Pembaca yang budiman,fenomen fenomen Desember biru banyak memberi sajian yang menunjukkan adanya pihak yang gagal paham melihat antara yangdi permukaan dan mana yang ada di kedalaman. Atau memang ada kesengajaan tidahmau melihat perbedaan yang dipermukaan dan yang di kedalaman karena alasan yanglain misalnya politis…. Dari pemikiran strategi politis menjadi perilakupenistaan agama dikaitkan dengan pengeboman gereja dilanjutkan dengan terror danmakar. Seorang pemikir Islam yang saya hubungi dia melihat bukan lagi masalahbudaya, masalah Timur dan Barat, bukan agama dan perbedaan tafsir, bukan liberalismatau demokrasi, tetapi secara global semua adalah kerakusan.
Di Jawa ada ungkapan sinis, “wongJawa wis ilang jawane” maksudnya orang sudah kehilangan sifat aslinya. Mungkin jugaharus dikatakan Indonesia kehilangan Pancasilanya. Orang bisa kehilangan adatsopan santun citarasa kepekaan dan sifat tepo sliro, sebagaimana ayah bundapeka dan perhatian kepada anak anak. Hilangnya sifat peduli anak dari orangtua, hilanglah rasa cinta dan hormat kepada adat budaya nenek moyang. Makatercabutlah segala nilai baik yang dipermukaan maupun yang dikedalaman.
Maka tidak mengherankangagal paham yang terjadi yang jauh dari kepahaman adhi luhungnya budaya leluhurdan rangkuman nilai seperti terrangkai dalam Pancasila.
“Seandainya saja Jawamu,ataupun Indonesiamu tidak luntur, tak terjadi Desember biru itu…..”
Selamat Natal dan Tahun Baru untuk semua, semoga semua dapatmerayakan sesuai dengan keimanan masing masing.
Hormatku untuk anda paraPembaca,
Ganjuran, tg 24 Desember2016, menanti Natal Emmanuel Astokodatu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H