Dalam hidup sehari hari sangat sering kita mengamati anak yang baru bisa merangkak menunjukkan sifat alaminya ingin tahunya dan mendekati sasaran pandangnya apa saja, bahkan mungkin api ditungku. Ingin tahu adalah sifat manusia dari bayi hingga dewasa dan berbudaya. Eksplorasi adalah berangkat dari ingin tahu dan sudah dikembangkan dalam teknologi, bisnis dan budaya kehidupan.
Titik lemah manusiawi namun yang selalu hidup berenergi, disambut oleh Karya lembut Penyelenggaraan Illahi senantiasa menghadirkan katakjuban dalam Pencerahan.
Keingintahuan, atau kemelitan adalah sifat yang berkaitan dengan pemikiran ingin tahu seperti penjelajahan, penyelidikan, dan pembelajaran, terbukti dengan pengamatan pada manusia dan binatang lain.(Wikipedia)
Dari definisi keingin tahuan tidak cukup dijawab dengan pencerahan bagi pemikiran. Keingan tahuan yang manusiawi itu menuntut lebih. Maka ada eksplorasi dan penelitian. Apakah itu juga sudah cukup ? Â Belum, marilah kita telusuri setahap demi setahap.
 Eksplorasi, disebut juga penjelajahan atau pencarian, adalah tindakan mencari atau melakukan penjelajahan dengan tujuan menemukan sesuatu; misalnya daerah tak dikenal, termasuk antariksa, minyak bumi, gas alam, batubara, mineral, gua, air, ataupun informasi. (Wikipedia).
Marilah untuk lebih lengkap dan mantapnya pemahaman kemanusiaan, secara falsafahnya kita pinjam saja catatan ini: "Dalam buku Pengantar Pendidikan yang disusun oleh Prof. Dr. Umar Tirtarahardja dan Drs. S.L. La Sulo (2005) Â Pemaknaan manusia di sini adalah manusia yang mengonsepkan dirinya sebagai manusia sejati. (berakal, bermoral, memiliki sifat keingintahuan, makhluk sosial, berkembang, berevolusi, dan makhluk yang ingin merdeka). Numpang catat dari artikel Muhammad Iqbal Fahimy, di Kompasiana.com dengan judul "Pendidikan adalah Kemerdekaan", bisa baca disini : https://www.kompasiana.com/muhammadiqbalfahimy24/629641face96e56a29285004 /pendidikan-adalah-kemerdekaan
Bermenung lebih lengkap dan mantap saya menemukan adanya banyak kali dan jenis  penyimpangan dari harkat kemanusiaan itu. Anomala atau penyimpangan harkat kemanusiaan justru disebabkan oleh kemerdekaan atau kebebasan kehendak manusia.Â
Penyimpangan bisa berrupa, penyimpangan moral, penyimpangan dari hukum logika, berlebihan mau ingin berkuasa sendiri, merusak hubungan sosial atau lain kekacauan kemanusiaan itu sendiri. Dan itulah keistimewaan dan keterbatasan manusia.
"Doa seorang Eva". judul sebuah puisi yang pernah saya tulis tertanggal 28 Mei 2010 tertayang di sini, jam 08.21. Tulisan ini digetarkan oleh pengalaman melihat seorang perempuan berdoa. "Perempuan itu masuk halaman mandala gereja terbuka,sementara para pendoa lain telah lama persembahkan harapan mereka.Â
Dibawah daun-daun keteduhan, diantar angin inspiratif merasuki pori-pori. Kening dan dahi yang kering kepanasan teriknya perjalanan. Seperti dimana saja dia tiada peduli apa dan siapa dikanan kiri, tanpa suara bersimpuhlah dia didepan candhi, mandala suci. Nampak napasnya tertahan didada, tatapan mata kedepan entah kemana. Tiada tanda tanda dia mau apa, Tanpa pesan tanpa kesan, tenang mengendapkan perhatian.Â
Dan sayapun melepas pengamatan........Tiba-tiba sesuatu terjadi, dan perhatiankupun terarah kembali : Demikian perempuan itu mengangkat tangan, sambil tangisnya pun menjadi jadi, wajahnya bersimbah air mata...Doanya lantang dan nyata : Â "Ya Tuhan...Aku Eva, manusia pendosa ampunilah hamba......." Â Semua pendoa lainnya terkesima mungkin sambil berkata dihati : Akupun orang berdosa......." ( 28 May 2010 08:21 )
Kutipan puisi tak bermutu diatas itu Catatan pengalaman nyata  "Pengalaman akan Hyang Maha Kudus"  dapat membuat orang bagaikan terhempas  merasa sangat hina dan tiada pantas menghadapNya. Semacam Pengalaman seorang filosof Kiekergarts (+1949 ?) . Tentang Eva adalah sepotong pengalaman akan peristiwa yang sungguh terjadi di sebuah gereja terbuka, dengan halaman luas teduh dimana ada Candhi. "Candhi Ganjuran", (tempat ibadat umat katholik) terletak di desa Sumbermulyo, Kec.Bambanglipuro, Kab.Bantul, DIY. KM.17 dari Yogyakarta menuju pantai. (Parangtritis atau Samas).
Pengalaman, entah apa yang dirasa dilihat dialami perempuan dikutipan diatas, tetapi itu pengalaman saya melihat orang yang sepertinya "mengalami sesuatu banget"....
Saya belajar dari pengalaman diatas : Â Keingin tahuan mewujut dalam keresahan, kebingungan, dan temuan dalam kondisi kejiwaan, berupa kasadaran diri dan dosa. Â Dosa itu sudah lebih jauh dirasa dialami dengan kesadaran beriman. Kesadaran akan dosanya menjadi titik awal dan pengendapan keresahan menuju ke kedamaian.
Tetapi kita renungkan saja dahulu dari pengalaman sehari-hari saja. Â Semacam "lawan kata keingintahuan" adalah "merasa sudah tahu". Merasa tahu itu bisa berbahaya, biasanya ketika lalu bicara yang tidak bisa dipertanggung jawabkan atau emosional. Hal itu berbeda dengan: Merasa tidak perlu tahu. Itu bisa cuek tidak berkepedulian, atau bisa bijaksana , yaitu ketika sadar berupaya agar tidak terbebani hal yg tidak perlu. Â
Merasa tahu bahwa tidak tahu. Hal itu bisa terjadi, justru pada orang banyak ilmu lalu merasa makin banyak hal yang tidak diketahuinya. Tetapi yang lebih penting dalam merasa tahu bahwa tidak tahu dengan tujuan menghindari beban yang tidak perlu. Hal itu adalah kebijakasanaan untuk menuju kepada kedamaian. Dan kesadaran itu bebas tumbuh mantap dan mecerahkan. Itulah Pencerahan batin sebagai manusia yang cerdas bijaksana tahu-diri, cerah dan bahagia dalam mengambil sikap..
Pencerahan menurut Tesaurus Bahasa Indonesia ada sinonimnya : Â penerangan, iluminasi, penjelasan, takwil, iradiasi. Prof.Dr.H.Haedar Nashir MSI.memperkaya makna dengan menulis : Â "... memahami spirit dan makna "pencerahan" sebagai instrumen konseptual untuk menjadikan gerakan Islam....." Â Dengan senang saya mencatat ini:
"Pendek kata, agama niscaya menjadi sumber pencerahan hidup seluruh umat manusia, termasuk mencerahkan para pemeluk agama itu sendiri. Agama dan umat beragama harus mampu menciptakan peradaban utama dalam suasana hidup aman, damai, makmur, beradab, dan berkemajuan. Agama tidak berhenti di garis batas normatif dan dogma belaka, yang indah ketika bicara iman dan pemahaman, tapi miskin amal dan keteladanan yang cerah-mencerahkan. Pemeluk agama bahkan harus menjadi penyelamat alam, bukan ikut merusaknya".(REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Haedar Nashir. Agama Sumber Pecerahan)
Dalam dan dengan kesadaran keimanan penulis sendiri pernah berbagi rasa selepas mengalami peribadatan Paskah beberapa tahun yang lalu disini, demikian:
"Endapan hati disaat-saat Tuhan lewat melimpahkan  kebahagiaan yang ternyata harus  dibagikan. Sebab Tuhan tiada henti  terus membagi bagi rahmat kemurahan HatiNya yang selalu tumpah ruah.
Ketika mata nalar naluri, ketika ada yang diselamatkan oleh momentum dan peluang-peluang yang tercecer dijalanan. Bukan pada peristiwa besar. Karena Karyanya khusus untuk orang orang lemah tersingkir dari kisaran rekayasa dunia yang disebritikan. Sementara sikecil mengaparkan diri tersandarkan  pada Karya KeselamatanNya.
Tantangan demi tantangan menggumuli manusia umatNya. Tetapi kita lupa asal muasal dan arah tujuan penziarahan, karena diaboli diaboli dunia mengibuli membuat kita lelap dalam lupa. Kendati daya juang dimaksimalkan mustahil  manusia ini bangkit tanpa dibangkitkan.
 .......mata hati dan nurani memandang wajah kebesaran wajah semesta alam. Ketika kesadaran diri menemukan dosa perkataan, perbuatan, kelalaian dan itu  adalah pengingkaran Maha Cinta illahi yang ternodai  bermetaformosa menjadi  Derita Hati tiada tara tiada terobati  bagi manusia. Maha Cinta itulah dasar Maha Derita. Lengkaplah sudah dan itu Penyelamatan bagi kita. ..........
Kini kami sadar sesadarnya kematiannya membunuh kematian, kebangkitannya memuliakan kehidupan. Kini kami segar sesegarnya kehidupannya adalah jalan kebenaran dan keselamatan buat kami disini.  Kendati  kami mati akan dihidupkan, kami sakit akan disembuhkan, kami jatuh akan diangkat berdiri lagi.
Momentum berkah ada ditengah tengah kita, peluang-peluang bangkit ada di depan mata kita. Semua berkat sekali peristiwa besar yang dalam simbolisasi sehari hari diulang kembali  setiap hari. Peluang yang sangat sering diabaikan seperti doa  biarawan diabaikan oleh berandalan jalanan. ( dikutip dari tulisan saya:"Diselamatkan....  dalam prosa kehidupan.")
Diambil dari temuan baru dan penghayatan ulang terpapar diatas saya petik butir-butir strategis ini :
(satu) Fungsi pemikiran dan kesadaran orang adalah landasan utama dari seluruh kepribadiannya. Â Coba saja bila kita diperlakukan, diposisikan, ditempatkan (terhormat atau tidak), dibuat atau bahkan dikerjain. Coba saja kita sadar bahwa kita dicintai, diciptakan untuk dibahagiakan, ternyata kita tidak menghormati dan menghargai.
(dua) Dari pengalaman pribadi maupun kebersamaan berbangsa kita harus bersyukur bahwa bangsa kita dianugerahi Iman akan Tuhan Allah, melalui berbagai agama yang dihidupi di negeri ini.
(tiga) Secara pribadi kita bebas merdeka untuk mengambil sikap secara pribadi, sosial, berkeimanan, untuk pengembangan dan hidup tumbuh dalam kedamaian kebersamaan untuk kepentingan cita-cita didunia ini maupun diakhir hayat kemudiannya.
(empat) Ketidaktahuan sebagai kondisi batin yang sering disertai pelbagai bentuk keresahan mengawali pelbagai upaya dinamika maupun perubahan (tranformasi), menuju pada Pencerahan, dan tranformasi selanjutnya yang lebih pragmatis.
(lima) Pencerahan , tanpa mengurangi kehormatan pada Muhamadiah yang telah mengambil istilah pencerahan sebagai istilah khas : "instrumen konseptual untuk menjadikan gerakan Islam...terbuka, modern dst", Â saya mengambil arti yang lugas sebagai illuminasi, hal menjadi cerah, terang. Lebih khusus disini sebagai salah satu jawaban awal / terminal dari "kondisi batin: ketidak-tahuan." Pencerahan adalah titik sadar menerima kondisi terang, tahu sebagai jawaban pertanyaan yang diresahkan,dinantikan jawab penuh harap sebelumnya. Terminal, dari situ akan ada langkah lanjut yang lebih pragmatis.
Maka dari itu pertanyaannya menjadi : bagaimana mengelola "ketidak-tahuan" dan bagaimana mengharap dan memperoleh "pencerahan" yang biasa datang dari luar diri kita (dari Tuhan)? Â Saya ingin menjawab singkat sekaligus sepasang konsep itu : Â Hati bersih dan rendah hati.! Dan anda akan bahagia !
Bila Tuhan mengizinkan mungkin kita akan merenungkan bersama Apa itu Kebahagiaan dari Hati Bersih dan Rendah Hati itu.? Namun saya yakin Insan beriman pembaca tulisan saya ini pasti sudah lebih mantab untuk menjawab pertanyaan reflektif saya tersebut itu setelah ilustrasi dan keterangan analitisnya.. Â
Demikian untuk kali ini refleksi saya ini semoga menarik hati pembaca untuk berenung lanjut. Tolong terima permintaan maaf saya bila banyak kekurangan, dan terimalah salam hormat saya.
Ganjuran, Juni 09,2022. Emmanuel Astokodatu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H