Setiap orang tentunya hanya dapat menyerahkan kepada orang lain apa yang berada dalam kekuasaannya. Bisa jadi kita melimpahkan pemberian orang lain yang sudah di”serah”kan kepada kitauntuk disebar-luaskan kepihak lain. Sama dan tidak sama yang sedemikian itu dalam hal membaca (menerima) dan menulis (memberi/-kan) meme atau harta inteletual. Maka saya ingin merefleksi apa yang sudah saya buat dalam hal ini, sambil menelusuri beberapa artikel di Kompasiana..
Saya percaya / tidak percaya bahwa “pambaca tulisan” disini adalah sesama kompasianer, atau penulis di Kompasiana ini sendiri. Bicara besar : Kompasiana menjadi bacaan referensi untuk kalangan luas. Sudah beberapa lama saya temukan suatu tulisan makalah seorang staf pemda yang mengutip defenisi saya tentang Rasa Keadilan. Tulisan terkutip saya tulis tg 22 Maret 2012, diperbarui Admin 25 Juni 2015 sampai saat saya buka dibaca oleh 1.532 orang. ( Rasa Keadilan . 22 Maret 2012 03:04:33 Diperbarui: 25 Juni 2015 07:38:43 Dibaca : 1,532 http://www.kompasiana.com/ astokodatu/rasa-keadilan_550ead26a33311b42dba8447).
Dan yang lain saya temukan tulisan saya dikutip seseorang sbb : “Dalam sebuah kutipan dari artikel kompasiana 7 Oktober 2011 oleh Astokodatu, ia mengungkapkan bahwa Eros adalah Rasa Cinta. Rasa positip, suka, gemar, mau lekat, terlibat dalam permainan. Lihat saja orang sering lupa segalanya karena gemar, lekat dengan kebahagiaan permainan. Sedangkan untuk Agon sendiri adalah Api perjuangan. Rasa keperwiraan, semangat kesatriaan, hasrat mengalahkan perlawanan.
Bila mendampingi Eros maka dalam permainan orang akan berusaha menang menjadi juara. Jadi kita bisa tarik satu kesimpulan bahwa eros adalah rasa cinta yang bisa ditujukan untuk segala hal yang membuat kebahagiaan untuk diri sendiri ataupun orang lain (dari analogi permainan), sedangkan untuk agon sendiri kita bisa sebut sebagai semangat perjuangan, nasionalisme ataupun patriotisme.” Dikutip oleh : Information dari Author: Diniyah Hidayati. Total Downloads:0 Views: 344, First Release: Jun 23, 2014. Last Update:Oct 4, 2015 Category: Education . http://slidehot.us/resources/eros-dan-agon.511235/. Tulisan saya tertanggal 7 Juni 2011, dibaca dan dikutip Juni tg 23, 2014. untuk sebuah karya ilmiah.
Hal yang serupa ketika kita melihat demikian banyak pembaca. Seperti sering saya alami meskipun itu jarang juga terjadi. Tetapi bagaimana tulisan puisi saya yang disukai orang sementara saya sendiri merasa hal itu bahkan saya anggap sekedar powerpoint saja dari sebuah rencana artikel yang saya buat. Ei,bahkan menjadi pilihan Admin.
Semua tanpa saya perjuangkan dengan promosi atau penawaran atau suruhan, tetapi semua itu terjadi bahkan lama sesudahnya baru saya ketahui.
Maka saya menjadi berterima kasih kepada Kompasianer Adhe Farid yang belum lama menyampaikan nasehat Bunda Pipiet Senja yang dikutip mengatakan : “Jangan pernah berfikir tulisan kita menjadi fenomenal atau laku dipasaran, ………… biarlah karyamu menemukan takdirnya.” Bunda Pipiet memaparkan tentang bagaimana ide itu muncul dari kepekaan kita dalam melihat fenomena dengan langsung bersentuhan dan merasakan apa yang dialami masyarakat. (Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/ adhefarid /biarlah-karyamu-menemukan-takdirnya_5702bc792c7a616714917f36)
Dan Dodi Mawardi memberi catatan tentang dunia menulis : Banyak orang sukses dalam munulis, tetapi lebih banyak juga yang tidak sukses. Dikatakan seperti piramida, topnya yang sedikit itu sukses, selebihnya yang dibawahnya kuran dan tidak sesukses yang diatas. Maka dia member saran yang selalu saya perhatikan : “Buka lebar-lebar mata dan telinga, Perbanyak wawasan, Rajin menambah ilmu baru, Mau memanfaatkan peluang dan kesempatan. Jalin pertemanan dan network seluas mungkin. Mau berproses. Pantang menyerah!” Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/ penuliskreatif/ironi-penulis-kere_57028d86be22bdb20ae54efb
Belajar dari para cerdik pandai dan yang hidupnya sukses itu sangat wajar. Tetapi pernahkan pembaca ber-angan-angan belajar dari orang bodoh dan gagal. Nah, Pernah saya menulis dengan judul : “Mau Melihat Kehebatan Anda, Lihat Ketidak hebatan Saya” , disana saya tulis diantaranya :
“Seandainya saya sarjana ilmuwan psikologi, komunikasi, sosiologi, pendidikan, ekonomi, dan itu sungguh menjadi kompetensi saya, saya akan mempunyai pengamatan jeli, analisa tajam, menghidangkan paparan yang bermanfaat, dan memberi pesan-pesan yang membangkitkan semangat pembaca. Tetapi saya hanya sampai mengandaikan saja”………dan :
“Seandainya saya rajin berlatih menulis, tanpa ragu mengisi waktu dengan berfiksi, berimaginasi, dan membuat puisi, ceburkan diri dalam realita, mengolah dan diolah oleh pengalaman batin, saya pastikan saya akan menjelima jadi pujangga kompasiana terkemuka. Tetapi saya hanya sampai pada pengandaian saja “
(Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/astokodatu/mau-melihat-kehebatan-anda-lihat-ketidakhebatan-saya_550aaffea3331169102e3927 07 Desember 2011 02:11:43 Diperbarui: 25 Juni 2015 22:44:34 Dibaca : 276 Komentar : )
Dengan tulisan itu pada tahun itu sangat marak artikel tentang menulis dan juga keluh kesah tentang menulis. Pun pula protes tentang penilaian terhadap kebijakan Admin Kompasiana dalam penempatan dan penilaiannya kepada artikelnya. Dengan sikap itu saya ingin menunjukkan bahwa saya mempunyai “pendirian dan tujuan khas saya” dalam berkompasiana. Saya sangat setuju dalam semboyan Kompasiana hal “Sharing and Conecting”, yang saya pahami dengan”Berbagi dan Berjaring teman” .