Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Psikologi Manula, Mentertawakan Diri Sendiri

29 Mei 2016   06:52 Diperbarui: 29 Mei 2016   08:53 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kami bahagia berdua juga dalam menjalani hidup agama, hidup sosial kemasyarakatan dll.Tak ada ancaman keputusasaan.

Puji Tuhan kesehatan kami tidak hebat tidak luar biasa. Memang ada gangguan mata, gangguan persendian, gangguan asam lambung sewaktu-waktu, tetapi bisa kami sikapi dengan BPJS dan kedekatan dengan rumah sakit, pasar, gereja toko dsb. Kami berdua sama-sama melihat hidup secara sederhana, santai dan penuh syukur.

Semua ini (kenyamanan psikologis, integritas, paradigma penentu perilaku/interaksi), saya coba  utarakan merunut tulisan @Yudi Kurniawan yang berjudul Lansia butuh Kenyamanan … dst disini.

Sangat menjadi tersenyum menyadari penjelasan tulisan @Oshin Razak tentang Kepribadian yang mencerminkan sifat masa muda. Saya sering sekali terpaksa tersenyum sendiri melihat apa yang saya lakukan, memang saya sadar begitulah dahulu saya bersikap serupa. Humor yang menelorkan semacam Kenakalan. Mau membuat orang tertawa dengan membuat sedikit kenakalan.

Elok lagi ketika kami memandang anak anak kami. Sifatnya seorang seperti saya, seorang seperti ibunya. Dua cermin (anak) ditambah ingatan masa muda menjadi permenungan yang banyak berakhir dengan tawa geli dalam hati mentertawakan diri sendiri dan anak-anak itu yang kini telah menjadi dewasa. Type kepribadian kami semua dengan mudah dibaca dengan cerminan tulisan Oshin Razak ini.

Seperti tempoh hari dalam membicarakan ayah, ditulisan terdahulu, disini bisa juga direnungkan, ditemukan dalam kemanulaan saya:  factor2 yang mencuat yang mempengaruhi ketuaan :

Hereditas, keturunan, seperti ayah saya sendiri, dan tiga saudaranya berusia lanjut. Saudara saya kandung masih ada dua orang yang berumur 85 dan 80 tahun. Nutrisi kami kebanyakan nabati dan sederhana relatif tidak mewah, kami dari keluarga guru dan tenaga medis, (ayah dan tiga anaknya guru, ibu dan tiga anaknya tenaga medis, saya sendiri wiraswasta yang santai.) Lingkungan keluarga damai saling mendukung. Diera sekarang ini ada 60 lebih dari 200 lebih warga keluarga besar anak cucu cicit ayah saling selalu terhubung dengan WA, Line, tersebar sampai ke Amerika.    

Bicara mengenai tipe manula saya belajar dari Dr.Suparyanto yang menyebut adanya Tipe manula yang arif bijaksana, Tipe mandiri, Tipe Tidak puas, Tipe Pasrah, dan Tipe Bingung. Dari sejarah keluarga dan kami sendiri bersyukur tak ada yang bertipe bingung, sedikitnya pasrah, selanjutnya mandiri karena paradigm keluarga besar yang damai dan hidup sederhana rukun. Demikian seperti bisa dipelajari lebih jauh disini.

Tiga pembelajaran yang saya dapat ambil dari permenungan saya disini :

  • Kemampuan seseorang dalam mengambil hikmah (lesson-learn) itu dapat membuat arif dan bijak, tetapi bukan pengalamannya sendiri itu. Pengalaman boleh sama, hikmah yang dipetik tentu tidak selalu sama, maka kearifannya pun berbeda.
  • Bukan demi umur tua semata masyarakat menghormati orang tetapi kearifan yang signifikan, sikap tahu diri membuat orang lain jadi menghormatnya. Tahu diri itu bukan minder atau kurang pd, tetapi tahu kemampuannya dan batasnya serta siap mengabdikan untuk sesame.
  • Ajaklah anak-anak menghormati nenek mereka, kelak anak-anak anda akan menghormat anda pula dengan mengajak cucu-cucu menghormat nenek mereka.
  • Kebahagiaan itu tidak berarti selalu tertawa tetapi bisa mentertawakan diri sendiri merupakan kebahagiaan tersendiri……

Demikian Psikologi Manula yang saya pelajari dari pengalaman dan tuntunan bacaan beberapa penulis. Tetapi yang paling ingin saya tekankan : Jangan menunggu menjadi manula tetapi cobalah berani mentertawakan diri sendiri. Itulah kunci kedewasaan dan kebijakan yang dapat dilakukan sedini mungkin kedekat kebahagiaan.

Ganjuran 30 Mei 2016.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun