Tertawakan diri sendiri bukan karena kita jadi penghibur orang lain tetapi karena kita sebenarnya pantas tidak dihargai. Mengejek diri sendiri saya rasa itu sebuah seni. Dan sebenarnya tak usah menunggu jadi manula tua.
Awalnya saya mendapat berturutan tiga buah foto pasutri manula di WA : gambar1. Sepasang suami isteri cukup renta dengan stiker tulisan : “Bahagia ketika menyaksikan anak menjadi orang baik”. Gambar 2, Sepasang suami isteri tua renta : suami menggendong isteri di jalan tanjakan. Sudah Nampak tua semua, suami masih perkasa. Gambar 3 : Lagi suami isteri tua renta yang menunjukkan cinta kasih nyata sederhana dengan suami membantu isteri membenahi letak “bh”nya. Itu semua membuat saya tergelitik mau melihat dan belajar: figure tua ini bisa menjadi bahan tertawaan itu mengapa….. Atau juga pesan apa bagi kaum muda ?
Ada Akronom sehubungan dengan kelompok manusia terkait umur, seperti Baduta, (Bayi dua tahun kebawah), Batita (Bayi tiga tahun kebawah),Balita (Bayi lima tahun kebawah), ABG (Anak Baru Gede), PUS (Pasangan Usia Subur), Manula (Manusia Umur Lanjut,65 th keatas), orang lain memakai istilah : Lansia, 75 th keatas.
Batasan-batasan lanjut usia menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) :
- Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
- Lanjut usia (elderly age) antara 60 sampai 74 tahun.
- Lanjut usia tua (old age) antara 75 tahun sampai 90 tahun.
- Usia sangat tua, di atas 90 tahun.
Dari Catatan lama saya sempat copy ini (sebelum Kompasiana membuat perubahan) : “Edukasi : Psikologi Lansia. Tulisan ini dengan judul Psikologi lansia didasarkan pada sebuah refleksi atas pengalaman dan bercermin pada keadaan yang sering terjadi dan diamati oleh banyak orang. Pengalaman ... dst OPINI| 28 February 2010 10:25 3986 7 1… Sekarang disini dan :Diperbarui: 26 Juni 2015 17:42:22 Dibaca : 4,077 Komentar : 0 Nilai : 1”
Disana saya menulis dengan judul Psikologi Lansia, sangat dipengaruhi oleh pangalaman mendampingi ayah saya sendiri yang saya hormati. Saya melihat kesetiaan ayah pada profesi dan tanggung jawabnya. Dia hidup dalam tiga atau empat zaman. (Penjajahan - Kemerdekaan - Orde Lama - Orde Baru). Beliau sangat rendah hati, tidak minder/kuper, menhargai perkembangan dan kaum muda. Ayah saya sangat tahu diri dan membaca pandangan kaum muda terhadap lansia pada umumnya. Tak ada baginya Postpower- syndrome, dan tak pernah memuji-muji kehebatan masa lampau selain beliau memamerkan prestasi sekolahnya guna memberi semangat belajar saat kami bersaudara masih sekolah di SD.
Masih dalam tulisan saya itu saya sebut disposisi dan situasi kondisi sejauh saya pahami yang membuat ayah saya sedemikian rupa :
- Posisi yang ditinggalkan bukan “kekuasaan”, tetapi hanya seorang guru SMP,
- Pembawaan, karakter yang bisa tenang terkendali.
- Masih banyak karya sosial keagamaan kemasyarakatan yang bisa ditekuni,
- Pengalaman menghadapi sikon dan pilihan yang gawat dimasa perubahan
- Sosial Politik dan Ekonomi tidak menekannya (Selengkapnya)
Nan, sekarang dengan judul Psikologi Manula ini saya ingin sampaikan Pengalaman ketika sendiri menjadi manula. Secara positif langsung saya katakan karena saya rasakan :
Saya memperoleh berkat Tuhan dalam kenyamanan psikologis.
Sebagai pasangan manula suami istri dalam keadaan tidak mengalami perbedaan pandangan, mengenai seksualitas, pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari, rumah tempat tinggal, sepakat dalam kesederhanaan. Setelah 48 tahun hidup berdua suami isteri, kami menjadi saling mengerti memahami dan memaafkan setiap kali ada selisih pendapat.
Kami bahagia melihat dua anak lelaki kami telah beristeri, berprofesi setelah semua selesai belajar hingga sarjana.
Kami bahagia berdua juga dalam menjalani hidup agama, hidup sosial kemasyarakatan dll.Tak ada ancaman keputusasaan.
Puji Tuhan kesehatan kami tidak hebat tidak luar biasa. Memang ada gangguan mata, gangguan persendian, gangguan asam lambung sewaktu-waktu, tetapi bisa kami sikapi dengan BPJS dan kedekatan dengan rumah sakit, pasar, gereja toko dsb. Kami berdua sama-sama melihat hidup secara sederhana, santai dan penuh syukur.
Semua ini (kenyamanan psikologis, integritas, paradigma penentu perilaku/interaksi), saya coba utarakan merunut tulisan @Yudi Kurniawan yang berjudul Lansia butuh Kenyamanan … dst disini.
Sangat menjadi tersenyum menyadari penjelasan tulisan @Oshin Razak tentang Kepribadian yang mencerminkan sifat masa muda. Saya sering sekali terpaksa tersenyum sendiri melihat apa yang saya lakukan, memang saya sadar begitulah dahulu saya bersikap serupa. Humor yang menelorkan semacam Kenakalan. Mau membuat orang tertawa dengan membuat sedikit kenakalan.
Elok lagi ketika kami memandang anak anak kami. Sifatnya seorang seperti saya, seorang seperti ibunya. Dua cermin (anak) ditambah ingatan masa muda menjadi permenungan yang banyak berakhir dengan tawa geli dalam hati mentertawakan diri sendiri dan anak-anak itu yang kini telah menjadi dewasa. Type kepribadian kami semua dengan mudah dibaca dengan cerminan tulisan Oshin Razak ini.
Seperti tempoh hari dalam membicarakan ayah, ditulisan terdahulu, disini bisa juga direnungkan, ditemukan dalam kemanulaan saya: factor2 yang mencuat yang mempengaruhi ketuaan :
Hereditas, keturunan, seperti ayah saya sendiri, dan tiga saudaranya berusia lanjut. Saudara saya kandung masih ada dua orang yang berumur 85 dan 80 tahun. Nutrisi kami kebanyakan nabati dan sederhana relatif tidak mewah, kami dari keluarga guru dan tenaga medis, (ayah dan tiga anaknya guru, ibu dan tiga anaknya tenaga medis, saya sendiri wiraswasta yang santai.) Lingkungan keluarga damai saling mendukung. Diera sekarang ini ada 60 lebih dari 200 lebih warga keluarga besar anak cucu cicit ayah saling selalu terhubung dengan WA, Line, tersebar sampai ke Amerika.
Bicara mengenai tipe manula saya belajar dari Dr.Suparyanto yang menyebut adanya Tipe manula yang arif bijaksana, Tipe mandiri, Tipe Tidak puas, Tipe Pasrah, dan Tipe Bingung. Dari sejarah keluarga dan kami sendiri bersyukur tak ada yang bertipe bingung, sedikitnya pasrah, selanjutnya mandiri karena paradigm keluarga besar yang damai dan hidup sederhana rukun. Demikian seperti bisa dipelajari lebih jauh disini.
Tiga pembelajaran yang saya dapat ambil dari permenungan saya disini :
- Kemampuan seseorang dalam mengambil hikmah (lesson-learn) itu dapat membuat arif dan bijak, tetapi bukan pengalamannya sendiri itu. Pengalaman boleh sama, hikmah yang dipetik tentu tidak selalu sama, maka kearifannya pun berbeda.
- Bukan demi umur tua semata masyarakat menghormati orang tetapi kearifan yang signifikan, sikap tahu diri membuat orang lain jadi menghormatnya. Tahu diri itu bukan minder atau kurang pd, tetapi tahu kemampuannya dan batasnya serta siap mengabdikan untuk sesame.
- Ajaklah anak-anak menghormati nenek mereka, kelak anak-anak anda akan menghormat anda pula dengan mengajak cucu-cucu menghormat nenek mereka.
- Kebahagiaan itu tidak berarti selalu tertawa tetapi bisa mentertawakan diri sendiri merupakan kebahagiaan tersendiri……
Demikian Psikologi Manula yang saya pelajari dari pengalaman dan tuntunan bacaan beberapa penulis. Tetapi yang paling ingin saya tekankan : Jangan menunggu menjadi manula tetapi cobalah berani mentertawakan diri sendiri. Itulah kunci kedewasaan dan kebijakan yang dapat dilakukan sedini mungkin kedekat kebahagiaan.
Ganjuran 30 Mei 2016.
Salam hormatku, Emmanuel Astokodatu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H