Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bagaimana Sukses Mendidik Anak

17 Januari 2021   17:09 Diperbarui: 17 Januari 2021   17:17 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Hidup ibarat Membaca lalu Menulis. Membaca kehidupan dan Menulis untuk kehidupan. Dalam membaca saya merasa mendapatkan berkah, maka disini ingin saya menulis untuk berbagi berkah.  Dan berkah itu khususnya dalam Sukses Mendidik Anak.

Sederhana saja, Sukses Mendidik anak saya maknai sebagai mengantar anak berhasil masuk kedalam kehidupannya didunia kita. Dunia kita dunia orang dewasa, kehidupan manusia dewasa,yang sangat tidak sederhana. Sementara anak kita harus berkembang dalam kehidupan anak yang sedang mau dewasa. Disinilah letak permasalahan bagaimana anak menjadi dirinya sendiri mampu peroleh harmoni kehidupan didunia bersama kita semua.

Sungguh merupakan pengalaman yang membanggakan, sekali peristiwa saya dengar kesaksian anak bungsu saya. Ternyata cara saya mengantar dia berhasil baik. Sungguh-sungguh terjadi anak saya dalam percakapan bebas tentang pengalaman mengatakan : "Bapak itu selalu menyuruh saya memilih, tetapi, kurang ajar bapak sadar apa tidak, selalu disertai sebab sebab dan saran, ya tentu saya milih pilihan bapak itu". Ibunya anak terperangah mendengar bapaknya dikatakan "kurang ajar". Saya justru tertawa lebar kerena tentu saat itu hatinya konyol. Saya bilang: itu saya sadar dan sengaja. Karena dalam hal itu saya memang belajar dari Abang Ipar saya.

Masih anak itu lagi sekali waktu santai mengatakan : "Mama dulu dengan sedikit keras sering kali menggertak saya untuk sabar. Belum ada hp seperti sekarang susah disuruh menunggu sementara Mama sibuk dengan kerjanya atau apalah, arisan dengan ibu-ibu. Tetapi dengan itu saya sempat belajar mengamati banyak macam perilaku orang. Dan mengamati orang itu sekarang kerjaan saya.",katanya.............Sudah lengkap. Bapaknya dan ibunya terkena catatan dari si Bungsu. Dan itulah suatu ketika saya alami.

Saya belajar dari keluarga empat kakak saya, sejak saya kecil sampai dewasa dan mampu membangun keluarga. Selisih umur saya dari kakak termuda ada lima tahun, dan kakak tertua sempat beberapa lama mengasuh menerima saya sebagai pengganti anak pertama yang masih bayi meninggal. Lalu sekitar tiga tahun sebelum saya menikah, awal masa kerja saya di Jakarta, sering saya tinggal dirumah tiga saudara yang lain. Lengkaplah saya membaca dan belajar bahkan menilai, bagaimana gaya hidup mereka hampir selengkap-lengkapnya, termasuk bagaimana semuanya mengasuh anak mereka...

Saya mencatat (pembelajar itu punya catatan summary) dari masing-masing perilku yang baik menurut saya, untuk saya pakai serta menyusun "tulisan hidup" keluarga saya nantinya.

Dari kakak tertua saya melihat bagaimana diupayakan suatu kebiasaan sehat lahir batin, doa, makan bersama sekeluarga, tidur siang, serta kepedulian sosial terlebih antar saudara keluarga besar (10 orang anak). Disana ada ayah yang tegas keras dan ibu yang lembut.

Dari saudara kedua, saya mencatat melihat keluarga ABRI, yang dalam keluarga tercermin sikap rasionalitas tinggi, disiplin yang memberi kebebasan memilih. Apa yang disepakati bersama semua harus konsekwen. Kecerdasan mengambil keputusan, kemandirian dan tanggung jawab sangat dipuji dalam keluarga (4 orang anak).

Dari saudara ketiga, saya melihat kesederhanaan hati yang tulus, semangat doa selalu menyertai hidupnya yang tidak serakah, sabar, dan tertib penuh usaha. Saya melihat rasa tanggung jawab ayah ibu terhadap anak-anak demikian besar terbukti pada suksesnya proses pendidikan formal anak-anak.(5 0rang anak).

Saudara keempat termuda,sungguh keluarga baja (batak-jawa) yang tinggal di ibukota. Saya belajar dari mereka kegigihan hidup di kota metropolitan sebagai keluarga bukan PNS seperti ketiga kakak kami. Bagaimana harus peka akan peluang, tangkas dan cepat bertindak. Suatu yang mengherankan saya mereka mempunyai kesadaran akan hidup doa dalam spiritualitas pribadi yang kuat namun tidak spektakuler.(dengan 2 orang anak)

Ketika saya mulai berkeluarga sayapun mambawa isteri dari Yogyakarta ke Jakarta. Keteladanan kakak keempat termuda  pastilah sangat aktual dan inspiratif untuk saya laksanakan. Dan banyak hal bagi saya pribadi sudah menjadi habit (kebiasaan). Untung bahwa isteri bisa mendukung dengan penyesuaiannya. Keuletan semangat kerja dan kepekaan menangkap peluang saya hayati dan saya perlihatkan pada anak-anak pada waktunya.

Lalu apa yang saya ingin dan upaya laksnakan targetkan dari semua keteladanan mereka itu ? Keteladanan adalah seperti kata-kata mutiara semua harus kita terjemahkan kedalam sikap batin dan pengamalan pada saat dan tempatnya yang tepat dan dalam cara yang serasi.

Menterjemahkan keteladanan keempat saudara tua semua tadi kiranya kendati tidak sepenuhnya sukses tetapi berhasil saya ujutkan dalam seluruh anggota keluarga saya sepanjang waktu hidup bersama

Seperti anda mau menulis apalagi ilmiah, pasti minimal punya kerangka pikir. Tentu dipastikan targetnya, cara mencapai target, dan mungkin diperhitungkan kendala hambatan berupa kekurangan faktor pendukung dan lainya seperti itu.  Sadar atau dipikir sambil berjalan mendidik anak memang "menulis kehidupan kita bersama anak", sampai anak dapat dewasa menemukan kehidupannya sendiri seperti kita..

Menukik pada bagaimana "sukses mendidik anak"  perbolehkan saya berbagi dalam butir butir dibawah ini. Mungkin dalam melaksanakan atau menata pada visi/kerangka pikir  dalam urutan yang berbeda dari pembaca tidak mengapa, sebab keempat butir ini saling terkait dan harus dilihat secara integratif.:

I. Komunikasi,

Pada hakekatnya "kerja-mendidik" itu pekerjaan mentransfer nilai dari generasi ke generasi dengan Komunikasi. Tetapi komunikasi juga bisa dilihat sebagai target antara yang dapat memberi kebahagiaan sendiri. Misalkan keterbukaan sebagai penghargaan pihak lain. Membangun kebiasaan berrembug dan reuni tahunan. Saya sudah melaksanakan model rembugan musyawarah, memberi tawaran tidak hanya sekedar memerintah pada anak. Berrembug  kata kuncinya : Berbicara-dan Mendengarkan.

Bicara penting untuk Pernyataan dan Penegasan. Bukan dalam arti perintah, tegoran, tetapi cara berbicara yang benar dan jelas harus menjadi kebiasaan.

Berbicara di perlukan untuk mengajak ber komintmen dan atau berjanji perihal dari yang sederhana sehari hari hingga hal yang penting dalam kehidupan anak nantinya.

Berbicara tidak terbatas pada permintaan dan ajakan. Itu penting. Tetapi juga perlu sering memberi kepada anak pembenaran dan pengakuan pada prestasi mereka. Penghargaan akan jerih payah usahanya anak untuk disiplin dsb.

Komunikasi keseharian tidak indah tanpa cerita dan humor. Untuk sepotong kisah perjalanan ayah, atau dongeng menjelang tidur dan humor dalam percakapan sehari hari.

Mendengarkan bukan monopoli kewajiban anak. Orang tua sangat berarti bila mau mendengarkan anak. Mendengarkan harus bersungguh sugguh, jangan berpura-pura sebenarnya cuek. Mendengarkan itu penting karena bisa mengendalikan, menghargai, dan berempati, mencintai anak.

Jangan terdengar dalam keluarga kabar bohong, gossip, hoack. Jangan pula sebenarnya cemooh atas kekeliruan atau kesalahan anak. Sebab nanti akan timbul percakapan yang selalu berupa dalih, alasan, bukan pengakuan yang tulus dan jujur. Setaraf dengan itu jeleknya orang tua yang suka main ancamam dan ultimatum. Itu harus ditegaskan pada pembicaraan berrembug.

II. Kebiasaan keluarga bersama,

Kesepakatan sangat penting dalam keluarga. Yaitulah komitmen untuk mewujutkan visi/mindset yang manapun sebab visi seindah manapun harus sampai terlaksana dalam perilaku yang jadi kebiasaan (habit). Kebiasaan sangat berbicara dihati anak justru nanti setelah mereka dewasa. Nilai yang terwujut dalam kebiasaan keluarga akan menjadi "sesuatu" bagi mereka, positip atau negatip pada saatnya.

III. Brand keluarga adalah Keakrabannya

Kedewasaan anak ditandai dengan semakin mampunya bertanggung jawab, mampu berrelasi secara dewasa hingga kemudian berani membangun keluarga. Keakraban keluarga adalah pendidikan cinta kasih  yang perlu disadarkan sebagai persiapan anak dikemudian hari. Searah dengan bentuk bentuk komunikasi keakraban juga merambah pada sisi-sisi emosional, intelektual, spiritual, sosial.  

Kedekatan hati nampak pada sikap sopan santun saling menghormati,, kedekatan visi nampak pada saat-saat berrembuk, kedekatan spiritual terwujut oleh adanya kebiasaan berdoa bersama, kedekatan sosial tampak pada cara mereka menjalin pertemanan dan keterbukaan dengan masyarakat yang mereka bangun atau terlibat.

IV. Semangat batin dan doa.

Sederhananya Doa seharusnya menjadi energi dan sumber kekuatan, motivasi seluruh aktivitas keluarga. Apalagi dalam menghadapi kesulitan, kesusahan hidup. Dijauhkanlah dari pelbagai kesesatan irrasional dan kesesatan melawan iman.  Spirirtulitas sederhana  pada anak bisa terbentuk dan tampak dalam kemauan mengikuti organisasi remaja dsb di masjit atau gereja.

 Demikian berfikir tentang "Mendidik Anak dalam keluarga" saya cenderung sepakat dengan kata-kata Martha Washington Ibu Negara AS.(1731-1802):  The greater part of our happiness or misery depends on our dispositions, and not upon our circumstances. Kebanyakan rasa bahagia atau rasa masgul kita tergantung pada disposisi kita daripada pada situasi dan kondisi. Perolehan yang mempribadi (disposisi) pada anak harus kita mantapkan dengan pendidikan, dan sikon anak biar nantinya dia hadapi.

Dalam menulis Mendidik anak dan mendidik diri sendiri dalam keluarga ini saya berhutang budi pada pasangan Kompasianer: Tjiptadinata Effendi dan Roseline Tjiptadinata yang tulisannya seperti air mengalir menghidupi pembaca disini. Mengaspirasi saya menulis ini. Juga saya merasa berutang pemikiran dari penulis yang belakangan menghilang dimeja saya Julianto & Roswitha, pasangan psikolog yang banyak menulis disini sekitar th 2012.  Sementara pemikiran ini juga didukung oleh Thomas D.Zweifel Ph.D dari bukunya Commumicate Or Die,(penerbit PT.Gramedia Pustaka Utama,Jkt,2007). Semoga bisa dipetik manfaat oleh pembaca.

Terakhir tolong terima permintaan maaf saya bila ada yang kurang berkanan. Tetapi juga tolong terima salam hormat saya penuh syukur.

Ganjuran, 01,17,2021. Emmanuel Astokodatu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun