Mohon tunggu...
Asti Sundari
Asti Sundari Mohon Tunggu... Lainnya - Berfikir adalah salah satu cara bersyukur telah diberi akal. Sebab keunggulan manusia dari akalnya.

Nikmatilah proses yang ada, karena setiap proses yang dilalui mengajarkan banyak hal.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kepemimpinan Perempuan dalam Perspektif Islam

22 Oktober 2021   10:22 Diperbarui: 22 Oktober 2021   13:11 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesetaraan tersebut mengajarkan nilai-nilai persamaan (equality) dan keadilan (justice) yang sangat dijunjung tinggi dalam ajaran Islam. Nilai-nilai seperti inilah yang tampaknya "terlupakan" dalam kebanyakan komunitas muslim (islamic society), sehingga menempatkan wanita sebagai subordinat laki-laki. Perilaku seperti ini dapat dikatakan bukan hanya tidak sejalan dengan ajaran Islam bahkan justru bertentangan dengan nilai dasar ajaran Islam.

Selanjutnya, ulama di Indonesia pada awalnya sebenarnya juga menolak keberadaan perempuan pada urusan publik, apa lagi sebagai pemimpin baik dalam skala kecil maupun skala besar seperti presiden. Padahal bila dilihat dari hasil sensus penduduk yang terakhir menunjukkan sekitar lebih dari 50 % penduduk Indonesia terdiri dari kaum perempuan. Hanya saja mereka mayoritas dalam kuantitas tetapi minoritas dalam kualitas. Barangkali itulah salah satu penyebabnya sehingga ulama Indonesia tidak menerima kepemimpinan perempuan (kepala negara).

Selain faktor pendidikan yang menyebabkan ketertinggalan perempuan, juga adanya pandangan masyarakat yang menganggap kedudukan wanita berada di bawah laki-laki. Persepsi seperti ini sangat berpengaruh dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga tidak mengherankan pada akhirnya jarang sekali ditemukan perempuan yang diangkat menjadi pemimpin publik khususnya era paca kemerdekaan.

Di kalangan masyarakat muslim, tampaknya telah terbangun suatu opini bahwa perempuan tidak pantas menjadi pemimpin berdasarkan teks Alquran dan hadist. Pemahaman semacam ini sangat literal tekstual dan diskriminatif terhadap kaum perempuan, padahal Tuhan sendiri mengakui persamaan derajat antara laki-laki dan wanita. Itulah sebabnya Benazir Bhutto mengatakan bahwa bukan Islam yang menolak kepemimpinan perempuan tetapi penganutnya itu sendiri, pernyataan Bhutto tersebut mungkin juga ada benarnya, sebab cukup banyak teks nash yang dipahami oleh ulama khususnya era klasik yang tidak steril dari bias-bias jender. Salah satunya adalah penafsiran terhadap ayat 34 surat al-Nisa yang menyatakan laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan".

Pandangan ulama Indonesia terhadap kepemimpinan perempuan ternyata berubah seiring dengan kemajuan dan perkembangan kehidupan bangsa Indonesia. Bahkan dapat dikatakan bahwa perubahan itu sangat drastis di jaman reformasi, karena sebelumnya ulama tidak mengizinkan seorang perempuan untuk duduk sebagai kepala negara (presiden). Namun dengan naiknya Megawati Soekarnoputri sebagai presiden RI ke-5, maka dengan sendirinya kepemimpinan perempuan sudah dianggap sah-sah saja di mata ulama. Walaupun black campaign dengan isu literatur islam yang bias jender menjadi serangan empuk bagi perempuan yang akan mencalonkan diri menjadi pemimpin. Alangkah lebih baiknya jika melihat dari kemampuannya sebagai manusia, apakah sesuai atau tidak sesuai untuk dipilih.

Mengamati peristiwa demi peristiwa yang terjadi sehubungan dengan kepemimpinan perempuan, dapat dikatakan bahwa kemungkinan perubahan pandangan ulama tentang hal tersebut disebabkan karena kemajuan yang telah dicapai oleh wanita dalam berbagai hal. Selain itu, barangkali juga karena tuntutan jaman yang menghendaki kesetaraan jender sehingga "memaksa" ulama untuk menerima perempuan menjadi presiden. Walaupun hingga saat ini, belum ada perempuan yang menjadi presiden di Indonesia selain Ibu Mega Wati terlepas dari isu politik. 

Kepemimpinan perempuan bukanlah suatu ancaman untuk kaum lelaki, sehingga harus takut kehilangan powernya didepan para perempuan, bahwa seharusnya ini menjadi suatu kolaborasi penting dalam menjalan tugas sebagai khalifah di bumi berbagi tugas dan beban agar tidak terasa berat. Dengan memberikan jalan perempuan untuk menjadi seorang pemimpin maka dengan kesadaran penuh tidak menolak keberasan Allah SWT memberikan akan dan potensi yang luarbiasa kepada manusia termasuk perempuannya sehingga apa yang diberikan Allah SWT tidaklah disia-siakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun