Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Idealisme Akal Sehat Menghadapi Dinamika Kehidupan

22 April 2022   06:34 Diperbarui: 22 April 2022   06:40 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merayakan Hari "Ibu Kita Kartini" tersebar foto serangkaian kata-kata tertulis tentang Wanita hebat. Seutuhnya saya salin demikian : << Wanita Hebat,  bukan karena cantik  -> Wanita hebat bukan karena kaya  -> Wanita hebat bukan karena pintar  -> Wanita hebat bukan karena namanya,  -> Wanita hebat bukan karena kedudukan suaminya.......  (dilanjutkan:)

Wanita hebat adalah:  Wanita yang mampu  tegar menyelesaikan masalahnya   Wanita yang mampu melukis kekuatan melalui proses kehidupan.   Bersabar di saat tertekan   Tersenyum di saat hati menangis   Diam saat terhina  ->Memesona karena selalu memaafkan.    Semoga (anda semua) menjadi kaum  wanita hebat. >>

Tulisan terkutip diatas disini selain ikut merayakan Hari "Ibu kita Kartini" juga ingin menghadirkan satu paket pesan yang mengandung satu idealisme atau cita-cita pilihan. Pilihan menggunakan akal sehat, cara berfikir sederhana, tidak ilmiah, tidak agamis, mudah dipahami dengan sedikit pemikiran: ada saran negatif (pelbagai bukan) dan ada saran positip berikutnya. Dalam konteks itu arti pilihan adalah alternatip antara yang "bukan" (juga bukan hal tabu) dengan yang positip sebagai wanita hebat.

Ada dua Profesor cendekiawan terkenal membuat saran yang lebih pelik tentang Bercanda atau Bermain. Canda dan permainan. Pelik karena memerlukan suatu pemikiran yang tajam dan lebih serius meski topiknya hal Canda dan Main. Yaitu satu : Prof. Dr.Masigit,M.A. dengan judul "Profesor Bercanda". tertanggal 19 April 2022, beredar di WhatsApp.  Dan yang kedua : Prof.Dr.N.Drijarkoro SJ.  Dengan judul "Bermainlah dalam Permainan" ditulis menutup sebuah naskah ,buku kecil : Filsafat Manusia, Penerbit Yas.Kanisius, Yogyakarta 1969.

Adapun "PROFESOR BERCANDA", tulisan Prof. Dr. Marsigit, M.A.19 April 2022 itu beredar di medsos yang penulis terima di WAgrup, saya sampaikan dalam empat bagian sbb:

Satu: Konstatasi 12 macam bercanda dan buahnya, menyatakan : "Jika Candaan menimbulkan kegaduhan dan keresahan masyarakat dan mengancam keselamatan seorang atau beberapa orang, maka itu Bukan Candaan tetapi Kejahatan".

Dua : Konstatasi adanya obyek yang tidak disebut namanya : "Seorang Profesor, menyuruh Menyembelih orang yang berbeda Pendapat,..........

Tiga : Mendeskripsikan karakter sbb:  1. Dia tidak manusiawi.  2. Dia bersifat Jahat.  3. Dia tidak punya Adab.  4. Dia orang yang Kejam.  5. Dia tidak Humanis.  6. Dia melanggar Etik dan Etika.  7. Dia melawan Kodrat.  8. Dia tidak Ridlo.  9. Dia diliputi rasa Benci.  10. Dia kering Hatinya.  11. Dia a sosial.  12. Dia digoda Syaiton.  13. Dia melanggar HAM.  14. Dia tidak pantas menjadi guru, dosen apalagi Profesor.  15. Dia diliputi Nalar tidak Sehat.  16.   Dia Sakit kepribadiannya.  17. Dia orang yang menakutkan.  18. Secara tidak langsung, dia menyuruh orang lain melakukan hal yang sama.  19. Dia melanggar UU ITE.  20. Dia merugikan Masyarakat dan Negara.  21. Dia tidak layak menerima Gaji dari Pemerintah.  22. Dia mencoreng nama baik Kampusnya.  23. Dia mencoreng nama baik Profesor.  24. Dia menentang Hati Nurani.  25. Dia melawan Akal Sehat.  26. Dia tidak bisa dijadikan Panutan.  27. Dia kehilangan Kredibilitas.

Empat : Kesimpulan . ditulis dengan huruf kapitel semua  "Tidak semua hal dapat ditertawakan. Dan tidaklah semua candaan dapat digunakan untuk semua hal.  Hanya motif politiklah, yang mampu mengubah Profesore baik menjadi Profesor jahat. End"--

Apakah Pembaca Yth setuju dengan kesimpulan itu terserahlah. Tetapi mungkin asyiik membaca ini dahulu :

"Bermainlah dalam Permainan".. "Tetapi jangan main-main.  Mainlah dengan sungguh sungguh.  Tetapi Permainan jangan dipermainkan,  -- Kesungguhan Permainan  :  Terletak dalam ketidak-sungguhannya.  Sehingga permainan yang dipersungguh,   Tidaklah sungguh lagi.........Mainlah dengan Eros.   Tetapi janganlah dipermainkan oleh Eros.   .. Mainlah dengan Agon,  Tetapi janganlah dipermainkan Agon.   ....... Barangsiapa mempermainkan Permainan :  Akan menjadi permainan Permainan. Bermainlah untuk Bahagia, Tetapi janganlah mempermainkan Bahagia.." (Prof DR.N.Drijarkoro SJ, diakhir buku yang berjudul: Filsafat Manusia..penerb Yay.Kanisius Yogyakarta, 1969).

Terhadap pemikiran dua cendekiawan /intelektualis diatas kita ditantang merefleksi tentang cara kita berfikir. Cara kita berfikir itu kata kunci untuk sampai kepada refleksi tentang Pilihan yang ditantang oleh sajian kutipan pertama dimuka. Mungkin pemikiran rekan Kompasianer sendiri bisa membantu arah refleksi kita. Sebab ada baiknya kita mengenal cara berfikir cendekiawan dengan intelektualitas tinggi dibanding dengan cara berfikir bersahaja asalkan akal sehat.

Intelektualitas tampak sekaligus disebut selalu adanya perbedaan mutu atau warnanya, itu adalah  Kemampuan seseorang mengunyah makna permasalahan dan itu tampak ketika terjadi orang berdebat. Disana tampak orang mengasah nurani dan pengalaman empirik. Disana diperlukan Etika, etiket dan kemampuan mengontrol emosi dan ketaatan terhadap hukum tepat seseorang aktef berdebat.

Demikian: Gurgur Manurung menulis di Kompasiana.com dengan judul "Peradaban Membutuhkan Debat Kaum Intelektual"

Penulis Manurung menambahkan Debat/diskusi/dialog komunikasi sosial dalam segala bentuk yang sesuai aturan pun seringkali menimbulkan ricuh. Tetapi Debat itu sangat dibutuhkan karena menyangkut kepentingan publik. Dari debat itu diharapkan sebuah gagasan untuk sebuah kebijakan yang adil bagi publik.

Sayang sekali pula dalam komunikasi sosial terbuka muncul gejala nanusia yang berperilaku menyerang pribadi lawan debat yang disebut "argumentum ad hominem" sehingga permasalahannya justru terabaikan dan pindah ke orang lawan diskusinya dan perbedaan pendapat makin melebar.

Padahal menurut Kuntowijoyo, perangkat keilmuan (manapun) harus bisa menunjukkan dan menjawab bukan hanya soal menjelaskan fenomena sosial, tapi juga memberi petunjuk ke arah mana hasil penjelasan itu/transformasi itu dilakukan. Selanjutnya perangkat keilmuan itu juga harus dapat secara lugas dan rasional untuk apa lebih jauh lagi transformasi itu diarahkan ke arah tersebut dan siapa yang mengarahkan transformasi itu menuju arah tersebut.

Sebab bisa jadi ada tokoh yang mementingkan mengubah fenomena sosial, tanpa memberi petunjuk ke arah mana transformasi itu dilakukan dan untuk apa transformasi diarahkan. Lalu lebih menarik lagi saat melihat (siapa dan bagaimana sejatinya) mereka yang mengarahkan transformasi itu.

Memang Kuntowijoyo menawarkan Ilmu Sosial Profetik. Ini demikian dikatakan dalam Islam sebagai Ilmu menegaskan soal alternatif baru dari paradigma Islam dalam kerangka ilmu sosial. Alternatif yang digali dari unsur-unsur kemanusiaan universal; humanisasi, liberasi, dan transendensi. Dengan ilmu  itu sebagai senjata intelektual orang beriman melawan materialisme, sekularisme, hedonisme, utilitarianisme, dan pragmatisme, meskipun hal ini bukan sebuah gerakan intelektual yang mudah. Dan itu semua sampai pada "Aksi". Ada Paradigma Islam: Interpretasi Untuk Aksi.sehingga ada keterlibatan umat dalam sejarah. (Luqman Rico Khashogi)

 Ketika refleksi kita sudah sampai pada Aksi maka kita bisa mengulang bahwa

*Idealisme Akal Sehat, kesahajaan dan kesungguhan, menghadapi masalah kehidupan keseharian, yanbg selalu bergerak ini sebenarnya bisa dilakukan. Asalkan ada keberanian, kesabaran, yang akan menjadi kekuatan.

*Masalah Sosial politik khususnya menghadapi perbedaan pendapat dapat kita ikuti dengan sikap kritis dan dikembalikan pada porsi dan/atau bidangnya, bukan dimanipulasikan.(dipermainkan).

*Masalah Sosial yang agamis profetis, eskatologis, dapat kita hayati dan hadapi dengan berpegang pada prinsip kemanusiaan/humanis, dan tujuannya yang terrencana sebagai buah peran serta keilmuan.

Demikian maka marilah dengan akal sehat, hati sederhana penuh kesungguhan, menempatkan diri dan memberi tempat peran serta seluruh potensi anak bangsa, membangun negeri kedamaian dalam kebersamaan.

Bersyukur berhari Kartini dan belajar dari Kompasiana,di era Pandemi dan era teknologi komunikasi ini saya akhiri permenungan ini seraya tolong terima permintaan maaf bila ada kesalahan dan salam hormat saya.

Ganjuran, April,21,2022. Emmanuel Astokodatu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun