Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Umur dan Keikhlasan

23 September 2010   18:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:01 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

I. Peristiwa  tg 22 September 2010

Waktu itu pagi-pagi datang mampir kerumah saya, pak Sutiyo seorang musafir, teman baru saya. Dia seorang tua mengaku berumur 73 tahun. Dia datang dari kota Kartasura sedang dalam niat berkelana berziarah ke candhi Ganjuran, Yogyakarta. Katanya diujung usianya hendak bermatiraga untuk memohon kesejahteraan bagi enam anak-anaknya, 12 cucunya. Sebuah pengakuan yang mengusik hati saya.

Dengan penampilan yang teduh sederhana memperlihatkan seluruh hati dan jiwa dari sosok umur dan pribadi yang mengendap, tetapi tetap cerah ceria dari dalam. Banyak pelajaran hidup yang saya terima. Terkunyah apa tertelan masuk kedalam lubuk terdalam dihati, semoga menguatkan sanubari saya.

Betapa tidak !  Salah satu pesan sederhana:

<< Jangan membicarakan Tuhan, tetapi berbicaralah saja kepadaNya>>

Permainan kata kata yang dalam juga.

II.  OPINI :

Saya jadi berfikir bahwa banyak orang yang suka berbicara tentang Tuhan, jangan-jangan malah mereka tidak kenal dengan Tuhan. Maka mereka berbicara panjang, banyak berteori, tetapi tanpa mengalami siapa Tuhan bagi dia. Sementara pihak yang lain orang yang berdoa.

Apabila kerangka pikir ini dilanjutkan, saya terpaksa bertanya mereka yang berdebat tentang Tuhan tentang agama tentang perbedaan agama, kapan mereka berdoa. Berdoa adalah berbicara kepadaNya. Apa Tuhan menyuruh mereka untuk bertengkar......

Ah, itu omong kosong saya........

III. LANJUTAN PERISTIWA

Teman baru tamu saya rupanya juga mempunyai selera humor tinggi juga. Dia mulai dengan cerita. Sumber ceritanya tidak jelas katanya cerita negeri Cina, jadi bukan ceritera saya juga. Katanya :  Alkisah, Tuhan memanggil manusia, lembu perah, kuda, anjing dan kera.

Sabda Tuhan, Hai manusia kau mohon panjang umur. Saya beri umur 25 tahun, bagaimana sanggup..?

Manusia menjawab :  Bagaimana Tuhan boleh tambah lagi tidak?

Sabda Tuhan, Sebentar saya tanya lembu perah, Lembu mau kau saya beri umur 25 tahun ?

Jawab lembu : Tuhan saya minta sepuluh saja.

Sabda Tuhan, Wahai manusia kau boleh tambahan 15 tahun. Sekarang kuda, mau tidak kau saya beri umur 25 tahun ?

Jawab kuda : Tuhan, capai saya kalau terlalu lama, beri aku 10 tahun saja.

Sabda Tuhan, Wahai manusia kau boleh tambah 15 tahun lagi.

Manusia yang serakah mohon tambahan lagi. Maka Tuhan memanggil anjing.

Sabda Tuhan, He, anjing kau mau saya beri umur 25 tahun mau tidak ?

Jawab anjing, Tuhan berilah aku umur 10 tahun saja.

Sabda Tuhan, Wahai manusia kau dapat tambahan 15 tahun lagi.

Sudah berapa tahun nanti umurmu : 25 tambah 15, tambah 15, tambah 15 sudah 70 tahun cukup....?

Melihat kemurahan Tuhan manusia masih mengajukan permohonan lagi Katanya manusia hanya boleh memohon. Ada kesempatan ambil saja. Katanya: ja Tuhan, mungkin Tuhan berkenan beri lagi aku umur tambahan lagi....

Sabda Tuhan, he kera, kau kuberi umur 25 tahun mau?

Seperti yang lain kerapun hanya mohon kepada Tuhan umur 10 tahun. Dan manusia mendapat bonus 15 tahun lagi......

Umur manusia menjadi 70 tahun plus 15 tahun.....Dan nasib manusia menjadi 25 tahun bahagia didekat orang tua, 15 tahun menjadi sapi perah hidupnya berat, 15 tahun semakin berat lagi seperti kuda beban, 15 tahun lagi dia tinggal menjadi penunggu rumah, seperti anjing, dan akhirnya 15 tahun seperti kera yang diusir dan ditaruh dirumah jompo....

Kasihan deh lu.... Manusia serakah, yang bersemboyan: manusia diberi untuk memohon..... kapan lagi berterima kasihnya.... (ini cerita tamu teman saya, bukan fiksi saya)

IV. PERISTIWA KEDUA

Siang hari yang sama sesampai saya ditempat kerja, datang berteriak didepan pintu seorang musyafir lagi. Saya keluar didepan pintu terlihat dua orang pemuda dan seorang lagi lewat saja. Ternyata mereka satu rombongan. Kecuali dari gaya penampilan, juga barang bawaannya tas yang seragam.

Demikian dia saya dekati langsung dia nerocos, minta sumbangan seiklasnya untuk beaya pulang kesuatu kota sekitar 400 km dari Yogyakarta. Saya ragu. Dia lalu minta untuk beli makan. Saya jadi semakin ragu, apakah ada dinegeri ini rombongan minta ongkos pergi jauh dan beaya makan.

Saya ingat ada tulisan dipapan terpancang ditepi jalan :  Jangan berikan uang kepada anak-anak peminta dan pengamen, tetapi salurkan sumbangan anda ke lembaga social.

Akhirnya saya memang tidak memberi. Bahkan saya sempat bilang: bagaimana saya bisa ikhlas memberi orang yang dewasa, sehat, berpakaian utuh bersih, tidak mau bekerja sementara anak-anak pengamen itu sebisa-bisa mereka mau bekerja.

V. OPINI

Dua peristiwa saya hadapi dalam waktu 3-4 jam saja. . Yang pertama belum selesai saya kunyah datang yang kedua. Keduanya mutatis mutandis memberi butir-butir pembelajaran yang sama. Keikhlasan dan kemurahan hati.

1.     Permohonan kepada Tuhan yang maha pemurah. Setiap permohonan ada konsekwensinya. Manusia boleh memilih. Tetapi manusia harus bertanggung jawab, nampak dalam gambaran umur.

2.     Permintaan kepada saya, diminta keikhlasan. Saya saat itu sudah harus berfikir, memilih antara memberi dan tidak memberi.

3.     Kemurahan Tuhan saya pastikan, tanggung jawab saya upayakan. Keikhlasan saya saya ragukan, tanggung jawab orang lain saya sangsikan.

4.     Pembelajaran ini saya kira bukan saja ilmu interdisipliner, tetapi renungan inter agama...(maksud saya untuk semua agama)

Refleksi postingan saya sebelum ini yang mendukung tulisan ini:

http://sosbud.kompasiana.com/2010/08/10/sebuah-pengakuan-ramadhan-bagi-saya/

Saya sarankan baca dari rekan-rekan kompasioner dibawah ini:

Irsyam Syam :   http://agama.kompasiana.com/2010/08/10/sedia-kubur-sebelum-mati/

Ibay Benz Eduard :

http://filsafat.kompasiana.com/2010/09/23/andai-hidup-seperti-matematika/#

@Median Editya : http://regional.kompasiana.com/2010/09/16/berjuang-berkorban-melawan-keterbatasan/

@Widianto H.Didiet. : http://agama.kompasiana.com/2010/09/14/pasal-29-ayat-2/

@Ragile  : http://politik.kompasiana.com/2010/09/17/benarkah-agama-sumber-konflik-perang/

@Della Anna :  http://filsafat.kompasiana.com/2010/09/14/pemimpin-dia-juga-seorang-manusia/#

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun