Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menggugah Kearifan Lokal yang Nyaris Dilupakan

17 Maret 2022   14:21 Diperbarui: 17 Maret 2022   15:21 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini ciri Ganjuran ada rumah sakit masih menjadi pemahaman oleh warga setempat maupun sekitar kendati Puskesman ada didekatnya, kekanan ke kiri seputarnya ada instalasi kesehatan yang memadai juga.

Bagi penulis fenomena ini memberitahukan bahwa sentimen masyarakat dibidang kesehatan mengatasi semua jenis sentimen negatip yang bisa ditimbulkan. Sehingga semua lapisan kaya miskin dari umat beragama apa saja bila perlu datang berobat saja disana.

Peradaban dan Kerukunan warga, menjadi sudut pandang keempat catatan ini. Seperti sudah disubut dimuka, beberapa kali penulis berkesempatan ikut menanggapi kunjungan tamu suatu tim dari pemerintah, kementerian atau daerah, perguruan tinggi atau organisasi lain/NGO, dan secara pribadi beberapa kali oleh mahasiswa untuk membuat karya tulis dan lain sebagainya. Materi yang selalu dikemukakan sebagai bagian pertanyaan mereka ujung-ujungnya soal kerukunan umat beragama. Itu membuat penulis menjadi juga bertanya-tanya berita apa tentang desaku Ganjuran diluar sana.  

Tetapi sebagai penerima tamu yang baik tentulah penulis selalu mengemukakan fakta-fakta yang para tamu mustinya mengharapkan. Dinamika bermasyarakat ada take and give, ada hal yang sesuai ucapan filosofi kejawen, "sawang sinawang", (saling melihat meski sepintas dari luar), "tepa selira" (melihat diri sendiri dulu, baru harap orang lain melihat kita), "ngono ya ngono ning aja ngono"(silahkan begitu, tetapi jangan semena mena)  Itu yang selalu kami usaha lakukan dalam bermasyarakat di desaku. Peristiwa kasus yang tidak nyaman biasa terjadi tetapi selalu segera teratasi. Rukun agawe santosa.

Kunjungan pula terjadi disebabkan adanya bangunan dan benda-benda peribadatan Katholik yang bergaya budaya Jawa. Itu sudah dibangun sejak tahun 1924, 16 April. Gedung gereja dengan arca-arca berbusana dan bargaya Jawa. Pada tahun 1927 didirikan juga sebuah Candhi batu hitam sebagai monumen syukur dengan prasasti syukur atas keselamatan dan suksesnya usaha. (mengatasi krisis ekonomi 1900). Semenjak 1997 hingga saat ini candhi tersebut menjadi tempat berdoa (dan wisata doa/ziarah) dikunjungi orang dari luar daerah.

Gereja lama dari tahun 1924 itu hancur oleh gempa bumi 2006. Kehancuran itu pula memberi kesan istimewa Desaku, menjadi pusat tercurahnya (seperti lomba saja) aliran bantuan untuk korban gempa. Banyak bantuan melalui Gereja tetapi kira-kira sebulan sesudahnya beberapa kedutaan membuat posko bantuan juga berupa kebutuhan sehari-hari, kesehatan dan bahan bangunan. Bukan main.

Sudah menyebut beberapa kali dimuka kata katholik, didesa ini dan di catatan ini, pertama kali memang St.Barends dan berikut Joseph dan Julius Schmutzer adalah orang terpadang. Tercatat di Arsip Nasional Belanda , dengan kode SCHM (Kerkelijk en godsdientig Leven) 1904-1985. Dan diatas telah tersebut bagaimana mereka ini menjalin komunikasi dan kerja sama dengan penguasa maupun penduduk setempat.

Hingga saat ini  dapat diamati pula dari adanya pengembangan umat beragama katolik tampak lebih berat ke sebelah arah barat dari pada timur.  Arah ini mengisyaratkan bagi penulis bahwa sejak awal warga di sebelah barat lebih cenderung berfilosofi Kejawen, harmonisasi, lebih terbuka dengan perubahan dan penggunaan simbolisasi, lebih suka damai. Hal ini sepertinya dibenarkan dengan fakta adanya situs legendaris batu Gilang Lipuro. Konon disitu Raja Mataram pertama Sutowijaya memperoleh Wahyu Kerajaan dari Tuhan. Gilang lipuro, situs itu hingga saat ini masih di hormati dihayati di Desa Gilangharjo, Kapenewon Pandak, Kabupaten Bantul, DIY.

Tidak mau menghubungkan dengan peristiwa Presiden membuat acara kendi air dan tanah se Nusantara, tetapi mencatat saja satu sudut pandang penulis terhadap desaku tercinta. Yaitu Peradaban yang terbina di desaku: peradaban maju damai sebagai kebiasaan/perilaku beradab, dalam membina desa yang nyaman dan warga yang rukun dapat mengatasi setiap ada masalah. Itu sudah diusahakan sejak awal abad 19. Inilah nilai yang ingin kubagikan. Kerukunan umat beragama adalah sudah termasuk disitu di desaku yang nyaman dan damai

Melalui Catatan Desaku ini semoga bisa Menggugah kearifan lokal dimana saja, yang nyaman dan damai, yang mungkin nyaris dilupakan.

Tolong Pembaca Yth, yang sabar, terima ucapat terima kasih teriring salam hormat saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun