Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sukacita Kasih dan Cinta

8 Februari 2018   11:47 Diperbarui: 8 Februari 2018   11:57 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berenang di danau perasaan..... ini suatu methoda.  Mengapa berenang ? Renang adalah olahraga yang saya rasa paling bebas gerak, bertahan diatas menyelam kebawah kekanan kekiri melaju kedepan dengan gerakan kaki, tangan, seluruh badan. Seluruh badan sepertinya diperankan. Demikianlah saya mau disini mengajak pembaca merenangi medan seluas sedalam danau yaitu perasaan kita. Perasaan yang seluas danau yang jauh lebih luas daripada kolam renang, tetapi tidak seluas samodra, sebab dalam diri kita ini masih ada danau memori, danau ratio atau laut opini dst.

Marcus Aurelius, salah satu Kaisar Romawi th 120 -- 180, seperti mengatakan bahwa orang yang tidak memperhatikan gerak batinnya hampir dipastikan dia ditepi kesedihan dan menjauh dari kebahagiaan.  Abraham Lincoln, Presiden Amerika Serikat (1809 -- 1865) dicatat sebagai mengatakan: "Kebanyakan bangsa bilang mereka bahagia dengan menyatakan bahwa dirinya bahagia". 

Dua negarawan yang memimpin negerinya dengan kekuasaan atas beberapa suku bangsa, mendapatkan pandangan yang cukup luas tentang watak bangsa dinegerinya. Kedua Negara itu besar. Kebesaran Negara yang sukses dipimpin, memberi kesempatan pujangganya mengembangkan visi dan cara2 berfikir. Disamping itu keduanya mengatakan tentang kesadaran, "perhatian" terhadap : "gerak batin", dan Abraham Lincoln  "mengatakan dirinya bahagia" dan mereka bahagia.. Pertanyaannya adalah apakah benar kebahagiaan itu ditentukan oleh gerak batin, dan atau kesadaran seseorang bahwa dia bahagia.?

Salah satu tanda, minimal seringnya terkait dengan kebahagiaan adalah Sukacita. Mari kita selami saja perasaan kita. Tadi pagi saya terlibat dalam pembicaraan kecil tentang penggunaan kata-kata : Sukacita, Gembira, Senang. Dan beberapa teman sepakat menggunakan kata dengan artian sementara demikian :

1. Sukacita itu perasaan positif yang muncul dari dalam dan menggejala pada perilaku yg cerah ( saya sendiri mengambil dari kata Laetitia)

2. Gembira itu perasaan positif yang merespon datangnya kesan dari luar yang mencerahkan atau menggairahkan, seperti kabar baik dsb.( dari Gaudium)

3. Suka/Senang itu perasaan positif  dan respon positif mana saja, suatu kecerahan yang bisa dikenakan pada apa saja, jadi bersifat netral.(to like)

Pemaknaan ini hasil penelusuran spontan dalam percakapan "di gardu ronda" bukan di mimbar ilmiah akademi. Dan itu saya coba pergunakan dalam "menterjemahkan" beberapa kutipan dibawah ini :

A. Seorang Washinton Irving mengisyaratkan bahwa sumber kegembiraan (gladness) adalah hati lembut dan tulus yang membuat segalanya mengental menjadi senyuman.

B. Inti sari Kesenangan (pleasure) terletak pada spontanitas (Germaine Greer, jurnalis Australia, +1939)  

C. Sukacita (joy)itu doa, sukacita itu kekuatan, sukacita itu cinta, sukacita itu jarring jarring cinta, dengan jarring itu kau bisa memperoleh jiwa-jiwa. (Ibu Theresa)

D. William Blake (1757-1827) penulis pelukis Inggris: Barang siapa mengikat kesukacitaan (joy) untuk diri sendiri itu sama dengan mengenakan sayap kehancuran. Tetapi siapa yang mencium Sukacita yang beterbangan dia hidup dalam sinar mentari kekekalan.

E. Anne Lamott  (novelis Amerika +1954): Kedamaian itu sukacita (joy) dalam ketenangan, dan Sukacita (joy)itu kedamaian berdiri diatas kakinya.

F. Kebahagiaan hidup tertinggi bila memperoleh pernyataan suka (to like, to love) demi/atas dirinya sendiri, tegasnya "bila dicintai sebagaimana adanya". (Victor Hugo, Novelis Prancis, 1802-1885)

Psikology Rasa orang Jawa, hal mana saya sebagai orang Jawa sangat dipengaruhi olehnya, membawa pada diri saya kepada Olah Rasa, terhadap Hati, Stimulus, Lingkungan. Olah rasa sebenarnya integrasi fungsi kognisi dan emosi menuju pada intuisi. Maka ketika enam kalimat diatas plus dua pernyataan dua negarawan sebelumnya saya rasa dan rasa, saya melihat bahwa Hakekat, Sifat dan Fungsi benda dan peristiwa itu selanjutnya ditentukan oleh Pemaknaan dan maksud hati manusia. Apalagi perilaku manusia bisa muncul dari kelembutan hati, atau kebebasan selera,atau doa, atau cinta, untuk maksud dan tujuan apa. Sebab itulah pemaknaan dan niat akan memberi nilai benda dan peristiwa serta perilaku.

Maka langkah permenungan atau arah berrenang di danau peristiwa dan contoh perilaku serta opini kita sampai pada Pilihan. Tanpa meniadakan atau menilai negatip/positip lagi terhadap pemikiran pakar terkutip, saya memilih menggeluti Sukacita Kasih yang dibina dalam Keluarga sebagai Sukacita Kasih yang mulia, utuh-digambarkan, dan pantas mendapat perhatian.

Tuhan melalui hukum alam mengkaitkan sukacita kasih yang diberangkatkan dari cinta "amor" dan seksual terhubung denga panggilan alam melanjutkan keturunan. Awal kehidupan manusia dimulai di keluarga. Siapapun saya rasa percaya bahwa setiap awal itu sangat menentukan kelanjutannya dalam hidup ini.

Sukacita termulia adalah rasa dicintai sebagaimana adanya saya. Itulah pengalaman saya dalam keluarga, dicintai oleh ibu, ayah, dan saudara-saudara. Dari mereka saya menjadi tahu Cinta dan mencintai. Belakangan juga saya menemukan pasangan yang saya pilih dari banyak sahabat dan teman, orang yang memilih saya juga, disusul anak anak yang kami cintai dan tetap selalu mencintai saya. 

Itulah Sukacita Kasih dalam keluarga. Pembaca saya kira dapat mengalami sendiri bagaimana kasih dan cinta dibina dalam keluarga, bukan saja lewat pelukan belaian tetapi juga sapa tegor hardik dari ayah bunda kakak saudara serta peristiwa pengalaman pribadi anggota maupun seluruh keluarga. Kita boleh mencatat bagaimana keluarga seluruhnya merasakan tekanan ekonomi dan lainnya. 

Mungkin juga permasalahan anggota keluarga memberi dampak seluruh keluarga. Dalam hal ini mencuat di permukaan apabila permasalahan ada pada krisis hubungan suami isteri, sebagai fondasi kasih keluarga itu. Tidak bisa dibantah faktor lingkungan sering sebagai pemicunya.

Bicara soal lingkungan maka perhatian patut diberikan juga kepada peran media massa. Seperti tauladan orang tua kadang tidak terbaca maknanya oleh anak pada saat itu tetapi mungkin baru setelah orang tua tiada makna terungkap, begitu juga massa media adalah sebagai sarana terbukanya dunia tinggal bagaimana manusia memaknainya sekarang dan kemudiannya. 

Dalam hal ini yang banyak saya amati ialah terlalu dininya anak terlepas dari keluarga yang mestinya cukup waktu seperti telor dieram induknya. Namun juga Yang masih dalam naungannya saja pertumbuhan  dan pengaruh luar sudah membuat perubahan yang banyak orang tua tidak kuasa mengikuti.

Menutup permenungan ini kiranya boleh disampaikan bahwa Paus Fransiskus, di Roma pada tg 19 Maret 2016 menyerukan himbauan dalam pengarahan penggembalaannya tentang Perkawinan dan Keluarga, berjudul Amoris Laetitia, "Sukacita Kasih"  --- perkawinan dan keluarga. Tulisan satu buku dengan 9 Bab yang dalam bahas Indonesia belum selesai saya baca diterbitkan oleh KWI Jakarta Juli 2017. 

Bahwa tipok ini diangkat saya kira semua ini hal yang sungguh masih aktual, dan perlu perhatian. Bukan mengangkat masalah untuk diskusi tetapi sadari bahwa Sukacita Kasih Keluarga adalah kesempatan yang diRahmati. Himbauan di bab terakhir : Renungkan dan hayati Semangat Suci (spiritualitas) Perkawinan dan Keluarga.

Terima kasih sudah membaca maafkan bila kurang menyenangkan, tolong terima salam hormat saya.

Ganjuran, 8 Februari 2018. Emmanuel Astokodatu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun