Masih bisa disebut pesan buku ini mengutip keprihatinan Tragedy of Common, dan atau juga perkembangan Pandemi Covid-19, yang saya rasa seperti "Hari Kiamat lokal tetapi merata", dibarengi proses perubahan pandang (termasuk Metaverse) yang mulai terjadi, semua itu juga antara lian dampak ulah kerja manusia sengaja atau tidak. Pesan para Pengamat peneliti kita dari UI ini masih diperlukan terus menerus kajian terhadap sikon ini secara makro maupun mikro, global atau lokal, deduktif serta induktif untuk mempencapai solusi terbaik dan integral.
Paparan diatas sebenarnya saya ingin menyatakan bahwa salah satu buah budaya yang saya angkat disini Kejawen sebagai buah budaya yang hidup dan dihidupi masyarakat. Bukan rekayasa ilmiah, tetapi ilmuwan membuat kajian. Juga bukan Agama, tetapi ada agamawan menggunakan sebagai media penyiaran. Bukan sistem moral suatu gerakan tetapi warga masyarakat memetri, mengkulturasi, nguri-uri menghayati dan menghidupi.
Kejawen terlahir di pulau Jawa bagian dari Nusantara NKRI. Masih banyak fenomena buah budaya Nusantara,serupa tapi tak sama dengan Kejawen. Semua buah budaya yang berkembang dalam kehidupan kelompok msyarakat yang berbasis keluarga.
Diatas sudah dikatakan: Keluarga adalah unit lembaga terkecil dalam tata kehidupan membudaya kita ini. Keluarga memiliki watak dan minatnya untuk berkembang dan bersosialisasi dengan keluarga lainnya dalam lingkup lingkungan habitatnya.
Diawali oleh orang tua yang mau mewariskan nilai nilai leluhurnya, dibantu didukung oleh himpunan keluarga, dilanjutkan oleh kekuatan kekuasaan setempat maka terbangun bentuk bentuk kehidupan tertata yang dikatakan ini itu "membudaya" dan kebudayaan.
Dewasa ini Dinas-dinas kebudayaan dan pariwisata Pemerintah tampak seperti dari atas menata mengembangkan apa yang sebenarnya diawal mula asset dan kekayaan aneka keluarga Nusantara. Dan tampaknya seperti keberhasilan Dinas yang biasa dikatakan berhasil membudayakan (apa yang dahulu milik warga dalam keluarga besar ataupun kecil).
Tetapi juga ada fenomena trend usaha mengasingkan keluarga warga bangsa ini dari budaya sendiri, menggantikan dengan budaya asing. Itu cukup jadi catatan kecil saja, masih besar jumlah pecinta budaya sendiri. Dan bangsa lain banyak yang "iri" dengan indah dan mulianya budaya Nusantara ini dan mempelajari serta menikmatinya.
Maka hanya ada satu pesan : Marilah semua keluarga Nusantara, Sunda, Jawa, Bali, Aceh, Batak, Minang, Lampung. Dayak, Bugis, Menado, NTB,NTT,Maluku, Papua, bangkit bersama dengan rasa syukur atas keindahan alam dan kekayaan seni budaya kita itu, terus menghidupi, mencintai budaya kita itu seraya memelihara dan mengembangkannya untuk kedepan kejayaan Bangsa dan NKRI milik kita. Buktikan terus dalam Keluarga bahwa Bangsa ini punya budaya sendiri.
Dan tak ada kurangnya saya haturkan terima kasih serta hormat saya kepada Yth Pembaca, Kompasianers dan semuanya.
Ganjuran, Januari, 05,2022. Emmanuel Astokodatu.
Bacaan :