Dalam kutipan ini ada penilaian jurnalis terhadap peristiwa kritik mengkritik. Pelontar kritik menilai Mendagri abai dan Mendagri menjawab dengan mempertanyakan dasar hukum dan kebebasan Apdesi yang bukan ASN. Tidak terkutip, pengkritik masih menyalahan Mendagri sebagai pembina semua organisasi masyarakat.
Demikian itu seperti bisa kita belajar juga dari jurnalis yang tertarik dan menilai lalu menulis ini,
"Kita terus belajar. Dalam manajemen itu banyak hal yang tidak kita duga dan harus hadapi. Semua orang yang beribadah tentu diajarkan soal adil. Kita tidak memihak siapapun berdasarkan meritokrasi, ada 'reward and punishment' sesuai meritokrasi itu," kata Ahok yang juga Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) secara daring Jumat (25/3) sebagaimana dilansir dari situs bmkg.go,id. "Semua orang yang masuk lingkup kita, supaya setiap orang tidak tercecer ditinggal, dizalimi. Kita pakai sistem transparan buka komunikasi. Jangan ketika kita di atas, tidak mau terima komunikasi dari bawah, kita dapat dibutakan orang di sekitar kita (jika tidak mau mendengar suara akar rumput atau bawahan)," katanya.
Mari kita renungkan secara sederhana dan akal sehat saja semua sebagai peristiwa keseharian di negeri ini..
Merunut cerita dan kutipan diatas ada batasan 'menilai' dengan 'jangan menilai' kita perlu membedakan kehidupan sosial dan pribadi, dan dua bidang pun dapat di buat relatif. Ada lingkup luas : negara, masyarakat (lingkup) umum, ada lingkup khusus hingga yang sungguh pribadi. Katakan ada forumnya masing-masing. Ada forum kenegaraan, kemasyarakatan/adat, keluarga, hingga pribadi yang berintrospeksi. Dan jangan dilupakan disini kita bicara tentang tindakan atau perbuatan seseorang diukur dikaji dengan baik atau buruk menurut aturan
Dalam kehidupan bersama sehari hari penilaian baik buruk itu selalu terdapat perspektif, terkait dengan : (1)kekuasaan/kewenangan,(2) prestasi dan tanggung jawab, (3)hak/ kewajiban dan keadilan.
Dari tiga perspektif diatas itu ada benang merah yang memang mudah tampak yaitu pembinaan dan pendisiplinan melalui reward and punishment, atau peradilan sesuai aturan yang berlaku. Kaidah ini berlaku pada semua jenjang kehidupan
Maka setelah kita telusuri dari pemberitaan dan peristiwa termasuk tindakan kritik, penilaian, dsb tadi  saya merangkum dalam pengertian "Menilai" disini sebagai berikut, "Menilai adalah tindakan atau perbuatan seseorang membuat gambaran yang obyektif atas sisi kebenaran yang dirasakan baik atau buruk dalam lingkungannya. Oleh karena itu gambaran dilengkapi dengan tinjauan atas aturan atau prinsip dan keyakinan tentang benar atau salahnya."
Ada banyak saran penilaian dari pelbagai cara pandang atau visi, agama maupun filosofi tentang nilai menilai dengan segala dampak yang dibuahkan. Pertanyaan praksis berikutnya adalah apakah kita juga boleh, harus, sebaiknya selalu, 'membuat penilaian'.?
Penilaian yang semena-mena kita bayangkan dalam percakapan ghibah, merumpi, rasanan, pergunjingan hingga lontaran terjun bebas di medsos. Tentu harus disikapi dengan kebijakan bulan Puasa Ramadan. Jadi menilai selalu boleh tetapi mempercakapkan, melontarkan penilaian itu harus ada pengendalian diri, jangan sampai mencemarkan nama baik tanpa dasar kebenaran.
Kesalahan terbesar oleh para penilai yaitu bila didasarkan pada sadar tidak sadar merasa diri paling baik atau diri lebih baik dari yang mau dinilai. Biasanya karena kurangnya transpasansi dan komunikasi.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!