Kesadaran kritis dan rasional itu adalah kunci akhir untuk melawan Ketergantungan dan Kemelekatan.Ketergantungan dan kemelekatan dalam kehidupan sederhana sehari hari sangat banyak kasusnya. Dari kebiasaan minum kopi, minum obat pusing, minuman keras, bahkan merasa harus buang angin, buang dahak, menguap sembarangan, yang tampak kurang santun, sampai hal permainan judi dalam segala bentuk. Â
Semua itu masih bisa diperluas yang membuat seseorang suka rela tergantung, dan melekat, serasa tidak hidup tanpanya, secara tidak masuk akal..Ketergantungan dari sesuatu, sering merupakan faktor diluar diri. Kemelekatan kecenderungan keinginan, merupakan faktor dalam kepribadian.
Dalam suatu aliran pelatihan rohani membangun kepribadian orang, Â Ketergantungan dan Kemelekatan adalah hambatan dan penghalang utama yang harus dilepas untuk berkembangnya spiritualitas yang hidup dan berkembang. Dan kesadaran dan kewaspadaan terhadap ketergantungan dan kemelekatan ini berlaku untuk segala umur. Mangapa karena bisa dilihat membangun kepribadian bervisi spiritual adalah didasarkan pada visinya terhadap kemanusiaan. Sejak dini anak-anakpun dibangun jiwa spiritual keislamannya mulai dari pesantren terdepan ialah keluarga.
Dalam lingkungan yang pernah saya lihat disana, sambil berlatih sekaligus mengukur diri ada pemeo anjuran : Agere contra, atau berbuatlah sebaliknya dari yang anda inginkan.  Mungkin menjadi lebih sederhana "jangan ikuti kesenanganmu saja".  Secara logika seseorang  yang tergantung dan melekat pada suatu kebiasaan yang kurang baik yang perlu dihindari,  jelas pesannya tentu :  "Jangan begitu." Atau : Agere contra. "coba sekali sekali buat yang lain syukur sebaliknya".
Anjuran Agere Contra tampak suatu sikap yang tegas-keras, terhadap diri sendiri atau orang lain dibawahnya. Ketegasan yang memperlembut sikap itu adalah nasehat Jawa: "Ngono ya ngono, nanging aja ngono" yang ujungnya adalah keseimbangan dan harmoni. "Demikian silahkan, tetapi juga jangan yang begitu." Saya kira untuk nasehat menghadapi narkoba harus lebih tegas dari pitutur Jawa yang lunak itu.
Menghadapi dillema semacam itu pasti Pembaca juga mengalami dan sudah bersikap sangat arif. Saya langsung membuka fakta menyeluruh, yaitu harus adanya disposisi kedewasaan yang sehat dan benar untuk selalu mampu membuat pilihan. Saya membuat untuk anak-anak saya sejak kanak-kanak "membuat pertimbangan" (mungkin perlu dipancing,ditanya, diajak diskusi) dan "membuat pilihan yang bebas"(dan konsekwen, serta bebas jangan dihambat) Â Dengan diskusi kecil, dan uji coba melepas dalam kebebasan akan / diharapkan membuat generasi yang kritis, rasional, bebas bertanggung jawab.
Satu pemikiran tertinggal : Bila anda harus membuat pilihan bebas, ternyata anda banyak ragu-ragu disitu boleh bertanya-tanya adakah ketergantungan dan kemelekatan pada diri anda. Apa itu ?
Ungkapan yang tak boleh saya lupakan : Terima kasih telah mengikuti permenungan saya, dan tolong terima salam hormat saya.
Ganjuran, Februari, 10, 2022. Â Emmanuael Astokodatu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H