Tahun baru melanjutkan tahun lama. Everything will change. The only queation is growing up or decaying ? Dan ada yang menjawab : Akan datang harinya dimana disadari resiko untuk bertahan pada posisinya itu ternyata lebih menyakitkan daripada resikonya ketika mau move on dan berkembang. Artinya betapa pedihnya melihat orang lain berani move on dan berkembang, sementara dirinya memilih bertahan ditempat dan tidak selamat amat pula..
Bagi saya Tahun Baru yang terkait dengan Hari Natal saya rayakan hingga hari Minggu dalam kurun 8 hari setelah Natal atau dahulu ditentukan tanggal 6 Januari. Renungan saya menutup Natal dan Tahun Baru berthema : Tiga pribadi cendekiawan dicerahkan oleh bintang, melihat kebenaran, dan berbalik pulang melalui jalan lain. Â Bintang,- Â Kebenaran,- Â dan Pulang-lewat-Jalan lain.
Sebagai seorang penikmat fasilitas membaca dan menulis di Kompasiana, saya melihat bintang gemerlapan di Kompasiana. Bintang-bintangku adalah para kompasianer yang memberi sajian hangat, bermanfaat, memberi semangat bahkan menghibur pula. Kebenaran yang saya dapatkan adalah fakta, karya tersaji yang harus saya kunyah dan resapi setelah segala upaya kritisi dan seleksi sesuai kebutuhan dan selera saya.Â
Untuk seleksi tidak terlalu sulit karena ada Admin dan teman-teman penilai. Persoalannya adalah bagaimana saya sendiri selanjutnya melangkah dan menulis.
Untuk tegasnya disini saya akan bicara tentang Semangat (Tahun) Baru. Serba sedikit ingin saya mencatatkan dari hasil membaca yaitu : (1) Pribadi yang move-on, (2)Kancah Medsos, (3)Kancah Dinamika Sospol.
Pribadi yang move-on, Kompasianer yang manarik bagi saya, dia yang menjawab jujur pertanyaan diawal tulisan saya ini. Everything will change. The only queation is growing up or decaying ? Dia menulis : "Bagi saya, pertumbuhan dan perkembangan adalah harga mati. Dan sebagai manusia, sudah seharusnya kita terus tumbuh dan berkembang bukan hanya dari segi fisik saja, tapi juga mental, intelektual dan spiritual kita juga harus terus kita tingkatkan. Padahal sebagai manusia, kita harus selalu belajar dan berproses dari satu keadaan ke keadaan yang lain untuk menjadi pribadi yang jauh lebih baik." Â (page-3)
 Kompasianer ini Sdr. Reynal Prasetya, belum pernah saya kenal secara pribadi, saya apresiasi tulisannya yang membantu permenungan ini. Dengan nada sederhana menulis tentang evaluasi dirinya atau introspeksi dalam 12 butir meliputi sikapnya terhadap waktu, pencapaian target , potensi dirinya, sikap sosial dan keterbukaan, kedewasaan dan pengambilan keputusan, angan-angan masa depan, yang harus ditingkatkan untuk kedepannya.  I
ntrospeksi itu diikuti oleh Resolusi yang berisi koreksi atau pelurusan dan perbaikan sikap yang disadari tampak kurang itu. Pada penutup dari tulisannya ditambahkan pertanyaan 'sudahkan anda perbuat begitu?' Â Inilah illustrasi move-on yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan niat serta rela untuk berbagi. Â (periksa di sini)
Menjawab pertanyaan akhir Mas Reynal Prasetya 'sudahkah anda perbuat begitu' saya jawab 'sudah'. Saya sudah selalu buat itu hampir spontan atau kebiasaan yang tinggal mengatur waktu pelaksanaan.Â
Saya sudah dilatih sejak SMP hingga 14 tahun harus membuat introspeksi itu harian, mingguan, bulanan dan tahunan. (sulit dipercaya). Dan setelah sepuluh tahun terakhir saya tidak lagi bekerja dikantor. Tinggal dirumah membaca dan menulis, bergaul fisik sangat terbatas. Itulah sebabnya saya tidak bisa membagikan seperti apa yang sangat baik dishare oleh Mas Reynal.
Tetapi di Kancah Medsos, saya menyadari sehubungan sedemikian seringnya saya menggunakan medsos, maka saya mencoba sebagai solusi tahun baru saya untuk memperhatikan pesan dosen Ilmu Hukum Universitas Bina Nusantara, Bambang Pratama.ini : Menggunakan Medsos Agar Terhindar dari Risiko Hukum haruslah : Â Pahami regulasi yang ada.(1), Tegakan etika ber-media sosial(2), Â Cek terlebih dahulu kebenaran informasi yang akan dishare /dibagikan ke publik(3), Lebih berhati-hati bila ingin memposting yang bersifat pribadi(4), Belajar dari penyedia jasa, seperti google untuk menjalani peran menjadi intermediary liability(5).
Pesan itu diberikan sehubungan adanya kesan dari masyarakat yang negatip terhadap UU.No.19 Th.2016.Terlebih khususnya Pasal 27 ayat (3) yang pelaksanaannya : tersangka yang dikenakan tuduhan atas pasal ini biasanya langsung ditahan oleh pihak kepolisian. Hal itu membuat kesan bahwa praktek pelaporan yang terjadi itu sebagai bentuk aksi balas dendam, barter hukum,dan membungkam kritik.Â
Padahal Guru Besar Fakultas Hukum UGM Edward Omar Sharif Hiariej (Prof Eddy ) menjelaksan, pada UU ITE pembuat Undang-Undang memang memasukkan pasal pasal yang ada di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu pasal 310 sampai dengan pasal 321. Pasal-pasal itu berisi pencemaran nama baik dalam enam bentuk penghinaan. Kesemuanya dalam satu tempat saja  yaitu pasal 27 dan pasal 28 didalam UU No ITE. Dan sekarang ini diera ITE untuk membuktikan unsur menyebarluaskan sangat mudah dibandingkan dengan dieranya KUHP. Penafsiran menyebarluaskan atau diketahui banyak orang dengan cara manual dengan medsos sehingga sangat mudah untuk membuktikan. (Media Sosial dalam Pandangan Hukum (msn.com))
Berikutnya catatan dalam Mencoba Telusuri Jalan lain di Kancah Dinamika Sospol. Filosof tua mengatakan manusia itu Zo-on-politikon. Bahasa Yunani 'polis' artinya kota. Saat itu negara mereka adalah kota.Setiap orang itu warga kota. Kewargakotaan adalah sekarang kewarganegaraan. Sekarang dengan enak mengatakan manusia itu pada dasarnya manusia politik, selalu terlibat atau menjadi korban pelaku aktif politik.
Belajar dari. Teropong Republika 2020-2021 saya merasa meskipun saya bukan politisi, perlu paham akan issue penting 2020 dan berupaya memproyeksikan bagaimana issue itu berkembang di tahun mendatang.
Nashih Nashrullah, jurnalis Republika menulis antara lain bahwa Issue Agama dalam kancah sosial politik budaya  tetap semarak kedepan. Gayung bersambut dengan manifestasi politik identitas dengan agama menjadi unsur yang strategis. Politik iidentitas melahirkan gerakan berciri perbedaan kategori politik yang diam diam atau jelas-jelas menggunakan agama sebagai unsur utama tadi. Identitas agama dibicarakan oleh semua pihak juga yang berseberangan kepentingan (politik).Itukah (agama)yang disebut komoditas politik !?  (periksa :Isu Agama Masih Seksi di Kancah Politik Kita | Republika Online)
Teringat pada tahun 2012 di Kompasiana ,saat saya bergabung dalam komunitas Kompasianer Desa Rangkat, saya tergiur oleh ajakan "anti perselisihan soal agama". Saat itu banyak terjadi polemik agama di Kompasiana. Demikian Kompasianapun lalu menghapus jalur tulis "Agama".
Dalam rangka move-on dan membuat solusi tahun depan di Kompasiana ini tampaknya ada beberapa artikel. Pelbagai opini dan saran itu semua dilatar belakangi pemahaman penulis dalam hal kepribadian, hubungan sosial dan sadar atau tidak sadar dalam kaitannya hidup di era digital ini.
Tetapi memang sebanyak manusia inilah demikian jumlah nuansa perwatakan. Maka harus dihindarilah menilai orang dalam beropini, untuk tidak generalisasi atau memikat pendapat demi politik identitas. Hal ini antara lain saya membuat tiga bidang pengamatan saya: Keperibadian, Aspek sosial budaya diera digital, dan Aspek sosial politis.
Maka apa yang sudah saya rumuskan tanggal 3 yang lalu sebagai solusi move-on kedepan, baru saya rumus ulang saat ini, sekaligus kesimpulan pemenungan ini.Dan ini solusi itu bagi saya sendiri, Â belajar dari Sdr Reynal Prasetya, Prof.Eddy, Nashih Nashrullah. Serta Solusi saya sendiri di awal th 2020.: secara sederhana seperti ini :
Kesatu : Melanjutkan solusi sebelumnya(2020), meningkatkan kesadaran terhadap niat, keterpanggilan, dan belajar sampai mati
Kedua : Mewaspadai informasi dan sadar hukum dalam penggunaan medsos.
Ketiga : Cerdas membaca cermin dan hati-hati menulis berbagi cermin bukan menilai dan beropini, Â demi menipiskan peluang pengaruh negatip dari agama dan politik identitas.
Kurang dan lebihnya semoga ada manfaat atau sekurangnya memicu gagasan, hiburan, cerminan apalah itu. Tapi tolong terima permintaan maaf dan terimalah salam hormat saya.
Ganjuran, Januari 05, 2021. Emmanuel Astokodatu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI