“Ada kakak kelas saya dahulu di SMP, bernama Suryanto, ayahnya bernama Pak Adiwardoyo, kemudian nantinya dia juga berganti nama seperti nama ayahnya “Adiwardoyo”. Waktu di SMP kelas tiga dia bersama seorang teman yang lain ditugasi menjaga toko kecil milik asrama sekolah berisi kebutuhan seperti alat tulis, sabun mandi dsb. Pada akhir tahun pelajaran Suryanto membuat suatu kejutan. Atas permintaan Suryanti Pembina Asrama membut pengumuman agar semua kertas bekas catatan dsb yang sudah tak terpakai dilarang dibuang atau dibakar. Kertas bekas itu dikumpulkan dan dikemas rapi. Suryanto dan Ego temannya, membawa kertas itu kepasar. Dan apa ceriteranya berikut. Pada hari awal-awal tahun pelajaran tahun berikutnya, Suryanto dan Ego membuat pengumuman bahwa hasil penjualan kertas bekas semua teman-teman,cukup untuk membeli semua sisa persediaan barang-barang toko sekolah dan ditegaskan sejak itu semua teman menjadi anggota koperasi/toko, dengan saham/simpanan pokok sama. Dihimbau siapa masih mau menambah simpanan pokok sebagai modal toko bersama……..”
Kakek berhenti dan menyempatkan diri sejenak untuk meneguk air penghilang haus.
“Itu terjadi pada tahun 1955. Pada tahun 1970 Kakek bertemu lagi dengan Suryanto Dia telah menjadi tokoh masyarakat dikenal bernama Romo Adiwardoyo. Kakek,katanya diminta tolong, kenyataannya Kakek diajak bertemu warga relasinya lebih dari 20 orang. Kepada mereka disampaikan rencana dan permintaan partisipasinya untuk membuat sebuah bank perkreditan rakyat. Dan memang jadilah sebuah bank madya atau bank perkreditan yang menampung kerja 24 pemuda pemudi setempat. Kakek kelola dari tahun 1971 sampai tahun 1981, karena pada tahun 1977 Kakek harus mendapat
“giliran” menjadi wakil rakyat kabupaten setempat. Suryanto adalah seorang sosiawan yang tidak memikirkan kepentingan sendiri tetapi selalu menciptakan kebersamaan untuk sejahtera”.
“Pada tahun 1973 Kakek dikenalkan dengan keluarga Sunaryo, kakak Suryanto. Orang ini hamper sama saja. Orang yang sangat social. Tidak jauh dari tempat tinggal kami ada sungai yang cukup besar, tetapi tidak mengairi beberapa hektar sawah yang agak tinggi disamping sungai itu. Suryanto, Sunaryo membuat pendekatan kepada petani-petani pemilik lahan relative kering itu. Dengan sebuah pompa yang berkapasitas cukup besar dibuatlah para petani disitu bisa menjual padi/beras tahun berikutnya. Pada setiap panen itu petani membayar partisipasi pembelian solar untuk pompa airnya. Pembayaran itu seringkali tidak sepenuhnya sesuai perhitungan ekonomisnya, nah disitulah orang bilang “Tuno sathak, bathi sanak” bagi Sunaryo, yang cukup popular didusun itu ”
“Dalam lingkungan pergaulan Sunaryo, Kakek pun diperkenalkan kepada beberapa teman dari Veteran dan ABRI. Dalam lingkungan itu kami mempunyai kebiasaan doa bersama antar agama dan kepercayaan. Mereka mempunyai pula gaya hidup serta problemanya sendiri. Maka bagi Kakek sungguh tambahan lagi suatu bahan pembelajaran. Itu nanti ceritera itu disambung.”
“Untuk hari ini kita telah belajar dalam kebersamaan. Dengan kebersamaan harus dibangun juga kebersamaan dalam pemecahan masalah. Dialog memberi banyak nilai plus kebersamaan. Mungkin ditemukan solusi masalah minimal dialog itu mempererat kebersamaan dan pembelajaran lebih jauh”
Pertemanan untuk berbagi dan berbagi justru beroleh pembelajaran dan saudara…… Setuju.???
Salam Kakek Rangkat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H