Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menggugah Kearifan Lokal yang Nyaris Dilupakan

17 Maret 2022   14:21 Diperbarui: 17 Maret 2022   15:21 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tetapi sayang pada tahun 1948 semua bangunan dan isinya milik perusahaan PG.Gondanglipuro itu di bumihanguskan dan isinya kena bumi-angkut oleh masyarakat untuk menghindari penggunaan oleh Belanda. Desaku hancur oleh revolusi dan mulai lagi dari awal penataan pemanfaatan lahan. Masih ada yang terselamatkan dari arus revolusi adalah 4 bangunan sekolah, kompleks gereja, pantiasuhan dan rumah sakit.

Pada tahun 1950 - hingga sekarang situasinya sedikit demi sedikit sudah menjadi lagi setengah kota kecamatan dimana ada kantor instansi pemerintah : selain kantor Kepala Desa/Kalurahan,  Polsek, Kantor Depdikbud, KUA, BRI, BPD, Dua kantor lembaga dana atau bank sekunder yang besar, Puskesmas, pertokoan/mol dan pelbagai penyaji jasa dan kuliner. Sekolah TK. SD dan SMP.SMA,Madrasah, Gereja dan tempai ibadat khusus menjadikan tempat yang ramai juga dikunjungi oleh demikian banyak orang dari luar daerah.

 Pendidikan, merupakan sudut pandang yang kedua yang menjadi kacamata saya melihat Desaku. Amat berkesan pada tahun perantauan saya ke kota-kota di Jawa dan luar Jawa bila ketemu orang Jawa, dari DIY, begitu banyak mengaku dari Ganjuran. Dan ketika kutanya lebih jauh, jawabnya membuatku geleng kepala. Ternyata mereka berasal dari desa yang terletak 5-6 Km dari Ganjuran. Mengapa ?

Pada tahun 1919 dimulai di Ganjuran dan sekitar radius 3 km berturut turut didirikan oleh pemilik Perusahaan Gula Gondanglipuro mencapai 12 lokal sekolah-rakyat. Dan didirikan sekolah untuk perempuan semuanya berproses dari th 1919 hingga 1930. Dikisahkan pemilik pabrik itu berfilosofi bahwa hanya dengan uang dan harta tanpa pendidikan masyarakat tidak akan maju. Saya sedikit mengkaitkan dengan politik etik dari Pemerintah Hindia Belanda tanpa mengurangi penghargaan atas didirikannya sekolah rakyat itu. Awal mula ini didatangkan guru-guru muda tamatan Sekolah Guru Normalshool Muntilan. Tercatat nama Sumadi, Margono, Sukarmaji (1919), Saji.(1927) sebagai guru yang didatangkan.

Bahkan pada tahun 1926 dirintis didirikan asrama perempuan untuk mengangkat perempuan dari rumah ortu mereka agar mendapat kesadaran gender yang sehat terlepas dari dominasi lelaki dirumah.

Ketika kesadaran untuk maju diantara warga masyarakat semakin berkembang pada tahun 1922, mulailah ada orang setempat berhasil menjadi guru  tercatat beberapa nama diantaranya: Tukidja, Arjowidjaja, Satidja, Dalidja, Subandi, setelah mereka dikirim kesekolah guru di Muntilan.

Para guru pendatang yang diantaranya berkeluarga dengan warga setempat, demikian pula para staf dan tenaga ahli/trampil pendatang untuk perusahaan gula itu , ditambah semua tenaga trampil dan pendidikan asli setempat, merupakan inti pelopor atau katalisator pendidikan masyarakat setempat pula. Banyak anak-anak dari Ganjuran, mereka menjadi warga maju, trampil terlebih "guru" yang tentu belajar di perguruan tinggi dan bekerja tersebar kemana saja.

Sementara itu lembaga pendidikan di desaku saat ini ada TK, tiga tempat, SD tiga tempat, SMP, SMA, SMK, Madrasah, Pondok dan Ada Asrama Yatimpiatu. Semuanya mewarisi sifat menarik datangnya siswa dari luar daerah yang sungguh merupakan kebanggaan sejak masa kecil penulis.

Namun lebih dari semua itu ada suatu nilai tersimpul dan tersirat tidak tertulis yang memberi kenyamanan di desaku ini: kearifan lokal hidup berdamai memajukan desa ini.  Tidak ada gejolak diantara yang asli dan yang datang. Bila ada sekali waktu tentu ada faktor pengaruh dari luar, yang biasanya segera teratasi.

Kesehatan, sudut pandang ketiga dalam aku melihat Desaku. Apa yang tampak sekarang ada Rumah Sakit St.Elisabeth , Cabang dari Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Tetapi itu penyimpan sebuah semangat cinta kasih yang merintis semua itu dari seorang Caroline van Rijckevorsel, isteri Pemilik PG Gondanglipuro. Ibu ini yang merintis merawat atau memberi pengobatan di garasi rumahnya. Sampai pada tahun 1930 dibangun sebuah rumah sakit. Bahkan yang sekarang menjadi induk rumah sakit di Ganjuran itu adalah Rumah Sakit Pantirapih dahulu bernama "Onder de Bogen" yang didirikan oleh Julius Schmutzer, suami "Caroline dari Ganjuran"itu.

Rumah sakit Ganjuran ini menyimpan sejarah yang dihargai oleh para gerilyawan karena ketika Djokja diduduki Belanda 1948-1949 para suster selalu menyembunyikan pasien gerilyawan kita. Selain itu juga dari rumahsakit itu pada saat puskesman belum seperti sekarang, membuka poliklinik di dua tempat 4 km dari Ganjuran keselatan dan timur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun