tentang dia tentang ayahnya dst. Tetapi dari jam 17.00 hingga jam 18.00 dia cerita bahwa dia dulu (1981) sering datang kerumahku. Saat itu dia sebagai juru warta dalam pelatihan. Selain itu dia sore itu mengkisahkan banyak sekali tentang keluarga dan kerabatnya, mungkin lengkap himgga nenek moyangnya yang masih berdarah biru. Semua dikisahkan dengan penuh semangat menggebu.
Adegan seperti itu seandaimya itu pada tahun 1975-1990, aku tahu cara menyikapinya. Aku harus segera memberikan amplop sesuai jenjang perkaderannya. Akan tetapi kebiasaan sikap itu (yang aku benci) sudah kutinggalkan dan kulupakan.
Semenjak tahun 1990 dst aku bergaul periodik bertemu dengan para petani yang lebih sederhana dan serba dalam kerawanan ekonomi dan kerawanan sosial sebagai golongan terpinggirkan apa lagi dalam mengambil keputusan dalam bermasyarakat.Â
Tetapi mereka jujur, tulus siap berbagi antar warga dalam kondisinya yang  serba kekurangan dan kerawanan itu. Watak petani asli dimana-mana hampir sama, di Papua, Sumatra, Sulawesi Indonesia,  Thailand maupun Philipina.
Dalam hidup sehari hari sangat sering terjadi kerawanan cara berfikir dan mengambil sikap selanjutnya. Perihal tamuku tadi aku terlambat tanggap terhadap kondisi kerawanan yang dia mungkin rasakan dirumahnya. Sampai-sampai dijaman aku juga sudah lemah pikun terpaksa juga hanya bisa berbagi dari keterbatasanku kini.Â
Aku sempat sungguh iba lihat dia pulang menjelang malam sendirian naik sepeda motor 20 km dalam kondisi kesehatan tidak sempurna.
Belajar dari pengalaman (misalkan pada kasus tamuku tersebut dimuka) ternyata munculnya perasaan (suka, kecewa) lebih mudah daripada munculnya kesadaran (pada kerawanan, tanggungjawab,). Tetapi menyikapi perasaan kebanyakan lebih sulit dari pada menyikapi kesadaran.Â
Sebab ketika kila sudah sadar bener, berat ringannya tindak lanjut lebih pada perkaranya yang sudah jelas, sementara pada perasaan masih saja menjadi masalah perasaan itu sendiri.
Tumbuhnya kesadaran akan kerawanan selain fenomena-dasarnya belum cukup penuh rampung, kesadaran lebih mudah lagi dimunculkan dengan melihat unsur-unsur situasi yang sedang dialami.
Fenomena dasar Kerawanan mempunyai unsur waktu dari hari, tahun hingga musim. Dan unsur tempat, dari cuaca alam hingga domisili dan budaya lokal orangnya.
Fenomena dasar Kerawanan dapat menjadi hal yang terukur volume/ jumlah. Masalah kurang atau lebih hingga intensitas pengaruh, mengajak orang hati-hati menjangga keseimbangan dan harmoni.
Jadi Fenomena dasar Kerawanan mempunyai kwalitas yang dapat menjadi tolok ukur  tindaklanjut. Tetapi Kwalitas peluang perubahan yang disebabkan oleh unsur manusia hidup yang terlibat dalam penilaian ini menjadi hal yang paling susah diantisipasi. Itulah kadang menjadi pokok masalahnya: Kerawanan keputusan,  kerawanan perubahan dari pikiran perasaan sikap manusia.
Don Shula dan Ken Blanchard menghadapi semuanya memilih langkah meletakkan tekanan pada kepemimpinan dari Pelatih. Pelatih harus berpendirian kuat. Pelatih harus terbuka dan intensip mendampingi yang dilatih. Pelatih harus bijak dan waspada terhadap perkembangan perubahan. Pelatih harus konsisten: bahkan perilakunya bisa ditebak Akhirnya juga Pelatih harus menjadi pribadi yang utuh dan ber "ethos kerja". (*)
Sementara dari dua tiga tulisanku sebelum ini hanya mengandalkan kebijakan sehari-hari. Dan kita kita sendiri itulah coach dan pemimpin buat diri sendiri. Kita harus punya kewaspadaan terhadap fenomena Perubahan.
Kita selalu harus mengambil Keputusan /Pilihan, Kita harus mempunyai Prinsip dan Ethos Kerja.(**) Dan disitulah makna "Msengubah Rasa dan Sadar kerawanan menjadi Program. Sehingga apa yang bisa terjadi tidak seperti diharapkan sebelumnya menjadi perilaku kita sendiri yang harus bisa terjadi seperti yang diharapkan sebelumnya.
Setelah menelusuri pelbagai kerawanan menyimpulkan  harus memilih prioritas hadapi kerawanan dengan kewaspadaan dan sikap antisipatif secara khusus. Ini pilihan itu:
1) Keamanan dan Kesegaran diri dan keluarga. Dalam rumah dan dijalan, misalkan:
.Memberi tugas tiap malam anak remaja kontrol semua pintu keluar masuk rumah,
 Mengingatkan anak-anak berlalu lintas yang baik ketika berangkat keluar rumah
 Kebiasaan olah raga dan rekreasi keluarga secara rutin
2) Kesehatan diri dan keluarga. Dalam rumah dan diluar rumah, misalkan:
Mentaati protokol kesehatan, ikuti informasi Covid19.
Menyimpan sisa obat atau persediaan sesuai pesan dari apothek
3) Ekonomi Keluarga dalam rumah dan dimana saja, misalkan:
Kebiasaan menabung, mengikuti kegiatan ekonomi bersama
Menahan diri dengan hidup ugahari tidak boros.
Demikian kerawanan itu sudah menjadi kemantapan dalam program pribadi dan keluarga secara mantab sederhana tetapi pasti bermanfaat.
Semoga tulisan ini dan cara berfikir yang sederhana itu sempat mengajak Pembaca Yth menemukan kreativitas dan peduli situasi lokal global dalam kesederhanaan sehari hati sesuai dengan kondisinya.
Tolong terima salam hormatku,
Ganjuran, November 06 2022, Â Emmanuel Astokodatu/
Bacaan dan Referensi :
(*)Ken Blanchard dan Don Shula, Every One's A Coach, Pnbt PT Elex Media Kompitindo. Jakarta.
(**)https://www.kompasiana.com/perlukuan/63621d2ff4fbe4042a7426f2/urgensi-etos-kerja?page=all
(**)https://wwwkompasiana.com/astokodatu/6360c64d4addee7e156b2bc2/6-kiat-sikapi-rasa-kecewa.
(***)https://www.kompasiana.com/astokodatu/635b59ca4addee11f6588592/sepiring-inspirasi.
(***)COVID-19: Kasus Melonjak, Ada Varian XBB dan XBC, Harus Waspada (msn.com)
(***)Kemeruapan Emas. Apakah langkah anda seterusnya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H