Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bhineka Tunggal Ika dan Permaafan

15 Agustus 2012   00:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:45 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tantular menggali dan mendasarkan kebersamaan itu pada pusat iman dua jenis pemeluk agama itu, yaitu kebenaran Jina dan Siwa yang tunggal adanya. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran. Kedua umat mengarah pada yang Satu dan Sama.


Indonesia tercipta diatas kawasan geografis kepulauan, iklim yang bervariasi, dan sudah berkembang secara cultural dan perkawinan sedemikian rupa sehingga terjadi bermacam macam budaya dan agama. Keanekaragaman budaya dan agama sudah menjadi keistimewaan Indonesia, ciri khas dan jatidiri kita. Realita ini bukan paksaan tetapi kemerdekaan. Sebaliknya yang mau merubah pasti harus memakai kekerasan. Toleransi yang terjadi bukan toleransi semu tetapi tolerasi keiklasan dan ketulusan peninggalan nenek moyang kita. Dan itu dilegitimasi lagi dalam pendirian NKRI dengan Kemedekaan 1945 dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika diterakan di dada Burung Garuda, lambang negara.

Contoh/referensi yang lebih actual dan inspiratif meski saya kutip dari catatan lama dari Kompas (hal/12/tg.12/3/10) bersumber pada Reuters/OKI melukiskan Syeik Mohamed Sayed Tantawi yang mempunyai pandangan-pandangan liberal dalam berbagai masalah. Banyak menunai kritik, berani berbeda dan memberi kritik juga. Misalnya disaat dunia Islam mengkritik habis-habisan larangan memakai jilbab di Prancis, beliau mengatakan tidak harus untuk negara Negara-negara bukan Muslim. Bapak Zuhairi Misrawi, bekas murid beliau, menegaskan sikap moderat Syeik Mohamed Sayed Tantawi juga ditampakkan pula dalam pemaknaan jihad secara luas. Jihad tidak hanya "perang", tetapi juga berjuang mendidik anak dan membangun keluarga yang harmonis merupakan elemen jihad yang penting. Pak Zuairi menulis: "dalam pandangannya, rasionalitas dan kemaslahatan harus menjadi pertimbangan dalam menentukan sebuah pandangan". Bahkan akhirnya Sayed Tantawi melarang pemakaian cadar di lingkungan pendidikan yang dia pimpin. Pemakaian cadar adalah bagian dari tradisi saja. Sikap moderat dan lentur dibutuhkan bagi pandangan keagamaan menghadapi era globalisasi ini.(sosbud/kompasiana/astokodatu /2010/03/16/pandangan dan sikap.)

Kesimpulan :

1. Binekha Tunggal Ika bukan rekayasa ideologis yang tanpa dasar, melainkan fakta sejarah dan Empu Tantular saksi sejarah Bineka Tunggal Ika

2. Budaya saling memaafkan sebagai sikap keagamaan berakar dan tertopang pada budaya masyarakat Indonesia sejak lama. Bukan sekedar toleransi tetapi kerukunan kasih tulus dan keiklasan, watak umat beriman.

3. Kedekatan momentum Hari Kemerdekaan Republik Indonesia dengan Hari Raya Idulfitri semoga mengundang kepedulian Umat bahwa NKRI masih semakin membutuhkan upaya realisasi BINEKHA TUNGGAL IKA. Watak bangsa penuh Toleransi warisan nenekmoyang tepat sekali menjadi motivasi tambahan untuk budaya saling memafkan pada hari Hari Raya Idulfitri yang berikut dirayakan.


Selamat Hari Kemerdekaan.

Selamat Hari Raya Idulfitri.

Mohon maaf lahir batin.

Berbahagialah saya boleh hidup dinegeri damai ditengah perbedaan-perbedaan......

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun