" Â Itu tentu boleh, dan baik saja.kalau ada waktu, kau kan punya kesibukan sebagai orang sukses. Dan katamu ibumu menghormati saya itu mungkin lebih pas. Saya seorang pegiat partai, saat kau berusia 5 tahun. Keluargamu mungkin salah satu pendukungku untuk terpilih di dprd saat itu.. Semuanya wajar dan simpel saja.
Sudah saya perhitungkan bahwa pertemuan kita dengan uang duaratus perak itu sudah lebih dari 40 th yang lalu.Haruskah saya menngingat kemana perginya duaratus rupiah yang saya relakan itu. Maafkan saya."
Hari ini aku bertobat dan berdoa : untuk orang yang dalam diam mencintaiku, untuk orang yang pernah kecewa karena aku.
Untuk suami yang  tetap setia kepada isterinya, untuk isteri yang tulus dan jujur mengemban kecintaannya.
Untuk seorang puteranya yang menyampaikan berkas berkas kecintaan sebagai warisan bagiku.
Episode penutup : Â Ini cerita pendek, wacana pesanan orang mencinta, yang telah me-"waris"-kan kecintaan yang terjilma dalam berita maya. Dan anak sederhana hati yang berbakti. Seperti itu jahatnya arena dan aroma politik, membiaskan antara rasa cinta sejati dan pencitraan politis.
(maaf ini fiksi saja, bila ada yang senama dan serupa abaikan saja, dan maafkan saya)
Ganjuran, Maret 19,2022. Em Astokodatu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H